Rekan-rekan yang baik!
Mrk 3:20-35 (Injil Minggu Biasa X tahun B) mengisahkan bagaimana tokoh Yesus yang dikagumi, diterima, dan diikuti orang banyak itu justru dianggap tidak waras oleh orang-orang yang paling dekat dengannya. Para ahli kitab dari Yerusalem, yakni para ulama yang dihormati, malah beranggapan Yesus itu dirasuki setan. Mengapa begitu? Bagaimana sikap Yesus? Pengajaran mana dapat dipetik dari bacaan Injil kali ini?
TOKOH KONTROVERSIAL…BAGI SIAPA?
Di Galilea, yakni wilayah utara Tanah Suci, Yesus sudah menjadi tenar dan diikuti banyak orang. Ia mampu mengeluarkan roh jahat dari dalam diri orang kerasukan. Ia mahir menyembuhkan orang sakit. Ia berani mendekati orang kusta. Ia mewartakan pengampunan. Ia juga tak canggung mendekati para pendosa. Ia mengajar dengan wibawa, bukan mengulang ajaran-ajaran saleh belaka. Orang banyak ingin mendekat kepadanya. Mereka mencarinya. Mereka dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam diri tokoh Yesus ini. Ia memilih murid-muridnya. Semua ini dikisahkan dalam Mrk 1:16-3:19 yang mendahului petikan kali ini.
Orang-orang yang terdekat dengan dia, anak saudaranya tidak langsung memahami ketenaran Yesus ini. Mereka meragukan apa Yesus yang mereka kenal dari dekat itu masih waras atau sedang keranjingan ketenaran. Ironi! Bagi sanak saudaranya, Yesus ini aneh, kontroversial, mabuk ketenaran, tidak waras, sinting!
Lain lagi para ulama yang khusus datang dari Yerusalem. Memang Yesus sudah terkanal di wilayah utara, di Galilea. Para tokoh di Yerusalem, di pusat keagamaan, curiga. Mana bisa orang dari utara seperti Yesus ini kok bisa membawakan kehadiran Yang Maha Kuasa. Mereka waswas. Jangan-jangan dia dirasuki rajanya para setan untuk mengacaukan pikiran dan hati orang banyak! Bisa jadi ia memakai kuasa roh jahat sendiri untuk menyembuhkan orang kerasukan!
Markus hendak menampilkan dua sikap yang saling berlawanan terhadap Yesus. Di satu sisi ada sikap terbuka, penuh harapan, percaya dari orang banyak. Ini dikontraskan dengan sikap waswas, curiga, dan ragu-ragu kaum ulama dan dari sanak saudara Yesus sendiri. Yang pertama menginsafi kehadiran Tuhan dalam diri Yesus, yang kedua malah menduga yang tidak-tidak.
Pendengar Injil Markus tidaklah diajak untuk langsung mengikuti sikap orang banyak dan mencela sanak saudara Yesus dan kaum ulama dari Yerusalem. Injil mengajak orang untuk memeriksa diri di mana berada. Begitu pula pembaca pada zaman ini diharapkan dapat memahami pesan ini.
JAWABAN YESUS
Dalam menanggapi para ulama yang mencurigainya bertindak dengan kuasa roh jahat, Yesus mengutarakan dua perumpamaan (ayat 24-26 dan ayat 27) diikuti sebuah peringatan keras (ayat 28-29). Marilah kita lihat satu persatu.
Perumpamaan yang pertama menunjukkan bahwa kerajaan yang terpecah dari dalam tentu tidak bisa terus ada. Bila Iblis melawan diri sendiri, tentu kerajaannya akan pecah sendiri. Bila Yesus memakai kuasa roh jahat untuk menyembuhkan orang kerasukan tentunya akan membuat kuasa jahat terbelah. Tapi nyatanya kuasa seperti itu masih ada dan masih ada orang yang butuh disembuhkan. Begitulah kecurigaan para ulama itu tidak masuk akal!
