MIRIFICA.NET – Badan Pelayanan Nasional Pembaruan Karismatik Katolik Indonesia (BPN PKKI) telah menyelenggarakan Temu Romo Moderator Badan Pelayanan Provinsi Gerejawi (BPPG) dan Badan Pelayanan Keuskupan (BPK) se-Indonesia di Legian Beach Hotel pada tanggal 20-21 April 2022. Pertemuan yang diikuti 28 romo moderator dan 1 orang suster pendamping komunitas PKK tersebut dibuka oleh Bapa Uskup Keuskupan Denpasar Mgr. Silvester Tung Kiem San, dan ditutup oleh Bapa Uskup Keuskupan Malang Mgr Hendrikus Pidyarto selaku Episcopal Advisor BPN PKKI. Rm. Steve Winarto, Pr selaku romo moderator BPN PKKI mengungkapkan bahwa temu moderator itu diselenggarakan untuk 1) saling merangkul dan mengakrabkan diri, 2) membentuk tim kerja para romo moderator yang solid dengan suasana keterbukaan, kerjasama dan kekompakan, serta 3) meningkatkan pelayanan menjadi semakin maksimal dan berkualitas. Kegiatan tersebut berlangsung dalam bentuk perayaan Ekaristi, presentasi, adorasi Sakramen Maha Kudus dan pencurahan Roh Kudus, diskusi dan presentasi kelompok, pembahasan dan penyimpulan.
Pada perayaan Ekaristi pembukaan, Mgr San mengingatkan para romo moderator mempunyai kewajiban untuk memberi kesaksian kepada saudara-saudari yang tidak merasakan lagi kehadiran Tuhan dalam hidupnya, karena kesulitan dan penderitaan yang mereka hadapi. Para romo harus memberikan kesaksian tentang pentingnya Ekaristi bagi mereka di mana kehadiran Kristus dapat dikenal dan dialami lebih dekat.
Dalam presentasinya, Budi Sutedjo selaku koordinator BPN PKKI memaparkan kilas balik sejarah Pembaruan Karismatik Katolik (PKK) dunia dan Indonesia, retret formatio berjenjang PKK yang dirumuskan pertama kali antara tahun 1983-2003 yang merupakan bentuk evangelisasi berkelanjutan mulai dari 1) Hidup Baru dalam Roh Kudus, 2) Pertumbuhan dalam habitus hidup baru, 3) Dasar Kedewasaan Kristiani, 4) Penyembuhan Luka, 5) Karunia dan Karisma, 6) Nubuat dan Sabda Pengetahuan, 7) Discernment in the Spirit, 8) Deliverence, 9) Kepemimpinan Rohani, 10) Berjalan Bersama Pemimpin, 11) Puji-pujian, 12) Kursus Evangelisasi, 13) Pelayanan Kristiani, 14) Pemuridan dan 15) Buah-buah Roh Kudus. Adapun persekutuan doa (PD) PKK merupakan sarana bertumbuh orang- orang yang mengalami hidup baru dalam Roh Kudus.
Pada kesempatan itu, Budi menjelaskan visi kepengurusan BPN PKK1 periode 2021-2024, yaitu “Sahabat Kristus dalam Ketaatan Kepada Bapa” yang mendasari rumusan misi: 1) menjadi sahabat lintas generasi, 2) menjadi sahabat dalam keberagaman, 3) menjadi sahabat dalam menghidupi dan menghidupkan kekhasan, karakter dan kekayaan Gereja Katolik, 4) menjadi sahabat dalam melanjutkan proses kaderisasi dan regenerasi.
Budi juga mengungkapkan bahwa Kardinal Suenens pernah berkata: “Semoga PKK menghilang begitu saja dan diubah menjadi rahmat Pentakosta bagi seluruh Gereja: untuk setia pada asalnya, sungai harus kehilangan dirinya sendiri di lautan”. Kardinal Suenens mengingatkan: “Kesalahan pertama yang harus dihindari adalah memasukkan PKK dalam kategori Gerakan. Pembaruan ini bukan Gerakan tertentu dalam pengertian sosiologis umum; PKK tidak memiliki pendiri, tidak homogen dan mencakup berbagai macam realitas; PKK itu adalah arus rahmat, nafas Roh yang memperbarui bagi semua anggota Gereja, awam, religius, imam dan uskup.” Jadi keanggotaan dalam PKK itu bersifat terbuka dan tidak mengikat bagi siapa saja untuk menjadi anggota tetap dalam PD PKK hanya untuk menimba dan mengalami arus rahmat tersebut. Siapa saja dapat mengikuti retret formatio berjenjang itu, lalu ia membawa semangat baru yang dikobarkan Roh Kudus dalam dirinya kepada komunitas dan parokinya. Para romo dapat meminta kepada tim PD PKK di parokinya untuk menyelenggarakan retret-retret PKK secara berkesinambungan, sehingga seluruh umat dapat mengalami hidup baru dalam Roh Kudus dan bertumbuh imannya untuk menghadapi berbagai tantangan jaman dalam upaya mengembangkan keluarga dan gereja.
