Tanggapan KWI terhadap Instruksi Ad Resurgendum cum Christo
KONGREGASI untuk Ajaran Iman Vatikan telah mengeluarkan sebuah pedoman berjudul “Ad Resurgendum cum Christo” (Untuk bangkit bersama Kristus). Publikasi resmi dokumen tersebut pada tanggal 25 Oktober, setelah sebelumnya dikonsultasikan dan disetujui oleh Bapa Suci Paus Fransiskus pada Maret 2016.
Dalam pedoman baru tersebut dikatakan bahwa selama 2.000 tahun lebih sejarah, Gereja Katolik hanya memperbolehkan pemakaman orang mati. Alasannya adalah praktek pemakaman merupakan cara terbaik untuk mengungkapkan harapan Kristen akan kebangkitan. Tapi pada tahun 1963, Vatikan secara eksplisit memperbolehkan dilakukannya kremasi asalkan tidak bertentangan dengan iman Katolik akan kebangkitan.
Ditegaskan pula bahwa penguburan tetap merupakan cara terbaik sambil menjabarkan pedoman hal-hal terkait kremasi yang saat ini dirasakan semakin menjadi kebutuhan umat Katolik.
Pedoman baru menyebut bahwa kremasi diperbolehkan untuk melawan apa yang disebut “ide-ide baru yang bertentangan dengan ajaran iman dalam Gereja” yang muncul sejak 1963, termasuk ide-ide New Age tentang kematian sebagai “pembebasan definitif” dari penjara tubuh.
Dokumen yang ditandatangani oleh Perfek Kongregasi untuk Ajaran Iman Kardinal Gerhard Mueller terdiri dari 8 instruksi penting berkaitan dengan ajaran Gereja tentang kebangkitan badan, pemakaman, kremasi bagi yang sudah meninggal.
Para uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyetujui semua yang diinstuksikan oleh Tahta Suci Vatikan. Sikap para uskup Indonesia tertuang dalam keputusan sidang tahunan yang telah dilaksanakan 31 Oktober-10 November 2016. Mereka memberikan catatan khusus terhadap pedoman “Ad Resurgendum cum Christo” nomor 6 yang berbunyi: ” Untuk alasan di atas, penyimpanan abu di rumah TIDAK diperbolehkan. Hanya pemakaman atau tempat tertentu tergantung kondisi budaya setempat, atas keputusan para uskup dalam Konferensi Waligereja atau Sinode Para Uskup Gereja-gereja Oriental, boleh ada pengecualian”.
Terhadap poin nomor 6 ini, sikap para uskup Indonesia agak lunak. Mereka memberi wewenang kepada setiap uskup di wilayahnya masing-masing untuk memberikan keputusan apakah diperbolehkan atau tidak abu kremasi disimpan di rumah kediaman. Adapun keputusan sidang para uskup Indonesia berkaitan dengan penyimpanan abu jenazah di rumah adalah sebagai berikut: “Uskup setempat dapat memberi izin untuk menyimpan abu jenazah di tempat yang layak di rumah tinggal asalkan tidak bertentangan dengan iman akan kebangkitan badan dan rasa hormat pada orang yang telah meninggal”.
Para Uskup Indonesia menggunakan kata “dapat memberi izin” sejauh tidak bertentangan dengan iman akan kebangkitan badan dan rasa hormat pada orang yang meninggal. Boleh dikatakan hanya dalam kasus-kasus yang luar biasa uskup dapat mengambil keputusan apakah abu itu dapat di simpan di rumah.
Baca juga:
https://www.mirifica.net/2016/10/26/vatikan-abu-kremasi-tidak-boleh-dibuang-atau-disimpan-di-rumah/
https://press.vatican.va/content/salastampa/en/bollettino/pubblico/2016/10/25/161025c.html
Imam diosesan (praja) Keuskupan Weetebula (Pulau Sumba, NTT); misiolog, lulusan Universitas Urbaniana Roma; berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI, Juli 2013-Juli 2019