BANYAK kegiatan telah dilaksanakan selama Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) ke-6. Kota Makassar dan Tana Toraja di Keuskupan Agung Makassar menjadi tuan rumah kegiatan akbar tingkat nasional ini, Minggu, 26/5-Minggu, 2/6. Selain Badan Pengurus Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komsos KWI), hadir juga 23 utusan Komisi Komsos Keuskupan di Indonesia. Tema yang diusung adalah “Kita Adalah Sesama Anggota: Berawal dari Komunitas Jejaring Sosial menuju Komunitas Insani”.
Selama proses kegiatan PKSN tersebut, tim publikasi mendapat kesempatan mendengarkan refleksi dari salah satu anggota Badan Pengurus Komisi Komsos KWI, yaitu Errol Jonathans. “Yang kita dapatkan dalam PKSN 2019, khusus terkait konteks media sosial, sangat diharapkan para pegiat Komsos,” ungkapnya. Pasalnya, kegiatan ini mengajak peserta untuk pertama-tama mengenali dulu dasar dari seluruh aktivitas media, yaitu ilmu komunikasi atau ilmu publisistik.
Kemudian, lanjut Errol, jangan melupakan juga kekuatan dari media-media mainstream atau media arus utama. Alasannya, dalam arus perkembangan yang demikian pesat, di belahan bumi mana pun, bahkan di negara maju, yang namanya media mainstream ini masih sangat eksis. Media mainstream hari ini lebih terhormat lagi karena dianggap sebagai validator semua berita bohong (hoaks). “Artinya, sekarang ini semakin hebat media sosial itu malah membuat media mainstream menjadi semakin kokoh. Ia menjadi tempat rujukan, tempat mengecek berita ini-itu benar atau tidak,” jelas Errols.
Menurut Direktur Utama Suara Surabaya Media ini, kita jangan terpukau dengan teknologi yang maju, lalu kita meninggalkan kemampuan dan kompetensi kita dalam menangani media mainstream. Akan tetapi, tentu saja harus mengikuti komunikasi, telekomunikasi, dan ke-media-an hari ini yang berbasis pada digital. “Sebaliknya, kita bisa memanfaatkan dunia digital itu untuk menutupi kelemahan dan melengkapi media mainstream, terutama dalam distribusi, deseminasi, dan penyebarannya,” tuturnya.
Oleh karena itu, Errol berpesan agar sebagai pegiat Komsos, semua pihak yang terlibat di bidang media mesti melihat bahwa kondisi ini merupakan tugas yang sangat berat. Menurutnya, ada tiga alasan mendasar mengapa Komsos mengemban tugas yang berat. Pertama, Komsos adalah public relations (PR) Gereja Katolik, baik di level paroki, level keuskupan maupun level Konferensi Waligereja. “Setidaknya, Komsos juga menjadi tempat orang/umat mendapatkan informasi dan sebagai fungsi humas.”
Kedua, Komsos merupakan pendokumentasi berbagai macam aktivitas Gereja, mulai dari paroki, keuskupan hingga tingkat Konferensi Waligereja. Dengan begitu, personel-personel Komsos harus mulai memikirkan aspek pendokumentasian dalam berbagai bentuk, foto, teks sampai video, dan dokumentasi lainnya.
Ketiga, fungsi Komsos yang terpenting adalah strategi komunikasi, baik dari atas/pemimpin maupun komunikasi dari umat ke atas. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama Komsos tersebut memperlihatkan bagaimana menjadi pendominasi aktivitas komunikasi dan informasi. Sehingga yang terpenting dengan adanya Komsos, semua saling tahu, saling mengerti, dan semua bisa menjadi wadah untuk saling berkomunikasi. Itulah harapan kepada Komsos, terutama dalam perkembangan dunia komunikasi sosial sekarang ini.
“Kita tentu tidak sepakat bahwa Komsos hanya sebagai tukang foto atau Komsos adalah bagian dokumentasi saja. Seharusnya, Komsos diajak untuk memikirkan bagaimana strategi komunikasi yang terbaik, misalnya untuk generasi yang akan datang,” jelas Errol.
Dengan banjirnya informasi saat ini, maka menjadi sah, bahkan keharusan, bagi para pegiat Komsos untuk ikut membanjiri dan terlibat. Terlebih lagi, kalau para pegiat Komsos ini bisa menjadi sumber-sumber alternatif atau tempat validasinya. Atau mungkin, Komsos juga bisa menjadi penangkal informasi-informasi yang tidak benar.
Sering kali banyak desas-desus di kalangan umat. Misalnya, tentang paroki, tentang pastornya atau yang lain. “Di sinilah tugas Komsos untuk memberi validasi dan membentengi. Komsos dalam hal ini adalah frontliner, garda terdepan komunikasi dan informasi,” demikian Errol. (RBE)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.