Dulu, media sosial hanya digunakan untuk chatting namun kini media sosial juga digunakan para politikus untuk melakukan propaganda, memengaruhi opini publik dan kampanye.
“Contoh yang masih hangat adalah saat pilkada DKI 2016 lalu. Seperti kita tahu media sosial dijadikan sebagai alat untuk mencaci maki, membenci, serta menyebarkan ujaran kebencian oleh masing-masing pendukung calon. Banyaknya distorsi informasi telah menyebabkan gesekan-gesekan antar lapisan masyarakat dan umat beragama serta melahirkan sikap intoleransi,”ujar Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Rosarita Niken Widiastuti dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Transformasi Komunikasi Sosial di Era Digital’, di Sorong, Papua (14/8).
Karena itu, Niken mengingatkan agar masyarakat hati-hati dalam menyebarkan informasi. Informasi palsu atau hoaks memang sengaja dibuat untuk memengaruhi persepsi. Banyak pula informasi yang isinya memcaci maki pimpinan. “Janganlah kita ikut menyebar, karena ada ancaman hukuman penjara enam tahun.”jelas mantan penyiar RRI ini.
Menurut Niken, media sosial membuat semua orang zaman sekarang seolah-olah bisa berperan sebagai pemilik media, kreator sekaligus penyebar informasi. Tak heran, dengan mudahnya setiap orang bisa menyebarkan informasi apa saja tanpa ada yang memverifikasi. Termasuk yang ada dalam pikirannya. Langsung dibagi meskipun itu bohong dan palsu.
“Disinilah pentingnya sikap hati-hati. Jadi, tak salah bila media sosial kemudian disebut sebagai pilar kelima dari demokrasi. Tidak hanya legislatif, eksekutif, yudikatif, dan media mainstream. Karena betapa ia sangat berpengaruh pada dunia politik. Semoga tidak ada lagi unsur-unsur SARA, karena ini sangat berbahaya, dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.”terang Niken.
Yang memprihatinkan lagi, rendahnya tingkat literasi media masyarakat membuat situasi makin parah. Karena itu, dalam kesempatan itu Niken mengajak generasi muda (anak zaman now) agar memanfaatkan ruang-ruang kosong di media sosial untuk memosting hal/ berita baik, berita gembira, serta informasi positif yang dapat menyentuh jiwa seperti nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan.
“Mari adik-adik mulai sekarang, setiap hari kita isi media sosial kita dengan hal-hal yang positif, hal-hal yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan,”ujar Niken.
Praktisi di bidang Public Relation, Tim Komsos KWI