MENGIKUTI YESUS? SYARATNYA…
Injil Minggu Biasa XIII tahun A ini, Mat 10:37-42, keras bunyinya. Mereka yang mengasihi anggota keluarga lebih daripada Yesus dikatakan tak layak baginya. Juga yang tak sanggup memikul salib disebut tak layak baginya. Yang mau mempertahankan nyawa bahkan akan kehilangan, sedangkan yang kehilangan nyawa karena dia akan memperolehnya. Begitulah ay. 37-39. Apakah semua tuntutan tadi sepadan? Selanjutnya dalam ay. 40-42 ditegaskan, barangsiapa menerima utusan Yesus menerima dia sendiri. Sama halnya dengan orang yang menerima nabi akan mendapat imbalan seperti yang didapat sang nabi sendiri, begitu juga menerima orang benar membuat yang bersangkutan ikut menjadi orang benar. Kebaikan sekecil apapun kepada para murid Yesus, ibarat memberi air sejuk secangkir saja, akan mendatangkan imbalan.
APA YANG DISAMPAIKAN YESUS
Ajaran kristiani biasa diperkenalkan sebagai ajaran yang penuh pengertian akan sisi-sisi manusiawi. Tetapi dalam bacaan kali ini Yesus menyuarakan pelbagai tuntutan yang berat. Beberapa ayat sebelum petikan hari ini Yesus malah menyatakan meleset sangkaan orang bahwa ia datang membawa damai. Ia datang membawa pedang (Mat 10:34). Bagaimana penjelasan kata-kata keras Yesus ini?
Dalam masyarakat Yahudi waktu itu ada harapan akan datangnya seorang Mesias yang membawakan damai, kemakmuran, kejayaan, kebesaran. Bila dipandang dalam konteks ini, kata-kata Yesus tadi menjadi lebih mudah dimengerti. Ia menyatakan diri bukan Mesias seperti yang mereka pikirkan. Ada latar lain yang dapat menjelaskan kata-kata keras Yesus ini. Dulu kala di zaman para nabi menjelang keruntuhan Yerusalem ada sekelompok orang yang menyebut diri nabi dan menenteramkan orang banyak dengan mengatakan akan datang damai yang bakal membuat keadaan politik kalang kabut masa itu berubah. Para nabi penjaja “damai-damai-an” ini meninabobokan hati nurani orang dengan gagasan-gagasan mereka sendiri. Mereka itu nabi palsu. Yeremia menelanjangi mereka (Yer 23:9-40; lihat ay. 17). Memang akibatnya ia dimusuhi. Justru karena berusaha membuat pikiran orang melihat kenyataan bobrok dalam masyarakat mereka. Yesus juga berlaku seperti Yeremia. Karena itu juga dimusuhi, bahkan juga oleh orang-orang yang dekat.
Pedang bisa memilah-milah dan kehadiran Yesus memang memotong yang busuk dari yang masih bisa diselamatkan. Murid diajak melihat kenyataan yang memang tidak mengenakkan ini. Tapi keberanian melihat yang busuk dan berusaha melepaskan termasuk sikap iman yang diminta dari para pengikut Yesus. Kehadirannya juga bisa memisahkan orang dengan sanak keluarga terdekat (Mat 10:35-37). Itulah konteks petikan hari ini.
LAYAK BAGI DIA?
Ketiga ayat pertama dalam petikan hari ini, yakni Mat 10:37-39, jelas ditujukan kepada para rasul, yakni mereka yang dipilih Yesus untuk menjalankan perutusannya. Tetapi semangat serta isinya diperuntukkan bagi siapa saja yang hendak menjadi murid. Nanti dalam Mat 16:24-26 perihal memikul salib dan membiarkan diri kehilangan nyawa demi Yesus diajarkan kepada para murid pada umumnya, bukan hanya kepada para rasul yang duabelas tadi saja. Begitu pula dalam Mrk 8:34-36. Pembicaraan mengenai pertentangan dengan sanak keluarga, memikul salib, merelakan nyawa sendiri juga didapati dalam Luk 12:51-53 dan 14:26-27 dan di situ jelas ditujukan kepada para murid pada umumnya.
Serangkai tuntutan tinggi yang diperdengarkan Injil hari ini lebih cocok bila dimengerti sebagai gambaran mengenai yang nyata-nyata terjadi dalam kehidupan para murid pada waktu itu, bukan sebagai pengarahan, norma, atau patokan untuk menjadi murid.
Bukan tanpa maksud bila Mat 16:24-26 dan Mrk 8:34-36 tadi disampaikan setelah pemberitahuan yang pertama akan penderitaan Yesus, yakni bahwa ia akan ditentang para pemimpin Yahudi dan tokoh masyarakat, sampai dibunuh, tetapi ia akan dibangkitkan pada hari ketiga, lihat Mat 16:21 Mrk 8:31. Pemberitahuan ini diberikan sesudah pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias. Jadi semakin dekat murid mengenal siapa Yesus itu, semakin mereka diharapkan bersedia mengutamakan dia.
