Beranda Jendela Alkitab Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Adven I/B

Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu Adven I/B

29 November 2020, Bacaan, Bacaan 29 November 2020, Bacaan Injil 29 November 2020, Hari Minggu Biasa XXXV, Bacaan Injil Harian, Bacaan Kitab Suci, bacaan Pertama 29 November 2020, bait allah, Bait Pengantar Injil, Firman Tuhan, gereja Katolik Indonesia, iman katolik, Injil Katolik, katekese, katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Mazmur Tanggapan 29 November 2020, Minggu Biasa XXXV penyejuk iman, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, pewartaan, Minggu Biasa XXXIV, Renungan Harian Katolik 29 November 2020, Renungan Katolik Harian, sabda tuhan, Ulasan eksegetis, Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu XXXV, Ulasan Kitab Suci Harian, umat katolik, Yesus Juruselamat

KINI DAN DI SINI

Rekan-rekan yang budiman!
Masa Adven menjadi persiapan mendalami makna perayaan tahunan kelahiran sang Penyelamat pada hari Natal. Dia yang lahir dalam kesederhanaan di Betlehem itu sama dengan dia yang akan datang pada akhir zaman dengan segala kemuliaannya nanti. Bacaan Injil Adven I tahun B (Mrk 13:33-37) mengajarkan kewaspadaan agar tidak kehilangan arah ke masa depan ini. Nanti dalam Injil Minggu Adven II dan III, perhatian pada “akhir zaman” berkaitan dengan warta Yohanes Pembaptis. Ia mewartakan baptisan sebagai ungkapan tobat dari pihak manusia; ia juga mempersaksikan baptisan dalam Roh yang dibawakan Yesus. Penekanan pada kesaksian akan karya ilahi ini juga ada dalam Injil Minggu Adven IV yang menampilkan orang-orang yang terdekat dengan Yesus, yakni Maria dan Yusuf. Mereka ini orang-orang pertama yang dengan sederhana dan tulus membiarkan Roh bekerja dalam diri mereka. Dan kita semua, kini dan di sini, dapat ikut menikmati buah keberanian mereka.

WASPADA
Mrk 13:33-37 sebetulnya
memuat dua perumpamaan Yesus mengenai kewaspadaan yang diringkas dan disatukan oleh Markus. Yang pertama terdapat dalam ay. 34, “Keadaannya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penjaga pintu supaya berjaga-jaga.” Pokok perhatian perumpamaan ini terletak pada kesetiaan. Perumpamaan yang kedua tersirat dalam ay. 35: “Maka berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu kapan tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta.” Di sini yang ditonjolkan ialah sikap waspada.

Para pembaca Markus pada zaman dulu mengerti bahwa tuan rumah yang pulang pada malam hari (ay. 35) tidak sama dengan orang yang tadi diceritakan pergi jauh dan mempercayakan miliknya kepada para hambanya (ay. 34). Bukan kebiasaan orang yang merantau untuk kembali pada saat yang tak terduga-duga pada malam hari. Tuan rumah yang disebut dalam ay. 35 itu hanya pergi ke sebuah perjamuan nikah – seperti diberitakan dalam Luk 12:36 – dan akan pulang malam itu juga walau tidak diketahui jam berapa persisnya. Bahwasanya ada dua perumpamaan juga terlihat dari pengolahan terpisah baik di dalam Injil Matius maupun Lukas.

Matius menggarap kembali perumpamaan yang pertama dalam perumpamaan tentang talenta dalam Mat 25:14 dst. Perumpamaan tentang mina dalam Luk 19:11-27 juga ke arah itu walaupun tidak sejelas Matius. Di lain pihak perumpamaan yang kedua dalam Injil Markus tadi lebih terolah dalam Luk 12:36-38. Lukas menaruhnya di dalam rangkaian pengajaran khusus kepada para murid. Mat 24:43b sebenarnya hanya berupa saduran ringkas perumpamaan yang kedua dengan mengalihkan peran hamba-hamba yang mesti berjaga-jaga dengan sikap seorang tuan rumah yang menjaga rumahnya terhadap pencuri yang tak diketahui kapan datangnya.

