PARA Ibu dan Bapak, Para Suster, Bruder, Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,
- Setiap tanggal 16 Oktober, dunia memperingati Hari Pangan Sedunia (=HPS). Pada tahun ini kita diajak untuk mendalami tema Makin Bergizi, Hidup Makin Berkualitas. Seperti kita tahu, HPS dijadikan tradisi masyarakat dunia sejak tahun 1981, berdasarkan keputusan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (=FAO) tahun 1979. Latar belakangnya adalah keprihatinan akan bencana kelaparan yang masih diderita oleh banyak saudari-saudara kita di berbagai tempat di dunia, baik dalam skala besar maupun kecil. Yang menjadi keprihatinan bukan sekedar kelaparan yang berarti tidak adanya makanan, melainkan kurangnya makanan yang bermutu.
- Data mengenai masih adanya banyak saudari dan saudara kita, khususnya anak-anak, yang berkekurangan gizi memang menunjukkan bahwa keprihatinan itu layak dikedepankan. Mari kita bercermin dari data kurangnya gizi pada anak-anak di Indonesia saja. Seperti diberitakan oleh koran Tempo tanggal 12 Juli 2017 yang lalu, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa 37,2 persen dari jumlah anak di Indonesia, atau sekitar 9 juta anak, mengalami kekurangan gizi. Akibatnya tampak dalam kondisi gagal tumbuh pada anak balita, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya. Kekuarangan gizi ini terjadi sejak bayi masih berada dalam kandungan dan pada masa awal setelah lahir.
- Di lain pihak, ada kenaikan cukup mencolok jumlah penderita obesitas atau kegemukan, terutama di perkotaan. Menurut Data Riset Kesehatan Nasional 2016, ada 20,7 persen penduduk dewasa di Indonesia menderita kegemukan. Sementara itu, anakanak berusia 5-12 tahun yang menderita kegemukan sebesar 8,8 persen. Sedangkan menurut Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016 dari Kementeriaan Kesehatan Republik Indonesia di wilayah DKI Jakarta, kelebihan gizi anak usia 0 – 59 bulan justru mengalami kenaikan dari 3.3 % menjadi 4.4 %. Kegemukan disebabkan oleh penumpukan lemak di badan karena konsumsi kalori yang tinggi. Kegemukan ini bisa memicu banyak penyakit. Dari satu pihak banyak saudari-saudara kita, anak-anak kita yang kekurangan gizi. Dari lain pihak ada banyak saudari-saudara dan anak-anak kita yang kelebihan kalori karena berlebihnya makanan yang disantap.
- Kenyataan yang terungkap dari data itu sudah seharusnya menjadi keprihatinan Gereja. Kita adalah bagian masyarakat dan bangsa kita. Keprihatinan masyarakat dan 2 bangsa kita adalah keprihatinan Gereja juga. Selain itu kita semua dipanggil untuk terus berjalan menuju kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan kasih. Wujudnya adalah mencintai sesama, terutama yang berkekurangan. Yesus sendiri mengatakan bahwa apa yang kita lakukan bagi saudara kita yang hina, kita melakukannya untuk Dia (bdk. Mt. 25: 40). Selain kedua hal itu, pemeliharaan kesehatan badan terkait erat dengan pertumbuhan iman. Kita ingat pepatah “mens sana in corpore sano”, yang artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Pepatah ini sejajar dengan pandangan St. Paulus yang melihat tubuh kita sebagai Bait Allah yang harus kita jaga baik-baik agar dapat memuliakan-Nya (bdk. 1 Kor. 6: 19-20).
- Bacaan-bacaan dari Kitab Suci yang kita dengarkan pada hari ini pun memberi pesan jelas terkait dengan keprihatinan kita itu. Jamuan yang disiapkan Tuhan, seperti yang kita dengar dalam bacaan pertama, tidak bisa dipisahkan dari tujuan agar kita hidup dan agar kita selamat (bdk. Yes. 25: 6-9), bukan untuk kenikmatan belaka. Refleksi iman ini digarisbawahi oleh gambaran Allah sebagai gembala yang baik, yang menyediakan makanan bagi kita agar jiwa kita segar (bdk. Mz 23: 1-3), seperti yang kita dengar dalam Mazmur Tanggapan. Pendek kata, Allah memberikan kepada kita makanan berlimpah agar semua orang hidup sehat dan selamat.
