Siapa Saja Bisa Jadi Utusan
Bagaimanakah penjelasan kisah pengutusan 70 murid dalam Luk 10:1-12 dan 17-20 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XIV tahun C ini? Peristiwa ini hanya ditemukan dalam Injil Lukas. Ceritanya jelas didasarkan pada tradisi yang lebih awal mengenai pengutusan Yang Duabelas seperti masih terlihat dalam Luk 9:1-6 dan 22:35-38 yang berisi pesan-pesan yang mirip. Tradisi ini juga muncul dalam Mat 9:37-38; 10:7-16.
Semua Yang Menjadi Murid Ikut Diutus
Tanya: Jika kisah Yesus mengutus 70 orang murid itu berdasarkan kisah pengutusan Yang Duabelas, lalu apa maksud Lukas?
Jawab: Angka “70” itu ada arti simboliknya, yaitu kelipatan terbesar (“10”) dari kelompok yang utuh (“7”). Maksudnya, “semua orang, siapa saja yang menjadi murid Yesus”. Jadi bukan hanya Yang Duabelas yang berasal dari kalangan Yahudi. Pemikiran yang mencakup orang bukan Yahudi ini khas Lukas.
Tanya: Tetapi angka “70” juga mengingatkan pembaca akan 70 tetua yang ditetapkan Musa untuk membantunya memimpin umat (Bil 11:16.17.24.25)? Ada gagasan bahwa para murid diikutsertakan menjalankan tugas Yesus seperti para tetua yang membantu Musa tadi?
Jawab: Benar. Mari kita tengok kembali Luk 9:51-62. Terpikir tokoh Elia yang diutus Tuhan ke Samaria, tapi ditolak dan malah akan ditangkap. Karena itu ia mengutuk pasukan dengan api dari langit (2 Raj 1:10.12). Injil memakainya untuk mengajarkan bahwa Yesus tidak mengancamkan kutukan kepada yang menolak. Dalam Injil hari ini 70 tetua yang membantu Musa itu diterapkan kepada siapa saja yang merasa menjadi murid Yesus.
Tanya: Kaitan dengan Elia dan Musa itu sudah ada dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung (Luk 9:28-36). Di situ Musa dan Elia berbicara mengenai tujuan perjalanan Yesus, “exodos”-nya ke Yerusalem (Luk 9:31). Jadi dalam Injil Lukas kedua tokoh ini bahkan mengiringi perjalanan Yesus?
Jawab: Makin mekar nih wartanya! Memang wibawa tokoh-tokoh tadi menyertai perjalanan Yesus! Dan para murid yang merasa diutus mengabarkan Yesus boleh juga merasa disertai Elia dan Musa yang menyatu dengan Yesus. Bila dibaca begini Injil tidak terasa alot kan!
Kerohanian Utusan
Kesaksian yang diberikan dua orang lebih berbobot. Maka lumrah murid diutus dua-berdua. Begitulah pengutusan dalam Gereja Perdana, seperti terjadi pada Barnabas dan Saulus (Kis 13:2); Judas dan Silas (Kis 15:27); Barnabas dan Markus (Kis 15:39); Paulus dan Silas (Kis 15:40); Timoteus dan Silas (Kis 17:14); Timoteus dan Erastus (Kis 19:22).
Dalam Injil hari ini para murid diibaratkan seperti anak domba yang datang ke tengah-tengah serigala. Gambaran ini juga dipakai dalam Mat 10:16. Bayang-bayang “Ierousalem” – kota Yerusalem yang memusuhi Yesus memang mengancam. Namun ibarat tadi tidak hanya berbicara tentang keterancaman. Domba biasanya tidak dibiarkan sendirian berada di tengah-tengah serigala. Ada gembala yang siap melindungi. Dua sisi ibarat ini patut diperhatikan. Bahaya memang disebut, tetapi ditegaskan pula ada perlindungan meskipun tidak selalu tampak. Oleh karena itu, tak mengherankan bila mereka dinasihati agar tidak membawa kelengkapan pribadi, uang, bekal, alas kaki, jangan menyalami orang di jalan, maksudnya, tak usah mengharapkan diantar. Itu semua tak perlu. Sudah ada yang menyertai. Murid-murid yang 70 tadi, yakni siapa saja yang menjadi murid Yesus, boleh percaya akan disertai wibawa dan kekuatan Elia dan Musa juga. Lebih dari pada itu, dalam menunaikan perutusan mereka, Yang Maha Kuasa sendiri akan memperdengarkan diri-Nya seperti terjadi dalam peristiwa penampakan kemuliaan Yesus di gunung Luk 9:35 “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!” Siapa yang berani mendiamkan firman ini? Inilah kiranya penalaran teologis pengutusan yang hendak disampaikan Lukas.
