Ada seorang kaya yang bermimpi bahwa dia mati dan masuk surga. Tuhan mendampingi dia melewati jalan yang mulus, terang dan nyaman. Sepanjang jalan dia melihat betapa megah setiap rumah yang disediakan bagi orang yang masuk surga.
Orang kaya itu melihat sebuah rumah dan bertanya, “Tuhan, siapa yang tinggal di dalam rumah itu?”
Tuhan menjawab, “Itu rumah peristirahatan terakhir, tempat tinggal pembantu Anda. Masih ingat kan? Dia meninggal tiga tahun lalu.”
Orang kaya itu tersenyum. Dalam hati ia berkata, “Kalau pembantu saya saja memiliki tempat peristirahatan terakhir semegah itu, apalagi saya. Pasti, rumahku akan jauh lebih indah dan megah.”
Setelah itu, sampailah mereka di suatu jalan yang sempit, becek dan jorok. Di samping kiri kanan jalan itu ada rumah-rumah yang terbuat dari kardus-kardus usang. Orang kaya itu ingin segera meninggalkan tempat itu,
ketika Tuhan berkata, “Anda akan tinggal di gubuk di ujung jalan ini.”
Dengan spontan orang kaya itu berteriak, “Aku akan tinggal di gubuk jelek ini?”
Dengan sabar, Tuhan menjawab, “Inilah yang terbaik untuk Anda. Anda harus ingat bahwa rumah ini dibangun dengan bahan-bahan yang telah Anda kirim sendiri saat Anda masih berada di dunia.”
Ini kisah tragis seorang kaya. Mengapa bisa terjadi begitu? Apakah orang kaya sulit sekali masuk surga? Kisah ini mau mengungkapkan bahwa surga itu bangunan manusia sendiri. Manusia dapat membangun surga mulai dari saat ia hidup di dunia. Cara membangunnya bukan dengan mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Tetapi membangun surga dengan berbuat baik sebanyak mungkin bagi sesama.
Namun hal ini belum cukup. Manusia mesti menyadari bahwa harta kekayaan yang dipunyai itu milik Tuhan. Di hadapan Tuhan, manusia itu tidak punya apa-apa. Semua yang dimiliki itu sesungguhnya milik Tuhan. Manusia sebenarnya hanya pinjam pakai untuk kehidupannya di dunia ini. Manusia hanyalah hamba yang mesti selalu menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan.
Soalnya adalah apakah perbuatan-perbuatan baik itu sudah menjadi jaminan untuk masuk surga? Tentu saja belum. Tidak ada seorang manusia pun yang memberikan jaminan seseorang masuk surga. Hanya Tuhan yang memberikan jaminan bagi manusia untuk masuk surga.
Masuk surga itu rahmat dan belaskasihan Tuhan. Tuhan bebas memberikan surga kepada siapa saja. Perbuatan-perbuatan baik manusia bukan menyogok Tuhan agar kita dapat masuk surga. Tetapi perbuatan-perbuatan baik kita itu menunjukkan eksistensi kita sebagai manusia. Kita mesti selalu peduli terhadap sesama, karena Tuhan peduli terhadap kita. Kepedulian itu ditunjukkan dengan melakukan hal-hal yang baik bagi Tuhan dan sesama.
Sebagai orang beriman, kita yakin bahwa Tuhan senantiasa memberikan rahmatNya yang terbaik bagi kita. Karena itu, mari kita berusaha untuk senantiasa memberikan yang terbaik kepada sesama kita. Dengan cara ini, kita mulai membangun surga.
Keterangan foto: surga (foto: pastorstrother.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.