“Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam.” (Yoh 20, 5)

YANG dimaksudkan dengan “Ia” adalah murid lain, yakni murid yang dikasihi oleh Yesus. Setelah mendengar informasi dari Maria Magdalena, Simon Petrus bersama murid yang lain berlari menuju makam.

Murid lain itu berlari lebih cepat dan lebih dahulu sampai di makam. Murid itu menjenguk ke dalam dan melihat kain kafan tergeletak di tanah, tetapi tidak masuk ke dalam. “Tidak masuk ke dalam” artinya tidak mau masuk ke dalam makam untuk melihat dengan jelas, meneliti dengan cermat dan memahami apa yang telah terjadi.

“Tidak masuk ke dalam” juga berarti tetap berada di luar, memandang dari kejauhan. Apa yang dialami oleh murid ini mungkin juga menjadi gambaran dari sekian banyak murid yang lain. Banyak murid telah dibaptis menjadi anggota Gereja.

Baptis itu merupakan pintu masuk ke dalam Gereja. Namun demikian, banyak murid masih berada atau berhenti di pintu masuk. Mereka baru menjenguk ke dalam dan sudah merasa puas. Banyak murid belum mau masuk ke dalam, yakni berusaha memahami secara utuh dinamika dan kehidupan Gereja.

Banyak hal yang masih asing, belum diketahui dan dipahami; banyak pribadi belum dikenal dan diakrabi sebagai teman seperjalanan menuju kepada Bapa. Akibatnya, kehidupan komunitas terasa formal dan masih jauh dari kehangatan sebagai saudara dalam satu keluarga.

Banyak orang masih berada dalam batas ‘periferi’ atau merasa puas sejauh melihat dan mengamati dari jauh. Banyak murid ‘tidak mau masuk ke dalam’ dengan berbagai alasan, seperti: takut diomong orang, tidak mau ribet, tidak punya waktu atau alasan lain.

Sejauh mana pengalamanku sebagai seorang murid? Apakah diriku juga termasuk dalam kategori ini, “tidak mau masuk ke dalam?”

Teman-teman selamat sore dan selamat Paskah. Berkah Dalem.

Kredit foto: Ilustrasi (Baptisan Paskah 2015 di Paroki Banyumanik, Semarang)