Maka pergi ke medan kerasulan tanpa bekal dst. sebaiknya dilihat sebagai upaya untuk membuat agar kekuatan-kekuatan tadi makin tampil dengan lebih jelas. Bila murid-murid tidak menyandarkan diri pada kelengkapan sendiri, maka wibawa kekuatan tadi akan makin nyata. Sebetulnya yang diwartakan ialah kekuatan-kekuatan yang dari atas sana itu. Jadi bukanlah semata-mata orang diperintah terjun ke medan kerasulan tanpa bekal. Ini juga tidak riil. Mana pernah ada utusan yang dianggap bisa membawa diri dengan pantas dengan cara itu? Pada zaman ini orang-orang yang dituju, baik yang intelektual, enterpreneur, maupun kaum terpojok dan orang miskin, semuanya sama-sama mau tahu apa pewarta-pewarta Kerajaan Allah bisa membawakan diri dengan pantas dan meyakinkan. Bukan hanya terdorong gairah merasul yang bisa gembos jauh sebelum sampai ke tujuan perjalanan. Kisah ini dikemas Lukas untuk membuat pembaca berpikir mengenai apa itu “pengutusan” (perihal menugasi) dan “perutusan” (keseluruhan tugas) siapa saja yang mengaku murid Yesus. Dalam prakata Injilnya, Lukas berkata, ia menyusun kisah-kisahnya dengan teratur atas dasar penelitian yang seksama sehingga pembacanya yang mencintai Tuhan itu – sang Teofilus – mengerti bahwa yang diajarkan kepadanya itu sungguh benar (Luk 1:3-4). Ancar-ancar hermeneutik yang diberikan Lukas sendiri itu berguna untuk memahami Injilnya, juga bagi pembaca zaman ini.
Membawakan “Damai Sejahtera”
Murid-murid diminta menyampaikan “damai sejahtera” bagi rumah yang mereka datangi. Bila diterima, damai sejahtera itu akan tinggal di sana. Bila tidak, akan kembali kepada mereka. Apa artinya? “Menyampaikan damai sejahtera” itu ungkapan yang diangkat dari tatacara mengirim surat dan menyampaikan pesan lewat seorang utusan. Lazimnya surat mulai dengan rumusan “damai sejahtera” dari pengirim bagi penerima. Masih bisa dilihat pada awal surat-surat Paulus, Yakobus, Petrus, Yudas dan surat kedua Yohanes. Pesan seperti ini perlu dilisankan oleh utusan di hadapan penerima agar isinya menjadi resmi. Bandingkan dengan surat wasiat yang mulai berlaku setelah dibacakan utuh oleh pelaksana di hadapan ahli waris. Warta datangnya dia yang dinanti-nantikan itu baru menjadi resmi bila dilisankan, diperdengarkan, dipersaksikan oleh utusan di hadapan yang dituju. Oleh karena itu peran utusan pembawa berita amat penting. .
