Beranda BERITA Webinar Komisi Liturgi tentang Desiderio Desideravi

Webinar Komisi Liturgi tentang Desiderio Desideravi

2022, Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Komisi Komlit KWI, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, Katakese, Umat Katolik

MIRIFICA.NET – Pada Hari Raya Santo Petrus dan Paulus Rasul, 29 Juni 2022, Paus Fransiskus mengeluarkan Surat Apostolik Desiderio Desideravi. Melalui Surat Apostolik ini, Paus Fransiskus menawarkan beberapa petunjuk yang menuntun kita pada sebuah refleksi untuk merasakan keindahan dan kebenaran perayaan Kristiani, khususnya dalam Liturgi. Sejalan dengan keinginan Paus Fransiskus ini, Komisi Liturgi (Komlit) KWI mengadakan Webinar untuk melihat lebih dalam tema “Liturgi” dalam Surat Apostolik ini bersama Pastor Stenly Vianny Pondaag, MSC dan dimoderatori oleh RD. Yoseph Indra Kusuma.

Webinar Desiderio Desideravi dimulai pada pukul 18.00 WIB. Rm Riston Situmorang, OSC sebagai Sekretaris Komisi Liturgi KWI dalam Pengantar mengatakan bahwa pentingnya mengadakan webinar ini selain untuk mendalami tema liturgi melalui dokumen, juga untuk mewadai pertemuan-pertemuan ketua-ketua Komisi Liturgi Keuskupan Indonesia serta umat beriman pemerhati liturgi di berbagai penjuru.

Romo Stenly menyampaikan bahwa dokumen Desiderio Desideravi bukanlah sebuah petunjuk teknis yuridis melainkan sebuah teks meditasi yang menawarkan banyak motivasi untuk memahami keindahan kebenaran perayaan liturgi. Secara singkat Desiderio Desideravi mengajak kita untuk mengobarkan kembali kekaguman kita akan keindahan kebenaran perayaan Kristiani, mengingatkan kita akan perlunya formasio liturgi yang otentik dan menyadari pentingnya Ars Celebrandi.

Liturgi adalah tempat perjumpaan dengan Kristus. Di sinilah terletak semua keindahan liturgi karena liturgi menjamin perjumpaan seperti itu. Perjumpaan yang terjadi karena adanya kerinduan Tuhan untuk makan bersama murid-murid-Nya. Inisiatif ini datang dari pihak Tuhan dan ditanggapi oleh manusia. Untuk itu, dari sisi manusia yang diperlukan adalah sebuah rasa kagum dan kekaguman itu ditunjukkan dengan kata dan tindakan dalam berliturgi.

Dalam dokumen ini juga, Paus Fransiskus menyatakan liturgi sebagai penawar racun keduniawian rohani, kata Romo Stenly. Dengan berliturgi, manusia dihindari dari bayang-bayang Subjektivisme yang mengagungkan diri, ataupun Neo-Pelagianisme yang beranggapan bahwa keselamatan diperoleh melalui usaha manusia belaka. Liturgi bukanlah pencarian keindahan ritual dengan taat pada ritus atau merusak keindahan liturgi dengan kreativitas yang berlebihan. Untuk itu dibutuhkan sebuah formasio liturgi bagi semua lapisan dalam Gereja, baik para Imam, calon imam, dan semua umat Allah.

Dalam sesi tanya jawab, Romo Stenly dan Romo Indra menjelaskan bahwa formasi liturgi umat Allah dapat dimulai dari keluarga masing-masing. Cara yang paling sederhana ialah dengan melatih anggota keluarga untuk memimpin doa secara bergantian setiap harinya. Kebiasaan ini kemudian akan terbawa pada tindakan liturgis di gereja, misalnya membawa persembahan. Dengan kebiasaan berdoa yang baik di rumah, seseorang akan terbiasa dan terbentuk dalam dirinya bahwa membawa persembahan bukannya ritual memindahkan persembahan dari satu titik ke depan altar melainkan perjalanan berjumpa dengan Allah. 

Romo Stenly pun menegaskan sesuai dengan Surat Apostolik Desiderio Desideravi bahwa Liturgi bukan tentang “pengetahuan”, melainkan tentang pujian, tentang bersyukur atas Paskah Putra-Nya yang diberikan kepada manusia. Santo Leo Agung menulis, “Partisipasi kita dalam Tubuh dan Darah Kristus tidak memiliki tujuan lain selain membuat kita menjadi seperti yang kita makan”.

Cara memelihara dan menumbuhkan pemahaman tentang simbol-sombol liturgi adalah Ars Celebrandi, seni merayakan. Seni merayakan pada titik ini tidak bermaksud agar muncul kreativitas fantasi, kadang liar, dan tanpa aturan. Ars Celebrandi membutuhkan pemahaman yang benar tentang liturgi dan harus selaras dengan tindakan roh.

Salah satu Ars Celebrandi yang disarankan kepada umat adalah keheningan. Keheningan adalah simbol dan tindakan Roh Kudus yang menjiwai seluruh tindakan perayaan. Keheningan membangkitkan kesiapan untuk mendengar Sabda Allah dan melantunkan doa, keheningan membuat kita memuji Tubuh dan Darah Kristus.

Selain keheningan, ada banyak tata gerak yang bisa dibina dari dalam keluarga. Dengan kata lain, liturgi menjadi bagian dari hidup manusia sehari-hari. Lex Credendi, Lex Orandi, Lex Vivendi: apa yang kita percayai kita ungkapkan dalam doa, apa yang kita ungkapkan, kita hidupi dalam kenyataan setiap hari.

Webinar ini selesai pada pukul 20.00  WIB dan banyak harapan dari peserta agar perayaan liturgi menjadi hidup, tidak liar, tetapi juga tidak kelihatan kaku. Semoga semua pihak dalam Gereja ikut ambil bagian dalam mewujudkannya. *Ignas Lede/Sekretariat Komisi Liturgi KWI

Download Ebook : Seri Dokumen Gerejawi No. 130: Desiderio Desideravi