Beranda Jendela Alkitab Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam

Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam

0
Ulasan Eksegetis Bacaan Kitab Suci Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam
Ilustrasi: lovinggrace
MENGAPA IA DISEBUT RAJA?

Rekan-rekan yang budiman!
Mat 25:31-46 yang dibacakan pada hari raya Kristus Raja tahun ini menggambarkan bagaimana pada akhir zaman nanti Anak Manusia akan datang sebagai raja untuk menghakimi semua bangsa. Pahala akan diterima oleh mereka yang berbuat baik kepadanya ketika ia lapar, haus, tak ada kenalan, telanjang, sakit, bahkan dipenjara. Mereka yang tak punya kepedulian akan tersingkir. Mereka tidak menyadari bahwa perlakuan kepada salah satu dari saudaranya yang paling hina sama dengan perbuatan terhadapnya sendiri. Bagaimana memahami ajaran Injil yang dibacakan pada hari raya Kristus Raja Semesta Alam tahun A ini? Beberapa hal saya sudah bicarakan dengan Matt sendiri. Karena akan berguna bagi rekan-rekan, berikut ini saya kutipkan balasannya. Ia juga ada pesan khusus pada akhir suratnya. Semoga bermanfaat,

A. Gianto.

=======================================

[…] Gus, pengajaran Yesus ini kutemukan dalam sumber yang tidak dikenal Mark maupun Luc. Juga Oom Hans tidak menyebutnya. Bahan itu kemudian kutaruh bersama dengan beberapa pembicaraan lain mengenai akhir zaman dalam bab 24-25 dengan penyesuaian di sana sini. Juga kusisipkan perumpamaan Anak Manusia memisahkan bangsa-bangsa ibarat “gembala memisahkan domba dari kambing” (Mat 25:32). Yang dimaksud di sini, penghakiman itu tidak terjadi dengan semena-mena. Ia mengenal mereka sebagai gembala mengenal kawanannya satu per satu. Ia tahu siapa yang membiarkan diri diberkati. Seperti domba-domba, mereka ini akan diberinya tempat aman di sebelah kanannya. Tetapi yang menyukai kekerasan – seperti kambing – akan dijauhkannya.

APABILA ANAK MANUSUA DATANG DALAM KEMULIANNYA
Apakah ini ramalan? Sama sekali bukan bila yang dimaksud ialah “pengetahuan gaib tentang masa depan”. Yang hendak disoroti ialah keadaan yang sedang berlangsung kini. Begini, kita biasa memahami masa sekarang sebagai kelanjutan dan akibat peristiwa-peristiwa di masa lampau. Nah, dalam petikan ini semuanya digeser ke depan dan dengan demikian dapat menjadi pengarahan dan harapan. Keadaan sekarang ini dibayangkan sebagai “masa lampaunya” kejadian “kelak”. Namun pengertian kami mengenai jalannya sejarah tidak seperti mesin, bila begini pasti begitu. Kami justru melihat adanya unsur pokok yang tidak dikuasai hukum-hukum perjalanan waktu, yakni kehadiran Yang Ilahi. Kehadiran-Nya bisa memberi arah baru pada sejarah kemanusiaan dengan cara-cara yang tidak kita duga sama sekali. Baru kita sadari setelah terjadi. Dan yang kalian dengarkan hari ini ada dalam arah itu. Kehadiran Yang Ilahi itu dibicarakan dengan memakai gagasan tampilnya “Anak Manusia” dalam kemuliaannya tapi yang tidak langsung dikenali. Orang bertanya “Kapan kami melihatmu…?

“Anak Manusia” di sini berhubungan erat dengan yang sosok yang digambarkan dalam Dan 7:13. Di situ Daniel melihat ada sosok yang “seperti anak manusia” datang mengarah kepada Yang Mahakuasa untuk menerima kuasa atas bumi dan langit. Lihat, kuasa ini diberikan bukan kepada malaikat, atau makhluk ilahi, melainkan kepada tokoh yang memiliki ciri-ciri sebagai manusia itu. Dikatakan bahwa ia “mengarah” ke Yang Mahakuasa. Dia melambangkan kemanusiaan yang terbuka bagi keilahian, tidak menutup diri atau malah mau menyainginya. Semua ini ikut disampaikan dalam pengajaran Yesus dalam petikan Injil hari ini. Anak Manusia tampil sebagai dia yang kini menduduki tahta kemuliaannya tetapi tetap mengarahkan diri kepada Yang Mahakuasa. Dalam ay. 34 ia malah terang-terangan menyebut-Nya sebagai Bapa yang telah menyiapkan tempat bagi mereka yang diberkati.

