Ketika usianya delapanbelas tahun, Sabas pergi ke Yerusalem. Ia ingin mencoba hidup sendirian bersama Tuhan saja. Ia dinasehati agar tinggal di biara lain untuk sementara waktu oleh sebab ia masih amat muda. Sabas taat dan dengan sukacita mengerjakan semua pekerjaan berat. Ia membelah kayu untuk perapian dan memikul ember air yang berat. Suatu hari, St. Sabas diutus ke Alexandria untuk menemani seorang rahib. Di sana, ia berjumpa dengan ayah ibunya! Orangtuanya mengupayakan segala cara agar Sabas mau tinggal bersama mereka. Mereka ingin agar Sabas menikmati kehormatan yang sama seperti yang telah diperoleh ayahnya. Tidak demikian dengan Sabas! Ia bahkan tidak mau menerima uang yang mereka coba berikan kepadanya. Akhrinya, Sabas menerima juga tiga keping emas. Ketika ia tiba kembali di biaranya, diserahkannya kepingan-kepingan emas itu kepada kepala biara.
Pada akhirnya, selama empat tahun Sabas dapat juga menikmati hidup sendirian bersama Tuhan saja, seperti yang didambakannya. Tetapi, sesudah itu ia harus memulai sebuah biara baru. Banyak murid datang kepadanya untuk menjadi rahib. Tak lama kemudian, St. Sabas diserahi tanggungjawab atas semua rahib di Palestina. Sekali waktu Sabas diutus kepada kaisar untuk masalah-masalah Gereja yang penting. Meskipun demikian, Sabas tetap mengenakan jubah sederhananya dan tetap setia pada jam-jam doanya. St. Sabas wafat pada tahun 532.
Meskipun kadang-kala terjadi kekacauan dalam keluarganya, Sabas belajar untuk mempercayakan dirinya pada kasih pemeliharaan Tuhan. Pada saat-saat ketidakpastian dan kebingungan, rahmat Tuhan menopangnya.
Sumber: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Kredit Foto: Santo Sabas, katedralmakassar.blogspot.com
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.