SETIA DALAM TANGGUNGJAWAB
Seperti dalam perumpamaan pertama, yakni Mrk 13:34, perumpamaan talenta dalam versi Matius mulai pada Mat 25:14 yang menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan rumahnya itu mempercayakan miliknya kepada para hambanya. Markus berhenti di sini dan sisanya dikembangkan oleh pendengarnya. Maka seperti ditemukan dalam Matius, masing-masing hamba disebutkan mendapat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan kata lain, tanggung jawabnya sebanding dengan besarnya tugas tiap orang. Mereka masing-masing diharapkan akan menjalankan pekerjaan yang diberikan pemilik dengan sebaik-baiknya sehingga urusannya tidak terbengkalai walaupun ia tidak ada di tempat. Memang satu ketika ia akan kembali dan memeriksa jalannya urusan yang dipercayakannya tadi. Akan jelas siapa dari para hamba itu yang sungguh dapat dipercaya dan siapa yang sebenarnya tidak layak diserahi urusan. Kesetiaan digambarkan bukan dengan perasaan atau niatan saja, melainkan dengan usaha dan perbuatan nyata. Mereka yang sungguh setia ialah yang berhasil mengembalikan dua kali lipat, maksudnya, berhasil mengembangkan sama dengan besarnya kepercayaan yang telah diberikan tuannya. Mereka akan dijadikan orang merdeka – bukan lagi hamba – dan tetap boleh tinggal di rumah itu. Itulah cara Matius mengembangkan perumpamaan yang dirumuskan Markus dengan amat singkat dalam Mrk 13:34.

Apa warta Mrk 13:34? Seperti ditafsirkan oleh Matius yang kiranya memakai bahan Markus ini, orang diminta agar berani mengembangkan apa saja yang diberikan kepadanya. Tidak dibenarkan sikap merendah dan tak berani berinisiatif karena takut, seperti hamba yang mendapat satu talenta yang malah menyembunyikannya. Ia tidak dapat mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Tenggang waktu menunggu pulangnya sang majikan menjadi kesempatan membangun masa depan tapi bisa juga berarti hilangnya masa depan itu. Membangun masa depan dengan sikap percaya ialah cara menerima kebaikan ilahi yang paling bertanggungjawab. Itulah rahmat dalam kehidupan nyata.

JANGAN LEWATKAN KESEMPATAN EMAS
Mari kita lihat bagaimana Lukas menggarap perumpamaan yang kedua
yang termaktub dalam Mrk 13:35. Diceritakan oleh Lukas seorang tuan rumah yang bepergian ke jamuan nikah pada malam hari dan akan pulang malam itu juga. Harapannya, bila pulang ia akan mendapati hamba-hambanya masih bangun. Hamba-hamba yang didapati berjaga ketika tuannya pulang disebut “berbahagia” dalam Luk 12:37. Tuan itu akan meminta mereka duduk dan ia sendiri akan melayani mereka. Ia akan menghidangkan oleh-oleh dan “berkah” yang dibawanya pulang dari pesta tadi. Jelas tuan tadi memikirkan hamba-hambanya. Bagi orang zaman itu, dan boleh juga zaman kita sekarang, keramahan dan sikap tuan rumah tadi mengherankan. Mana ada majikan yang melayani! Memang tak jarang kita pulang larut malam membawa sesuatu bagi mereka yang bekerja kepada kita, tetapi melayani mereka makan…? Pembaca ayat Lukas itu akan bertanya-tanya demikian. Tetapi ini cara Lukas mengatakan bahwa sang tuan rumah kini tidak lagi menganggap mereka hamba. Perlakuannya mengundang mereka duduk dan menghidangkan makanan itu perlakuan kepada anggota keluarga sendiri. Jadi dalam perumpamaan itu hendak dikatakan bahwa mereka yang didapati berjaga-jaga dan membukakan pintu bagi tuan rumah itu kini menjadi anggota keluarga!

Dalam tafsiran Lukas di atas, nasihat berjaga-jaga agar tidak ketiduran dalam Mrk 13:35 tampil sebagai warta gembira. Ujung pangkalnya ialah kebaikan tuan rumah yang kini memperlakukan hamba-hamba sebagai anggota keluarga sendiri. Adakah yang lebih besar yang dapat diinginkan seorang hamba? Adakah hal lebih membuat orang menyesal bila kesempatan ini berlalu begitu saja karena ketiduran? Dan warta ini tidak hanya ditujukan kepada para murid, tetapi juga seperti disebut dalam ay. 37, diajarkan Yesus kepada semua orang.

PENGLAMAN BATIN EMPAT WAKTU

GUS: Mark, biasanya kau hemat kata, tapi dalam ay. 35 kok malah kausebutkan satu demi satu keempat waktu “ronda”: malam hari, tengah malam, larut malam, dan pagi-pagi buta. Luc dan Matt tidak ikut menyebutnya.

MARK: Ehm! [Lalu pandangannya kembali ke masa silam.] Memang itu dariku sendiri. Gus, tahu kan, saat-saat akhir hidup Yesus diingat dalam empat waktu itu: (1) …setelah hari malam, Mrk 14:17, ia mengadakan perjamuan terakhir ..” lalu (2) menjelang tengah malam ia ditangkap di Getsemani dan langsung di sidangkan di Mahkamah Agama Mrk 14:53; setelah itu (3) sebelum ayam berkokok kedua kalinya, Mrk 14:72, Petrus, orang kepercayaannya, menyangkalnya untuk ketiga kalinya; dan akhirnya (4) – pagi-pagi benar – seperti dalam Mrk 15:1, ia dibawa ke hadapan Pilatus untuk diadili dan akhirnya dihukum mati di salib.

GUS: [Dalam hati, “Mark ngelamun nih!”] Maksudmu?

MARK: Ada di antara para pengikut Yesus dulu yang menantikan kedatangannya kembali seperti hamba-hamba menunggu tuannya pulang pesta sambil berharap nanti bisa mendapat berkah, seperti tafsirmu di atas yang mengikuti Luc tadi. [Menatap tajam lalu menghela nafas.] Tapi kerap itu hanya lamunan!

GUS: [Terhenyak, kok ia tahu yang saya katakan dalam hati tadi.] Jadi sebaiknya melakukan “berjaga-jaga” itu dalam ujud ikut menjalani waktu demi waktu malam harinya Yesus dan menarik hikmat dari kisah itu?

MARK: Saat kedatangan itu hanya Bapa-lah yang tahu (Mrk 13:32). Tapi kita bisa mendapatkan kebijaksanaan memahami siapa dia yang bakal datang pada saat yang tak terduga-duga itu.

GUS: Dan kebijaksanaan itu diperoleh bila kita menyertainya pada saat-saat hidupnya paling sulit seperti ketika mesti berpisah dengan yang murid-muridnya, ditolak kaum tua-tua, disangkal orang terdekat, dihukum mati. Begitukah?

MARK: Itulah maksudnya berjaga-jaga empat waktu tadi.

Bincang-bincang ini makin membuat jelas bahwa masa Adven ialah kesempatan berjaga-jaga agar dapat menyertai Yesus dalam empat waktu tadi. Semua ini terjadi padanya karena ia bersedia menjadi silih bagi seluruh umat manusia. Maka memperingati kelahirannya nanti juga berarti merayakan kedatangan penebus. Ketika hendak saya pastikan hal itu dengan Mark, ia sudah pergi. Kini hanya tulisannyalah yang tertinggal di sini.

DARI BACAAN KEDUA: AKALBUDI DAN KEPERCAYAAN  (1Kor 1:3-9)

Bacaan kedua dipungut dari bagian surat pertama Paulus kepada umat di Korintus yang mengungkapkan rasa syukur Paulus akan kebaikan Tuhan yang telah dinikmati umat. Ungkapan seperti ini sudah lumrah dalam gaya surat-menyurat antara sesama kaum terpelajar yang sama aliran kepercayaannya. Namun demikian, lebih dari sekadar basa-basi, Paulus bersyukur bahwa umat telah diperkaya dengan anugerah ilahi dalam ujud segala macam “perkataan dan pengetahuan” yang termuat dalam kesaksian tentang Kristus di kalangan umat.

Orang-orang Korintus yang menjadi pengikut Kristus berasal dari kalangan Yahudi tetapi yang juga berlatar pendidikan Yunani. Mereka ini orang-orang yang terbiasa berpikir mandiri. Bahkan seperti kaum intelektual waktu itu mereka amat menekankan penalaran, juga menyangkut kehidupan iman. Paulus melihat sikap intelek ini sebagai anugerah ilahi. Sedikit demi sedikit Paulus mengajak umat di Korintus untuk memakai kemampuan akalbudi mereka untuk menyelami misteri kehadiran Kristus. Dengan demikian pengetahuan serta kebijaksanaan mereka akan mendapatkan dimensi spiritual pula. Inilah kekayaan batin yang dianjurkan Paulus agar dikembangkan dengan baik. Di kalangan umat memang ada kecenderungan untuk terlalu mementingkan penalaran individual mengenai iman dan cara mempersaksikannya. Dalam kaitan ini Paulus nanti akan menekankan kebersamaan dalam kesaksian iman di kalangan umat.

Satu hal yang ditonjolkan dalam bagian ini ialah ajakan agar umat memahami kesetiaan ilahi yang menguatkan mereka sehingga nanti mereka sampai dengan “tanpa cacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus” (ay. 8). Yang dimaksud ialah hari kebesaran Tuhan dinyatakan dan saat itulah akan jelas siapa yang “tanpa cacat”, yang utuh, dan bisa berada bersama-Nya dan siapa yang tidak pantas untuk itu. Mereka yang meluangkan daya akalbudi untuk mengenali kehadiran-Nya ialah yang disebut utuh, tanpa cacat.

Warta ini masih berlaku bagi zaman ini. Kemanusiaan sebenarnya dapat terus berkembang juga seandainya kepercayaan kurang diberi tempat. Namun perkembangan ini bakal tidak menjadi kekayaan batin bila tidak mengembangkan dimensi kepercayaan. Juga kepercayaan yang kurang teruji dalam kejernihan nalar akan kabur nilainya dan akan tampil kasar lagipula bisa menimbulkan ketegangan. Ajakan Paulus masih berlaku bagi masa kini pula.

Inspirasimu: Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Minggu XXXIV