Keuskupan Bandung sudah membuat Sensus Umat Katolik Keuskupan Bandung Tahun 2011. Kemudian muncul pertanyaan, “Mau diapakan data itu?” Pertanyaan itu lalu dibicarakan di tahun 2014, dan bulan Januari 2015 disepakati pembentukan Sistem Informasi Manajemen Umat (SIMU) dengan biaya lumayan mahal, ratusan juta.
“Namun, saya menyetujui pembentukan SIMU asal diluncurkan waktu Sinode Keuskupan Bandung 2015,” kata Uskup Bandung Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC di hari terakhir Sinode Keuskupan Bandung di Lembang tanggal 22 November 2015 di depan 184 dari 208 peserta yang hadir setelah memutuskan 37 kebijakan pastoral keuskupan itu.
Dalam pembentukan itu, Mgr Subianto melihat betapa berat pekerjaan tim SIMU yang dibentuk. “Tapi hasilnya luar biasa,” kata uskup yang bisa melihat dengan jelas data umat paroki, lingkungan dan stasi. SIMU memberi otoritas kepada uskup untuk melihat semua data Keuskupan Bandung, pastor dekan mendapat otoritas melihat data umat dekanatnya, dan pastor paroki mendapat otoritas melihat data umat paroki sendiri.
Dengan SIMU, jelas uskup, di mana-mana bisa diperoleh dan diminta berbagai macam surat Gerejani yang dibutuhkan, dan dengan jelas akan terlihat atau tercatat siapa saja yang memberi surat itu, “karena secara otomatis akan tercatat siapa pengubah data atau pengakses data sesuai waktu bahkan jamnya, karena mereka memiliki password dan username yang tercatat.”
Yang luar biasa, menurut Mgr Subianto, adalah data Sensus Umat Katolik Keuskupan Bandung 2011 tidak hanya berguna atau berlaku di tahun 2011 itu saja, “karena dengan SIMU, data itu akan berkembang atau mengalir terus, sehingga kalau ada perubahan tinggal dibuat perubahannya saja.”
Dengan demikian, lanjut Mgr Subianto yang kini menjabat Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggantikan alm Mgr Johannes Pujasumarta, “tidak perlu lagi setiap tahun dibuat sensus baru untuk mendapat laporan tahunan paroki dan laporan tahunan keuskupan yang diperlukan untuk laporan ke Vatikan, karena dengan update data maka otomatis terjadi perubahan sesuai tanggal.”
Uskup mengamati, “teknologinya luar biasa.” Maka uskup berterima kasih kepada Tim SIMU, yang sebagian besar adalah orang muda dan dipimpin oleh Christian Junaedi, yang baru saja menikah. Christian membangun dan merancang SIMU dibantu oleh enam mahasiswa dengan berbagai kemampuan. Satu dari mereka punya keahlian training. Dia bersama tim keuskupan akan datang ke semua paroki lewat training tingkat dekanat mulai 4 hingga 20 Desember 2015. “Mereka bekerja sukarela, biaya tidak ada apa-apanya,” kata uskup menunjuk Christian dan teman-temannya yang hadir saat itu.
SIMU itu, jelas uskup, adalah hal baru yang akan dipraktekkan di Indonesia. “Ini yang pertama dari seluruh keuskupan di Indonesia. Ini akan diperkenalkan kepada keuskupan-keuskupan di Regio Jawa di tahun 2017. Ini sistem yang luar biasa.”
Uskup berharap agar para pastor dengan dengan petugas administrasi paroki segera menerapkan sistem itu, dan tim SIMU akan membantu untuk segera mengaplikasikannya. “Kesulitannya adalah mendapatkan perangkat yang memenuhi syarat, yakni komputer dengan spesifikasi perangkat tertentu, maka keuskupan siapkan perangkat seragam lengkap dengan printer yang akan dikirim ke paroki-paroki di saat pelatihan tingkat dekanat,” kata uskup.
SIMU juga dialankan bekerja sama dengan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung. Menurut staf Keuskupan Bandung, Antonius Sartono, Unpar menyediakan server untuk penyimpanan data SIMU dan memproteksi ‘gangguan’ dari luar, menyediakan lab komputer untuk uji coba dan training, serta menyediakan tenaga-tenaga yang capable dalam bidang IT untuk menjadi mentor dan pengembang.
Kemudian Mgr Subianto menyerahkan komputer yang sudah dilengkapi spesifikasi SIMU disertai printer kepada dua pastor paroki yakni Paroki Santo Ignatius Cimahi dan dari Paroki Odilia Cicadas, yang telah turut dalam uji coba sistem itu, seraya mengatakan “Hasilnya akan ada kalau kita semua mengerjakannya dengan baik, maka dengan ini saya meluncurkan Sistem Informasi Manajemen Umat Gereja Katolik Keuskupan Bandung,” dan semua peserta bertepuk tangan. (paul c pati)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.