Dalam bahasa yang dipakai Yesus, bahasa Aram, ungkapan “anak manusia” itu ungkapan sehari-hari dan artinya sama dengan “manusia”, tapi dengan penekanan pada sifatnya sebagai makhluk di hadapan Pencipta. Dalam alam pikiran kami, seluruh umat manusia itu makhluknya Yang Mahakuasa. Yesus beberapa kali merujuk pada dirinya sendiri sebagai “Anak Manusia”. Ia hendak mengatakan, ia tahu tempatnya sebagai manusia di hadapan Pencipta. Hidupnya berasal dari Dia. Karena itu, Yesus mengajarkan bahwa Sang Pencipta dapat dipanggil sebagai Bapa. Coba ucapkan doa Bapa Kami – di situ terpeta siapa Dia yang dapat dipanggil Bapa tadi.

Ingat kisah pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias – Yang Terurapi – Anak Allah yang hidup (Mat 16:16)? Tetapi kemudian Yesus melarang murid-muridnya memberitahukan kepada siapa pun bahwa ia Mesias (16:20). Ia malah berbicara mengenai penderitaannya; ia bakal ditolak, dibunuh, tetapi akan dibangkitkan pada hari ketiga (16:21). Kata “ia” yang kupakai di situ menjelaskan makna ungkapan aslinya, yakni “Anak Manusia”, yang ada dalam tulisan Mark yang menjadi sumberku (Mrk 8:31). Luc malah menampilkannya jelas-jelas dalam ujud kutipan langsung (Luk 9:22). Yesus ingin agar murid-muridnya mengerti terlebih dahulu bahwa kemesiasannya itu hanya berarti bila disertai pengakuan diri sebagai makhluk di hadapan Pencipta. Juga baru dengan demikian ia dapat tampil sebagai Mesias yang senasib sepenanggungan dengan manusia.

SEMUA BANGSA AKAN DIKUMPULKANNYA
Kau bertanya apakah “semua bangsa” dalam Mat 25:32 merujuk kepada seluruh umat manusia, seperti kerap ditafsirkan. Terus terang bukan itulah yang kupikirkan. Kau tahu kan, istilah ini berasal dari tradisi Perjanjian Lama. Di situ “bangsa-bangsa” ialah mereka yang tidak termasuk “umat Allah”, yakni yang bukan orang Yahudi. (Bdk. Mat 24:14, juga 28:19 yang kaubicarakan bagi Pesta Kenaikan Tuhan.) Tetapi di kalangan kami juga timbul pertanyaan yang mengusik batin. Dapatkah “bangsa-bangsa” itu ikut masuk hidup abadi? Atau mereka tak masuk hitungan? Memang kami beruntung karena jadi bangsa terpilih, tapi kami kan tak boleh melupakan orang lain.

Menurut Yesus, keselamatan “bangsa-bangsa” itu bergantung pada perlakuan mereka kepada sang raja ketika ia lapar, haus, tak ada tumpangan, telanjang, sakit, dipenjara. Tapi ketika mereka bertanya kapan mereka ada kesempatan berbuat demikian terhadap dia, sang raja menjawab, yang kalian perbuat terhadap “salah seorang (saudaraku) yang paling hina ini” (ay. 39 dan 45) sama dengan yang kauperbuat terhadapku. Maksudnya orang yang termasuk kaumnya sang raja, termasuk bangsa terpilih. Yesus tidak menghapus tradisi mengenai bangsa terpilih, tetapi malah mengembangkannya. Jawaban ini genial. Mereka yang di luar lingkungan bangsa terpilih dapat ikut menikmati keselamatan bila mereka menghargai yang paling kecil dari bangsa terpilih tadi.