Menurut tatacara, setelah berita diterima, utusan akan dijamu. Gemanya ada dalam Luk 10:8. Orang hanya perlu melapor bahwa sudah dijamu. Itu tandanya pesannya diterima baik-baik. Bagaimana bila pesan tidak digubris dan bahkan utusan dipermalukan? Dalam petikan hari ini dipakai ungkapan “salam yang kembali” kepada utusan, disimpan untuk lain waktu. Di sini ada pengajaran yang baru. Murid disuruh mengebaskan debu yang menempel pada kaki (ayat 11). Ini bukan ritual mengutuk atau tindakan simbolik memutuskan hubungan. Yang dimaksud ialah agar utusan tadi tak usah menjelaskan pernah datang di situ tetapi ditolak, tidak dijamu. Kota itu masih diberi kesempatan lain dan tidak langsung dicoret. Jadi salam yang kembali itu nanti bisa disampaikan kembali. Sekarang orang-orang diingatkan saja bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan biar mereka berpikir. Orang dulu memandang kehidupan ini pada dasarnya terancam kekuatan-kekuatan gelap yang siap menerkam. Bila Yang Mahakuasa membiarkan, daya-daya perusak itu akan datang menghunjam. Berpegang pada Kerajaan Allah membuat orang terlindung dari pengaruh jahat tadi. Menolaknya sama saja dengan tidak mencari perlindungan terhadap kekuatan-kekuatan jahat. Kota Sodom yang hancur itu bahkan lebih ringan bebannya. Paling tidak Lot dan keluarganya diselamatkan kecuali istrinya yang menengok ke belakang belum rela melepaskannya (Kej 19:24-28).
Dari bagian kedua petikan hari ini, yakni Luk 10:17-20, dapat disimpulkan bahwa tak sedikit yang menerima baik berita yang disampaikan para murid. Tidak dikatakan mereka berhasil “mempertobatkan” orang. Bukan itu yang penting. Yang mereka ungkapkan ialah kegembiraan mendapati roh-roh takluk kepada mereka. Dan bila ditengok ayat 9, Kerajaan Allah yang sudah dekat itu disampaikan dalam ujud penyembuhan, dalam rupa tindakan membebaskan orang dari pengaruh yang jahat.
Yesus memberi tahu murid-murid bahwa ini semua ini terjadi karena nama mereka terdaftar di surga (ayat 20). Sebagai warga Kerajaan Allah mereka unggul terhadap kekuatan-kekuatan gelap. Dalam kata-kata Yesus, “Iblis jatuh seperti kilat dari langit” (ayat 18), terbanting tanpa bisa bangun lagi. Siapakah “-mu” dalam “nama-mu ada terdaftar di surga” dalam ayat 20 itu? Tentu saja dalam kisah itu rujukannya ialah ke-70 murid tadi. Tapi seperti dijelaskan di muka, yang dimaksud tentunya siapa saya yang merasa menjadi murid Yesus. Jadi siapa saya yang menjadi murid Yesus “namanya ada terdaftar di surga” dan kekuatan-kekuatan gelap takluk. Ini Berita Gembira yang patut dirayakan hari Minggu ini!
Pengutusan Dan Perutusan Gereja
Di dalam pembicaraan di atas dipakai istilah “pengutusan” di samping “perutusan”. Mana yang benar dan sesuai dengan kaidah bahasa kita? Kedua-duanya bentukan yang sahih, tapi maknanya tidak sama. “Pengutusan” ada kaitannya dengan mengutus dan maknanya ialah perihal mengutus. “Perutusan” menyangkut seluk beluk tugas yang dijalankan orang yang diutus, dalam petikan hari ini, tugas mewartakan kedatangan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu, tugas mengabarkan sebentar lagi Yesus akan lewat di situ dalam perjalanannya ke Yerusalem. Bolehkah Gereja merasa mendapat pengutusan dari Yesus? Tentu saja. Seperti dilambangkan dengan 70 orang murid tadi, siapa saja menerima pengutusan, dari zaman Gereja Perdana yang diuraikan Lukas lebih lanjut dalam Kisah Para Rasul hingga masa kini. Manakah perutusan Gereja? Dari dulu hingga kini intinya sama, yakni bersama semua orang yang berkemauan baik, ikut menjauhkan pengaruh-pengaruh jahat dalam pelbagai bentuknya yang terus mengancam kehidupan. Dengan demikian Kerajaan Allah yang mengasalkan Gereja itu makin tepercaya dan makin menjadi ruang hidup yang leluasa.
Salam pekat,
Pastor Yesuit, anggota Serikat Yesus Provinsi Indonesia; profesor Filologi Semit dan Linguistik di Pontificum Institutum Biblicum, Roma.