Perumpaam yang kedua menegaskan (ayat 27) bahwa orang kuat tak dapat dirampas hartanya tanpa diikat terlebih dahulu, maksudnya, mengalahkannya sampai tak berkutik. Pendengar waktu itu tentunya faham bahwa Yesus hendak mengatakan bahwa dirinya telah mengalahkan orang kuat tadi. Yesus sudah terbukti lebih besar. Penyembuhan, tindakannya mengeluarkan roh jahat dari orang kerasukan, kesungguhannya mengajarkan keagamaan sejati, keberaniannya untuk mendekati para pendosa, bukankah semua ini justru menunjukkan dirinya lebih besar dari orang kuat dalam perumpamaan tadi? Kuasanya lebih besar dari roh jahat! Jadi kecurigaan para ulama itu keliru belaka.
Sesudah dua perumpamaan tadi Yesus pun menegaskan (ayat 28-29) bahwa dosa dan hujat apa pun bisa diampuni, kecuali hujatan terhadap Roh Kudus. Dosa melawan Roh Kudus tidak bakal terhapus. Injil Markus menjelaskan (ayat 30) mengapa Yesus mengutarakan hal itu. Yesus bertindak dengan kuasa Roh Kudus, tetapi ada yang mau menyebut kuasa ini kuasa roh jahat. Hujatan seperti ini tidak dapat diampuni! Terasa betapa kerasnya penandasan ini. Pendengar Injil diminta sungguh berhati-hati agar tidak menganggap kuasa ilahi Roh Kudus yang ada dalam diri Yesus sebagai kuasa Iblis.
SIAPA IBUKU? SIAPA SAUDARAKU?
Ketika diberitahu bahwa ibu dan saudaranya “berdiri di luar” (ayat 31, 32) dan berusaha menemuinya, Yesus malah bertanya, “Siapa ibuku?” “Siapa saudaraku?” Lalu sambil memandangi orang-orang “yang duduk di sekelilingnya” (ayat 32, 34), ia pun menegaskan bahwa menjalankan kehendak ilahi membuat orang menjadi saudara dan ibu baginya.
Pada awal petikan kali ini (ayat 21) disebutkan bahwa sanak saudara Yesus menganggap Yesus sinting. Mereka tidak mengenali siapa dia sesungguhnya. Mereka tidak peka. Pada bagian awal itu juga lebih dahulu disebutkan bahwa orang banyak datang berkerumun (ayat 20) di dalam rumah tempat Yesus berada. Kedua kelompok orang inilah yang dalam ayat 30-35 ditampilkan kembali sebagai “berdiri di luar” dan “duduk di sekelilingnya”.
Pendengar Injil diajak bertanya di mana sedang berada – duduk di sekelilingnya atau berdiri di luar. Di sini Injil Markus menggarisbawahi perbedaan antara “berdiri di luar” dengan “duduk di sekelilingnya”. Yang hendak disorot bukanlah sikap Yesus terhadap ibu dan saudaranya atau orang banyak, melainkan sikap orang terhadap Yesus.
MENJALANKAN KEHENDAK ILAHI
Pada ayat 35 ditegaskan, kedekatan dengan Yesus itu ukurannya ialah menjalankan kehendak ilahi. Bagaimana menjalankan kehendak ilahi? Ironinya, ungkapan ini kerap dipakai untuk apa saja. Sering orang yang merasa diri saleh beranggapan dapat menentukan inilah kehendak ilahi dan mengharapkan orang lain menerimanya. Memang tugas para ulama menjernihkan kesadaran orang. Akan tetapi di mana batas-batasnya? Sulit. Namun Injil Markus memberi pegangan sudah sejak awal, yakni pada Mrk 1:15 “Saatnya sudah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Menjalankan kehendak ilahi dalam ajaran Injil Markus pertama-tama ialah menerima kehadiran Tuhan di dalam kehidupan ini (“Kerajaan Allah sudah dekat”), dengan selalu mengarahkan diri ke sana (=”bertobat”) dan menerima tulus apa-apa yang dibawakan Yesus kepada orang banyak (“percaya kepada Injil”). Inilah menjalankan kehendak ilahi. Ini pulalah yang menentukan apa orang dekat dengannya atau tetap berada di luar…atau bahkan menolaknya seperti para ulama dari Yerusalem.
Salam hangat,
Kredit Foto: https://antoniobortoloso.blogspot.com/
Pastor Yesuit, anggota Serikat Yesus Provinsi Indonesia; profesor Filologi Semit dan Linguistik di Pontificum Institutum Biblicum, Roma.