Budi memaparkan bahwa Paus Fransiskus mengungkapkan dalam sambutannya untuk Pembaruan dalam Gerakan Roh Kudus (2015) bahwa orang-orang (pria dan wanita) yang diperbarui setelah mereka menerima rahmat Pembaptisan dalam Roh, maka mereka bersemangat untuk menghidupkan persekutuan, komunitas kovenan, sekolah pembinaan, sekolah evangelisasi, kongregasi religius, komunitas ekumenis, komunitas bantuan kepada orang miskin dan yang membutuhkan sebagai buah dari rahmat tersebut. Oleh karena itu, Paus Fransiskus mendorong agar diselenggarakan seminar- seminar hidup baru dalam Roh Kudus (SHDR) bagi saudara-saudari yang hidup di jalanan, juga bagi saudara-saudari yang terpinggirkan oleh begitu banyak penderitaan dalam hidup. Dalam retret imam sedunia 2015, Paus Fransiskus juga meminta para imam untuk mengadakan SHDR di parokinya.
Selanjutnya, pertemuan hari pertama di akhiri dengan adorasi Sakramen Maha Kudus dan pencurahan Roh Kudus yang dipimpin Rm. Steve Winarto, Pr. Para Romo diajak untuk mengalami pencurahan Roh Kudus yang dilakukan di hadapan Sakramen Maha Kudus, seperti yang dialami oleh para mahasiswa dari universitas Duquesne Amerika pada tahun 1967 yang menjadi tonggak sejarah lahirnya PKK.
Pada hari kedua, Rm. Steve mengetengahkan topik diskusi tentang pelayanan yang bertumbuh dan berbuah. Para romo moderator diajak untuk merefleksikan komunitas BPK yang didampinginya. Apakah komunitas BPK tersebut bertumbuh tetapi tidak berbuah, bertumbuh dan berbuah, atau bertumbuh dan berbuah lebih banyak? Selain itu, Rm. Steve mengajak para romo untuk merumuskan kompetensi, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang seharusnya dimiliki seorang romo moderator. Selanjutnya, para romo melakukan diskusi kelompok yang dibagi berdasarkan kelompok provinsi gerejawinya masing-masing.
Dalam ulasannya menanggapi hasil diskusi para romo moderator, Mgr. Pidyarto mengingatkan bahwa romo moderator ditunjuk uskup tidak hanya untuk hal-hal yang terkait dengan surat-surat ijin semata. Para romo perlu untuk mendalami discretio, agar para romo dapat membedakan Roh yang bekerja dan dapat mengarahkan orang-orang yang “disentuh” Roh Kudus dan mengalami “pertobatan kedua”. Mereka tampak mengalami kemajuan rohani yang pesat, khususnya dalam berdoa dan
membaca kitab suci, tetapi tidak sedikit yang mengalami ekses. Oleh karena itu, dibutuhkan peran romo moderator untuk mendampingi dan mengarahkan mereka. Dalam hal penggembalaan kepada umat yang mengalami pembaruan hidup, maka para romo perlu terus menerus mendalami tentang Pneumatologi, Karismata, Kepemimpinan Rohani, serta Kitab Suci. Selain itu, para romo perlu terus mengingatkan umat bahwa devosi pribadi harus dipusatkan pada Ekaristi.
Terkait dengan pengembangan keterampilan public speaking, maka Mgr. Pidyarto berpendapat bahwa keterampilan itu perlu ditingkatkan, tetapi homili atau renungan (di PD PKK) harus dipersiapkan dengan baik. Jangan sampai public speaking-nya bagus, tetapi homilinya kurang “berisi”. Mgr. Pidyarto juga memberikan catatan terkait kemampuan public speaking saat homili pada misa penutup Temu Moderator bahwa ada pengkotbah atau orator hebat, tetapi menyesatkan. Lebih baik pengkotbah biasa tetapi mewartakan kebenaran.
Di sisi lain, Mgr. Pidyarto juga mengajak dan mendorong para musisi Katolik untuk menciptakan lagu-lagu pop rohani Katolik untuk digunakan dalam PD PKK, karena syair lagu selain mengungkap pengalaman iman sang musisi, juga mencerminkan teologi Gereja. Selain itu, Mgr. Pidyarto juga mengingatkan tentang pentingnya aspek inkulturasi di tengah keberagaman budaya di Indonesia dalam penciptaan lagu.
Di akhir acara, para romo mengungkapkan kesan-kesannya dalam mengikuti temu moderator tersebut, bahwa 1) dirinya merasa disemangati kembali; 2) para romo tidak hanya menjadi pendengar, tetapi diberi kesempatan untuk saling berbagi pengalaman; 3) para romo merasakan kelepasan dari beban dan bersukacita karena mereka masing-masing didoakan secara khusus saat pencurahan Roh Kudus; 4) mereka mendapatkan banyak inspirasi untuk pengembangan komunitas PKK di wilayahnya secara kreatif dan inovatif; 5) para romo merasakan Roh Kudus berhembus dan 6) mereka terkesan dengan kerja keras panitia.
Acara temu moderator tersebut ditutup dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Pidyarto. Perayaan Ekaristi itu sekaligus juga membuka rangkaian rapat kerja pleno kecil BPN PKKI yang berlangsung pada tanggal 21-24 Mei 2022 di tempat yang sama. (penulis: Tim BPN PKKI)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.