Saudari-saudaraku yang terkasih,
- Pokok penting ini ditekankan juga dalam bacaan Injil hari ini. Dikisahkan bahwa orang yang masuk perjamuan yang telah disiapkan Bapa haruslah berpakaian pesta (bdk. Mt. 22: 12). Pakaian pesta bisa diartikan sebagai sikap dan pemahaman yang benar tentang tujuan perjamuan itu. Orang datang ke perjamuan tidak bertujuan untuk menuruti nafsu makannya yang berlebihan, melainkan untuk ikut serta membangun kebersamaan dan mengalami kegembiraan. Demikian pula kita, jika kita menyantap makanan yang disediakan Tuhan bagi kita secara berlebihan, apalagi sekedar untuk memenuhi nafsu makan tanpa peduli akan gizi dan kesehatan, akibatnya adalah kegemukan. Kita juga diingatkan untuk berbagi. Dalam perjamuan kita mesti ingat akan orang lain yang datang dalam perjamuan itu. Pesannya, jika kita hanya asyik memikirkan kesenangan makan sampai berlebihan, banyak saudari dan saudara kita, anak-anak kita yang tidak mampu mendapatkan makanan, akan menderita kelaparan dan kekurangan gizi. Dengan kata lain, kita dituntut untuk mengembangkan sikap dan pemahaman yang benar mengenai makanan, agar dapat sungguh memberi kehidupan seperti dikehendaki Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dalam mengatur dan berbagi makanan.
- Dalam kehidupan sehari-hari, sikap bijak itu bisa diwujudkan dengan memperhatikan keseimbangan gizi makanan kita. Dalam hal inilah tanggung-jawab keluarga dituntut dalam upaya menjaga gizi anggotanya, khususnya anak-anak, mulai dari memilih bahan makanan, mengolah sampai menyajikannya. Dalam rangka ini sudah ada banyak keluarga yang menanam sayur-mayur sendiri dalam pot-pot di rumah untuk keperluan makanannya sehari-hari. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu sulit dilakukan.
- Selain itu, mengingat bahwa masih ada begitu banyak saudari-saudara kita, khususnya anak anak kita, yang kekurangan gizi, kita diajak untuk makan secukupnya, tidak membuang-buang makanan. Masih terngiang dalam ingatan kita kata-kata keras 3 dari Bapak Paus Fransiskus beberapa tahun lalu, bahwa barangsiapa membuang makanan, sama dengan merampoknya dari orang miskin. Tergerak oleh kata-kata ini, kami mengajak umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta untuk terlibat dalam Gerakan Suka Menolong yang kita canangkan pada tahun 2017 ini, dalam rangka memberi wujud pada cita-cita membangun pribadi yang semakin adil dan semakin beradab. Dalam hal makanan ini, tidak membuang-buang makanan adalah salah satu bentuk upaya menolong sesama secara tidak langsung. Tentu, akan lebih baik jika kita pun mampu menyisihkan makanan dan penghasilan kita agar saudari-saudara kita, anakanak kita yang kekurangan gizi bisa dibantu. Inilah salah satu tujuan dari HPS tahun ini.
- Akhirnya, bersama-sama dengan para imam, diakon dan semua pelayan umat, dan dengan pertolongan Bunda Maria, marilah kita bersama-sama mengupayakan agar makanan yang bergizi tersedia untuk siapa pun, baik di tengah keluarga maupun di tengah masyarakat. Marilah kita bersama-sama berusaha untuk bertumbuh sebagai pribadi yang mulia, antara lain dengan memilih makanan yang sehat bergizi dan rela berbagi, agar saudari-saudara kita, anak-anak kita pun dapat dibebaskan dari kekurangan gizi. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda semua, keluarga dan komunitas Anda.
Jakarta, September 2017 †
- Suharyo
Uskup Keuskupan Agung Jakarta
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI