Vikjen Keuskupan Palangka Raya RD Silvanus Subandi menyambut Tim Komisi Komsos KWI dan utusan dari berbagai keuskupan dengan upacara potong pantan di halaman Gereja Katedral Santa Maria, Palangka Raya, Senin, (7/5/2018).
“Kami datang untuk memeriahkan acara Pekan Komsos Nasional Konferensi Waligereja Indonesia di Keuskupan Palangka Raya,” ujar Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI RD Kamilus Pantus yang memimpin rombongan saat menjawab pertanyaan RD Silvanus Subandi tentang maksud kedatangannya di Palangka Raya.
Masih di depan pagar kayu melintang yang dihiasi berbagai buah dan sayuran, Romo Subandi membacakan syair berbahasa Dayak Sangian yang mengharapkan agar semua yang direncanakan berjalan lancar.
Segera setelahnya, para tamu yang diwakili Romo Kamilus dipersilakan memotong buah-buahan dan sayur serta kayu melintang dengan parang khas Dayak yang disebut mandau. Sebelumnya para tamu disuguhi tuak serta dikalungi karangan bunga serta topi lawung dan sumping.
Usai palang kayu terpotong, tuan rumah yang diiringi para penari pengiring yang membawa tari giring-giring membawa masuk para tamu ke depan pintu Gereja Katedral.
Sejak Nenek Moyang
Potong Pantan aslinya merupakan salah satu upacara adat penyambutan tamu yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Ngaju di Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Kapuas. Upacara ini telah dilakukan sejak zaman nenek moyang mereka dan diwariskan secara turun temurun hingga generasi saat ini.
Dalam upacara ini, seluruh tamu yang datang akan diminta untuk memotong batang bambu hijau yang dipasang melintang di pintu masuk dengan menggunakan sebilah pedang mandau. Upacara potong pantan diiringi dengan musik tradisional dan nyanyian yang menggunakan bahasa Sangian.
Semboyan “Tamu adalah Raja” masih berlaku bagi masyarakat di tempat ini. Karena itu, seluruh penduduk desa dari ketua adat hingga anak-anak akan ikut menyambut kedatangan para tamu dengan meriah.
Dahulu, dalam menyambut tamu, tuan rumah juga memotong hewan korban sebagai bentuk penghormatan bagi arwah nenek moyang. Ritual ini dipimpin oleh seorang pemuka agama yang diiringi doa menggunakan bahasa Sangian. Upacara yang sama juga dilakukan saat para tamu hendak meninggalkan tempat tersebut.
Olesan minyak kelapa dan taburan bubuk putih di pipi dipercaya mampu melindungi tamu dari ganguan roh jahat dalam perjalanan pulang. Potong pantan juga dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk bagi penduduk setempat maupun para tamu.
Masyarakat setempat percaya bila kayu tersebut dipotong tanpa halangan, berarti tamu dapat diterima dan dilancarkan jalannya saat berkunjung. Begitupun sebaliknya, bila pemotongan kurang lancar, maka patut dipertanyakan perihal maksud kedatangan mereka ke tanah suku dayak tersebut.
Setelah bambu terpotong, semua orang akan berteriak Dan bertepuk tangan. Mereka bergembira lantaran rintangan telah berhasil dilalui. Iringan tetabuhan musik pun kian keras, menandakan puncak tradisi potong pantan. Setelah potong bambu dilalui, penduduk lalu mengoleskan bubuk putih pipi atau minyak kelapa di ubun-ubun para tamu. Setelah itu diteruskan dengan tarian potong pantan.
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI