Beranda Jendela Alkitab Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Biasa III

Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Biasa III

24 Februari 2024, Bacaan Injil 24 Februari 2024, Bacaan Injil Harian, Bacaan Kitab Suci, Bacaan Pertama 24 Februari 2024, bait allah, Bait Pengantar Injil, Firman Tuhan, gereja Katolik Indonesia, iman katolik, Injil Katolik, katekese, katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Mazmur Tanggapan, Mazmur Tanggapan 24 Februari 2024, Penyejuk Iman, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, pewartaan, renungan harian katolik, Renungan Harian Katolik 2024, Renungan Katolik Mingguan, Sabda Tuhan, Ulasan Kitab Suci Harian, Umat Katolik
Ilustrasi

KABAR GEMBIRA DAN KEHIDUPAN UMAT

Rekan-rekan yang budiman!

Pada hari Minggu Biasa III/C ini dibacakan Luk 1:1-4; 4:14-21, didahului Neh 8:3-5a.6-7.9-11 dan 1 Kor 12:12-30. Berikut ini beberapa pokok yang dapat membantu memahami bacaan-bacaan itu, khususnya Injil.

IBADAT TAURAT DAN MUNCULNYA UMAT TUHAN

Suatu bentuk baru ibadat berkembang dalam masa setelah pembuangan. Unsur utamanya ialah pembacaan Taurat beserta penjelasannya. Ibadat ini lain dari ibadat kurban yang cenderung dipusatkan di Bait Allah di Yerusalem. Pada zaman pembuangan sulit meneruskan ibadat kurban karena Bait Allah runtuh dijarah. Selama masa itu lambat laun berkembanglah ibadat sabda. Ketika Bait Allah dibangun kembali dan ibadat kurban dapat dilakukan lagi, ibadat sabda tetap diteruskan dan bahkan menjadi ibadat yang makin penting dalam masyarakat Yahudi. Bacaan yang dipakai dalam ibadat itu berupa hukum-hukum adat dan agama, cerita-cerita mengenai para leluhur, peraturan-peraturan hidup bersama. Semuanya ini kemudian disusun kembali di kalangan para imam (seperti tokoh Ezra dalam bacaan pertama) dalam ujud Taurat atau kelima Kitab Musa yang memuat serangkai kisah para Bapa Bangsa (Abraham, Ishak, Yakub dan keturunannya), kisah keluaran dari Mesir, kumpulan hukum Sinai, dan perjalanan di padang gurun sebelum memasuki tanah terjanji. Petikan-petikan dari Taurat dibacakan dan dijelaskan di dalam ibadat. Oleh karenanya Taurat akhirnya menjadi kitab yang dikeramatkan. Dikisahkan dalam Neh 8:10-11 bagaimana para pemimpin mengajak umat bersuka cita merayakan pembacaan Taurat. Ibadat seperti ini kemudian dilakukan tiap hari Sabat di sinagoga atau rumah ibadat di mana saja. Setelah bacaan dan penjelasan Taurat menyusul uraian berdasarkan tulisan-tulisan lain yang lambat laun juga diterima sebagai bacaan keramat seperti halnya kitab para nabi. Luk 4:14-21 mencerminkan ibadat Sabat seperti ini. Lukas menceritakan bagian ibadat sehabis petikan dari Taurat dibacakan dan dijelaskan. Dalam kesempatan itu salah seorang dari umat, yakni Yesus, maju untuk membacakan Yes 61:1-2 dan menerapkan nubuat itu kepada dirinya.

