Orang kudus Polandia ini dilahirkan pada tahun 1390, putera seorang desa yang baik. Melihat betapa cerdas putera mereka, orangtuanya mengirimkannya untuk belajar di Universitas Krakow. Yohanes berhasil gemilang dalam studinya. Kemudian ia menjadi seorang imam, seorang guru, dan seorang pengkhotbah. St Yohanes juga dikenal karena kasihnya yang besar kepada orang-orang miskin. Suatu ketika ia sedang makan di ruang makan universitas. Saat ia mulai bersantap, terlihat olehnya dari jendela seorang pengemis sedang melintas. Sekonyong-konyong ia melompat dari kursinya dan membawa pengemis itu makan malam bersamanya.
Sebagian orang merasa amat iri atas keberhasilan St Yohanes sebagai seorang guru dan pengkhotbah. Akhirnya mereka berhasil membuat dia dikirim ke sebuah paroki sebagai seorang pastor paroki. Di sini, St Yohanes memberikan segenap hatinya ke dalam kehidupan baru ini. Tetapi, pada awalnya, segalanya tidak berlangsung mulus sama sekali. Orang tidak ambil peduli pada P Yohanes dan P Yohanes takut akan tanggung jawabnya. Namun demikian, ia pantang menyerah; dan daya upayanya pun membuahkan hasil. Pada saat ia dipanggil kembali ke univesitas, umat paroki telah begitu mengasihinya. Mereka mengantarnya hingga separuh perjalanan. Sesungguhnya, mereka begitu sedih membiarkannya pergi sehingga St Yohanes harus mengatakan kepada mereka, “Kesedihan ini tidak menyenangkan Tuhan. Jika aku telah melakukan sesuatu yang baik bagi kalian sepanjang tahun-tahun ini, marilah menyanyikan sebuah lagu sukacita.”
Kembali di Krakow, St Yohanes mengajar kelas Kitab Suci dan lagi, ia menjadi seorang guru yang amat populer. Ia diundang ke rumah-rumah para bangsawan yang kaya. Tetapi, masih saja, ia memberikan segala yang dimilikinya kepada orang-orang miskin dan berpakaian seperti orang miskin pula. Suatu ketika ia mengenakan sehelai jubah hitam yang usang ke sebuah perjamuan. Para pelayan tidak memperbolehkannya masuk. St Yohanes pun pulang dan berganti mengenakan sehelai jubah baru. Dalam perjamuan, seseorang menumpahkan makanan ke atas jubah barunya. “Tak apa,” kata orang kudus kita ini dengan bergurau, “bagaimanapun, jubahku pantas mendapatkan makanan, sebab tanpa jubah ini, aku tidak akan berada di sini sama sekali.”
St Yohanes hidup hingga usianya yang ke delapanpuluh tiga. Lagi, dan lagi, sepanjang hidupnya ia membagi-bagikan segala yang ia miliki demi menolong orang-orang miskin. Ketika orang banyak mencucurkan airmata mendengar bahwa ia di ambang maut, St Yohanes berkata, “Janganlah khawatir akan penjara yang akan binasa ini. Tetapi, pikirkanlah jiwa yang akan segera meninggalkannya.” Ia wafat pada tahun 1473 dan dimaklumkan sebagai seorang santo oleh Paus Klemens XIII pada tahun 1767.
“Bersama kerendahan hati [St Yohanes] mengalir pula kesederhanaan yang bersahaja dan kepolosan; pikiran hatinya diungkapkannya dalam kata-kata dan tindakan. Allah yang ada dalam hatinya dan Allah yang ada dalam bibirnya adalah Allah yang satu dan sama.” ~ Paus Klemens XII
diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Imam diosesan (praja) Keuskupan Weetebula (Pulau Sumba, NTT); misiolog, lulusan Universitas Urbaniana Roma; berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI, Juli 2013-Juli 2019