MEMIKUL SALIB DAN MENGIKUTI DIA
Hidup Yesus itu hidup yang dibaktikan kepada kehendak yang mengutusnya ke dunia. Yesus dapat menghadirkan keilahian karena meluangkan diri untuk itu dengan menjalankan “kenosis”- pengosongan diri. Begitulah disebut dalam sebuah madah awal yang disampaikan dalam surat kepada orang Filipi 2:6-9: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, ia justru telah mengosongkan dirinya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan dia…” tentunya bukan asal membuat diri kosong, melainkan meluangkan diri agar dipenuhi keilahian. Oleh karena itulah Yesus Kristus dapat menunjukkan gambar dari Allah yang tak terlihat.
Namun demikian, kita sering kurang menyadari bahwa “pengosongan diri” seperti itu hanya dapat dilakukan oleh Yesus karena hanya dia sajalah yang dipilih untuk itu. Hanya dialah satu-satunya yang ditunjuk oleh Yang Mahakuasa seperti terungkap pada saat ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Ada suara dari langit yang menegaskan bahwa dia itu anakNya yang terkasih, kepadanyalah Tuhan berkenan (Mrk 1:11; Mat 3:17; Luk 3:22). Artinya, hidupnya menjadi kenampakan Yang Ilahi. Penegasan yang sama dijumpai dalam penampakan kemuliaan Yesus di gunung. Dalam peristiwa ini suara dari langit menambahkan seruan agar orang mendengarkan dia (Mrk 9:7; Mat 17:17; Luk 9:35). Tidak mudah menerapkan peluangan diri dalam ujud kenosis begitu saja kepada orang lain. Yang diminta dari orang banyak ialah kesadaran mengenai apa yang terjadi pada Yesus dan apa yang dilakukannya.
Maka dari itu orang yang ingin meniru-niru Yesus sulit berhasil. Paling-paling hanya akan sampai pada salib yang menyakitkan belaka. Lebih buruk lagi, mereka malah akan memaksa-maksakan salib tiruan yang bukan salibnya Yesus. Cara yang paling menjamin agar berada pada jalan yang benar ialah mengikuti Yesus sendiri. Bila kita berpikir demikian, tak usah salib dicari-cari. Salib sudah ditemukan Yesus dan orang tinggal ikut memanggulnya. Ikut meringankan salib Yesus. Itulah bagian para murid. Nanti dalam Mat 11:28-30 ada ajakan bagi orang yang merasa berbeban berat agar menggantikannya dengan beban yang diberikan Yesus – bebannya itu ringan dan melegakan! Salib yang benar ini membuat orang menjadi rekan seperjalanan Yesus. Dalam artian itulah Yesus berkata: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tak layak mengikut aku.” (Mat 10:38 lihat juga Mrk 8:34; 10:21; Mat 16:24; Luk 9:23; 14:27). Dalam semua ayat itu, “memikul salib” tak bisa dipisahkan dari “mengikut aku”. Bila dipisahkan, beban yang dipikul orang bisa-bisa bukan lagi salib yang membawa ke “keselamatan”, tapi berhenti pada penderitaan yang tanpa ujung pangkal.
IMBALAN
Ditandaskan pula bahwa mereka yang berusaha menyelamatkan diri (= “nyawanya”) malah tidak akan menemukan diri (= “kehilangan nyawanya”), tetapi sebaliknya mereka yang menemukan diri dalam Yesus (=“kehilangan nyawanya karena aku”) akan menemukan keselamatan (= “menyelamatkan nyawanya”). Di sini terungkap salah satu pokok spiritualitas kristiani. Hidup sebagai orang kristen baru ada artinya bila membuat diri menjadi kenampakan Yesus yang dengan salibnya telah menampakkan keilahiannya. Tak disangkal adanya pelbagai tarikan menjauhinya. Ada pula ikatan-ikatan yang menyulitkan. Menjadi murid ialah upaya memerdekakan batin. Itulah imbalan yang dapat diharapkan. Kemerdekaan batin membuat para murid dapat memperkenalkan siapa yang mengutus mereka dengan cara yang amat transparan tanpa menghapus kepribadian sendiri.
Diajarkan agr orang mendekati kehadiran ilahi dan membiarkan diri menjadi tempat bagi-Nya. Ingin menjadi murid Yesus? Lupakan saja bila tetap bermaksud menampilkan diri sendiri beserta ikatan-ikatan yang membuat orang yang dilayani kurang bisa menerima imbalan yang dijanjikan ay. 40-42 tadi. Injil hari ini dapat dipakai Gereja untuk berkaca dan melihat di mana sedang berada.
Salam dari Roma,
Pastor Yesuit, anggota Serikat Yesus Provinsi Indonesia; profesor Filologi Semit dan Linguistik di Pontificum Institutum Biblicum, Roma.