Dapat dikatakan, orang Yahudi baru mulai menjadi umat Tuhan setelah mengalami pembuangan. Sebelumnya orang lebih menyadari diri sebagai warga “bangsa terpilih”. Semua unsur kehidupan dibawahkan pada keyakinan ini. Kesadaran religius mereka juga bertumpu pada hal itu. Pukulan sejarah meruntuhkan gagasan ini. Selama pembuangan tokoh-tokoh mereka makin menyadari bahwa gagasan sebagai “bangsa terpilih” perlu ditafsirkan kembali secara rohani sebagai “umat terpilih”. Pengalaman hidup di tengah-tengah bangsa-bangsa lain membuat gagasan itu berkembang menjadi “umat yang dikasihi”, umat yang dikhususkan berkat Taurat. Dalam inspirasinya yang asli, Taurat mengungkapkan pengalaman meniti jalan untuk membangun hidup bersama atas dasar pelbagai kesetujuan (“hukum-hukum”) yang direstui Tuhan. Bagi orang Yahudi Taurat bukanlah sekumpulan hukum dan aturan semata-mata, melainkan ajaran kehidupan. Memang ada kelompok-kelompok yang cenderung menafsirkannya secara ketat sebagai aturan-aturan belaka. Tafsiran itu membuat Taurat menjadi layu dan tidak membuahkan kehidupan batin. Dalam Perjanjian Baru, kaum Farisi digambarkan sebagai satu kelompok seperti itu. Acap kali mereka berhadapan dengan Yesus dan murid-muridnya yang mau menghayati Taurat sebagai ajaran kehidupan.

KABAR GEMBIRA DARI RUMAH IBADAT DI NAZARET

Injil hari Minggu ini menggabungkan pengantar Injil Lukas (Luk 1:1-4) dengan peristiwa Yesus mengajar di sinagoga di Nazaret (Luk 4:14-21). Dari bagian pengantar, jelaslah Injil Lukas ditulis bagi orang yang sudah pernah mendengar mengenai Yesus dan berminat mengenalnya lebih jauh walaupun belum amat yakin akan keistimewaan tokoh ini. Lukas memeriksa dengan seksama bahan-bahan yang diperoleh dari para saksi mata dan para pekabar pertama dan kemudian menyusunnya kembali secara runtut agar pembacanya – Teofilus – sampai kepada kebenaran. Nama itu berarti “yang penuh minat akan hal-hal yang Ilahi”, maksudnya, orang yang ingin mengenali kehadiran Tuhan. Teofilus ialah kita-kita ini juga.

Bacaan Injil hari ini ditempatkan Lukas langsung sesudah peristiwa Yesus dicobai di padang gurun. Di sana ia menangkal pengaruh Iblis dengan kata-kata keramat dari Taurat (Luk 4:4 [=Ul 8:3]; ayat 8 [=Ul 6:3]). Juga ketika Iblis mau menyalahgunakan sabda ilahi (ayat 10-11 [=Mzm 91:11-12]), Yesus membungkamnya dengan firman ilahi dari Taurat (ayat 12 [=Ul 6:16]). Setelah peristiwa ini Lukas meneruskan kisahnya dengan mengatakan bahwa “dalam kuasa Roh” Yesus kembali ke Galilea (Luk 4:14). Di wilayah itu kemudian tersiar kabar mengenai dia yang mengajar di sinagoga-sinagoga. Ini buah pertama dari keteguhannya mempercayai sabda ilahi.

Pada suatu hari Sabat Yesus mengikuti ibadat di sinagoga di Nazaret. Sesudah bagian upacara pembacaan Taurat dan penjelasannya selesai, Yesus tampil dengan memperkenalkan diri sebagai yang dinubuatkan nabi Yesaya (Yes 61:1-2), yakni Mesias membawakan kabar baik kepada orang-orang “miskin” (ay. 18-19). Dalam bahasa Lukas, “orang-orang miskin” ialah mereka yang menderita kekurangan dalam hidup ini, terutama kekurangan material yang juga mengakibatkan kemelaratan batin. Dan sering mereka tidak menyadarinya.