Penting kalian ketahui, pembicaraan tadi ditujukan terutama kepada kami, yakni para pengikut Yesus yang berasal dari lingkungan Yahudi, yang merasa lebih beruntung daripada “bangsa-bangsa”. Mereka sendiri bukanlah pendengar yang dimaksud. Karena itu janganlah petikan ini ditafsirkan sebagai imbauan kepada mereka agar berbuat baik kepada orang seperti kami, berikut janji pahala dan ancaman hukuman. Yesus bukan guru yang naif. Sapaannya itu sebenarnya diarahkan kepada kami yang merasa sudah mengikuti dia. Ia mau berkata, bangsa-bangsa itu akan ikut selamat bila kalian membiarkan diri menjadi jalan bagi mereka. Hiduplah menurut kehendak Bapa, jadilah “saudaraku” yang sungguh, sehingga orang luar – “bangsa-bangsa” itu – dapat melihat integritas kalian dan memperlakukan kalian dengan baik.

Terlihat betapa manusiawinya ajaran Yesus itu tapi juga betapa luhurnya Anak Manusia yang mengajarkan semua ini. Tak heran ia disebut Raja semesta alam! Inilah corak universal ajarannya. Seperti dikisahkan teman kita Luc, komunitas pengikut Yesus diperkaya dengan ikut sertanya “bangsa-bangsa”, yakni orang-orang seperti Kornelius dan orang-orang yang mendengarkan pewartaan Paul di mana-mana.

SARAN DAN PESAN
Bukan maksudku mengajak kalian memandangi zaman dulu saja. Aku tahu kalian memahami diri sebagai umat Allah yang baru. Begitu kan teologi Gereja kalian? Konsekuensinya, kalian diharapkan berani menjadi “saudara”-nya Yesus, sekecil apapun. Bisakah kalian menerima kenyataan Sabda Bahagia? Kalau ya, teruskan, dan kalian akan menjadi jembatan emas bagi “bangsa-bangsa” di zaman kalian. Terus terang sampai hari ini aku masih gelisah memikirkan apa nanti akan ada yang terpaksa perlu ditempatkan di sebelah kiri dan dienyahkan. Bila ya, artinya kami gagal membuat pihak-pihak lain melihat bahwa kepercayaan yang kami hayati itu patut mereka tanggapi baik-baik. Kami juga akan merasa kurang mampu menunjukkan diri betul-betul saudara raja tadi. Gus, mintakan pertolongan rekan-rekan, tutuplah kekurangan kami di masa lampau dengan yang bisa kalian buat sekarang. Dan kami akan lebih tenang. Kalian itu sambungan hidup kami!

Ini juga penghabisan kalinya Injil Matius kalian bacakan pada hari Minggu. Gus, terima kasih telah berusaha menguraikan kisah-kisahku tentang Yesus bagi orang zaman ini. Tidak perlu kita selalu sekata mengenai semua hal. Bila begitu nanti khazanah Injil malah tidak tertimba. Bila dua ahli Kitab saling mengulang, apa yang bisa dituai pendengar? Itu itu juga! Kita kan dididik berani memasuki liku-liku teks agar semakin diperkaya dalam berinteraksi dengannya. Dan teksnya sendiri akan mekar jadi indah. Bila begitu peneliti teks boleh berkata, dalam bahasa Yunani, “mathēteutheis” (Mat 13:52), artinya, “telah memperoleh hikmat pengajaran”. Ah, tak usah menduga-duga apa bunyi kata itu mau mengingatkan nama resmiku, “Maththaios”.

Mulai Minggu depan kalian akan lebih sering mendengarkan Mark. Juga Oom Hans akan beberapa kali datang. Mark itu hemat kata. Ia mengikhtisarkan ceramah-cermah Petrus di Roma bagi pendengar yang ingin tahu siapa Yesus Kristus itu. Luc dan aku sendiri berhutang banyak kepada Mark. Dan juga Oom Hans, meski beliau baru menerbitkan bukunya setelah kami semua selesai menulis! Kalian pasti akan belajar banyak dari mereka berdua. Dan engkau sendiri masih akan menulis tentang mereka kan?

Selamat tinggal! Sampaikan salam kepada rekan-rekan di Internos,
Matt