Beranda KWI KOMSOS KWI Trik agar Kotbah Romo Berhasil Dimengerti Umat

Trik agar Kotbah Romo Berhasil Dimengerti Umat

2
Trik agar Kotbah Romo Berhasil Dimengerti Umat

TIDAK mudah memang agar apa yang kita sampaikan berhasil ditangkap oleh para pendengar atau audiens yang datang dari berbagai latar belakang (heterogen).

“Ini berat. Dalam pengalaman saya, saya tidak pernah menemukan formula yang tepat. Namun saya akan selalu melihat kelompok mayoritas. Jadi yang menjadi perhatian saya adalah yang paling banyak dalam kelompok itu siapa, orang tua, dewasa, atau anak-anak,”ujar Pakar Komunikasi Errol Jonathans di hadapan para frater Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Maumere, Flores, NTT, Sabtu (3/10/2015).

Menurut Errol, ini memerlukan waktu persiapan sebelum kita berbicara. Pembicara, kata Errol, bisa melakukan identifikasi terlebih dahulu siapa saja audiensnya. Bisa dengan cara macam-macam, misalnya untuk para romo atau frater bisa berdiri di halaman gereja untuk menyapa umat, atau melakukan hal lain.

Para frater Seminari Tinggi St.Petrus Ritapiret, Maumere, Flores, NTT mendengarkan peparan dalam Pelatihan Public Speaking, Sabtu (3/10/2015) / Foto : Retno Wulandari - Dok. Komsos KWI
Para frater Seminari Tinggi St.Petrus Ritapiret, Maumere, Flores, NTT mendengarkan peparan dalam Pelatihan Public Speaking, Sabtu (3/10/2015) / Foto : Retno Wulandari – Dok. Komsos KWI

Selanjutnya, agar apa yang disampaikan terutama saat kotbah atau homili mendapat perhatian, Errol menyarankan agar pastor menyamakan dulu field of experience dan field of reference. “Berbicara dengan audiens orang tua akan berbeda dengan audiens yang rata-rata anak-anak. Lemparkanlah hal-hal yang terkait dengan pengalaman mereka. Hal ini untuk menciptakan bounding yang dapat membuat mereka masuk pada pembicaraan yang akan kita bicarakan,”ujar Errol.

Errol mengakui bahwa Ini memang agak sulit untuk hal-hal serius seperti misalnya bila kita hendak membicarakan hal-hal yang bersifat teologis. Namun hal itu bisa diatasi dengan dengan memulai masuk pada fakta-fakta yang mereka hadapi.

“Untuk itu beranilah menatap mata audiens. Ini sekaligus untuk menunjukkan bahwa kita percaya diri,”tegas Errol. Teknik ini menurut Errol juga untuk mengetahui apakah audiens menerima dan mengerti apa yang kita sampaikan. Jika Anda naik di atas mimbar, jangan langsung berbicara, tapi sapulah seluruh audien dengan pandangan, biarkan terjadi proses pengendalian, kata Errol.

2 KOMENTAR

  1. Setahu saya, awam bodoh ini, pastor itu bukan public speaker atau motivator/penjual obat yang pakai trik-trikan. Para rasul tidak pernah dilatih oleh Yesus menjadi public speaker. Tapi Roh Kudus lah yang membuat mereka semua berani berbicara dan mengabarkan Injil demikian juga para santo, Bukankah tugas utama para pastor itu mempertobatkan orang dan membaptis mereka ? atau sudah berganti profesi menjadi motivator atau psikolog ? Semua sia-sia, jika frater tidak punya motivasi untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dan membaptis orang menjadi Katolik. Motivasi ini adalah panggilan Tuhan sejak awal untuk imamat seorang pastor dan dengan rahmat Roh Kudus, walaupun dia tidak pandai bicara, banyak orang yang akan bertobat. Inilah yang dikehendaki Tuhan, seorang hambaNya yang rendah hati, bukan seorang public speaker yang hebat yang bisa jatuh kedalam kesombongan diri.

    in cruce salus +

    • @tonnys, pertama-tama kami mengucapkan terima kasih atas sumbangan pemikiran yang berguna bagi perkembangan Gereja. Perlu diketahui bahwa keberadaan Komisi-Komisi di Kantor Konferensi Waligereja Indonesia mempunyai misi yang tidak lain adalah melakukan animasi kegiatan sesuai dengan bidang tugasnya bekerja sama dengan komisi-komisi di tingkat Keuskupan. Komisi Komunikasi Sosial (KOMSOS) KWI, misalnya, bertugas untuk melakukan animasi di bidang kerasulan komunikasi dalam berbagai bentuknya. Salah satunya adalah mengadakan workshop menulis atau public speaking bagi kaum awam dan para imam termasuk calon-calon imam yang saat ini sedang dalam proses pembinaan. Gereja Katolik sungguh menyadari bahwa perkembangan zaman telah ikut mempengaruhi perubahan cara berpikir dan bertindak serta kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan zamannya. Maka, Gereja juga perlu bertindak secara sungguh-sungguh, yakni dengan menyiapkan para Imam dan Kaum awam, pegiat pastoral Komunikasi agar memiliki kemampuan yang terlatih dengan baik untuk menjawabi kebutuhan zaman.

Komentar ditutup.