Apa isi kabar baik kepada orang-orang ini? Baiklah ditilik terlebih dahulu suasana setelah nubuat Yesaya itu dibacakan (ayat 20). Lukas menyebut semua seluk beluknya. Yesus menutup gulungan, memberikannya kembali kepada petugas, duduk, sementara itu mata semua orang mengikuti setiap gerak-geriknya dan ketika perhatian orang-orang terpaku, mulailah Yesus memberikan pengajaran. Ia berkata (ayat 21), “Pada hari ini, sewaktu kalian dengarkan, ayat-ayat Kitab Suci ini tergenapi!” Ia menjelaskan siapa dirinya (Yang Diurapi, Mesias), kepada siapa ia datang (“kaum miskin”, yakni orang-orang yang butuh kabar gembira), tiga tugas utamanya: membuat orang dapat kembali kepada Tuhan (tadinya “tawanan” sekarang bebas) sehingga dapat memandangi kehadiran-Nya (tadinya “buta”) dan membuat hati dan pikiran orang lega (tadinya “tertindas”). Dia itu pembawa berita gembira bahwa “tahun rahmat sudah datang”. Dalam tahun rahmat inilah ia hidup di tengah-tengah orang banyak, memberitakan Kerajaan Allah, menghidupkan harapan, menyembuhkan, mengusir setan, memilih murid-murid agar makin banyak orang dapat dilayani. Kehadiran Yesus di antara orang-orang zamannya membuat orang melihat bahwa Tuhan bersedia berada di tengah-tengah manusia. Inilah kabar gembira yang disampaikan kepada orang banyak. Kehadiran orang yang berhasil mengalahkan pengaruh yang jahat, kehadiran orang yang direstui Roh Tuhan sendiri, kehadiran yang memperkaya hidup kita.

MENEMUKAN PEGANGAN HIDUP

Bacaan Injil menunjukkan bagaimana setelah mengalahkan cobaan, Yesus menemukan dirinya makin mampu membawakan Tuhan kepada orang banyak. Juga dalam bacaan pertama terlihat bagaimana umat menemukan diri dekat dengan Tuhan setelah mengalami cobaan besar selama pembuangan. Menemukan diri memberi kegembiraan dan kekuatan. Bukan berarti semuanya akan serba beres. Umat Perjanjian Lama masih akan menghadapi macam-macam persoalan. Masih ada ketegangan dan perpecahan. Tetapi mereka kini memiliki pegangan, yakni Taurat. Juga Yesus segera akan menghadapi ketidakpercayaan orang-orang, bahkan dari orang-orang yang paling dekat dengannya. Tetapi ia mempunyai pegangan. Ia sadar ia diutus Tuhan menghadirkan rahmat. Dan ia hidup untuk itu.

Dalam mengikuti Yesus Kristus, kaum beriman juga dapat makin menemukan diri, baik sebagai orang perorangan maupun sebagai umat. Mengikuti Yesus berarti ikut serta di dalam kehidupannya. Inilah yang menjelaskan mengapa tiap orang memperoleh karunia Roh. Dengan mengikuti cara bicara Paulus dalam bacaan kedua (1 Kor 12:12-30), karunia-karunia dari Roh yang satu itu membangun satu tubuh. Dalam bagian sebelumnya yang dibacakan hari Minggu yang lalu ditegaskan bahwa karunia sejati membangun kesejahteraan bersama, bukan kebesaran orang-perorangan. Pada bagian awal bacaan hari ini ditekankan bahwa karunia ini memungkinkan orang melampaui batas-batas alamiah, seperti kelompok etnik (Yahudi atau Yunani) atau batas-batas sosial (budak atau merdeka), dan seperti diutarakan selanjutnya, perbedaan itu malah mengurangi kecenderungan orang untuk merasa paling penting, paling dibutuhkan dan menonjol-nonjolkan diri. Bila orang dengki dan curiga karena kelompok lain bukan dari “golongan kami”, orang boleh mulai bertanya-tanya, mungkin karunia Roh Kristus belum diterima dengan baik.

Kita juga sedang dalam Pekan Doa Sedunia bagi Persatuan Umat Kristen. Warta Paulus tadi dapat membuat orang makin menghargai keragaman yang asalnya dari Roh yang satu. Keyakinan serta kegembiraan diajak hidup dalam Roh ini membekali orang untuk menghadirkan rahmat di tengah-tengah umat manusia, seperti Yesus sang Mesias sendiri. Inilah kekayaan yang menyatukan semua pengikut Kristus.

Inspirasimu: Bacaan, Mazmur Tanggapan dan Renungan Harian Katolik: Selasa, 25 Januari 2022