Tetapi, suatu hari seorang raja dan para pengawalnya pergi berburu ke hutan itu. Mereka mengejar kijang yang biasa datang ke gua Giles. Kijang itu lenyap dari pandangan mereka dengan masuk ke dalam gua Giles yang tersembunyi di balik semak belukar yang rimbun. Salah seorang pengawal membidikkan anak panah ke rerimbunan semak, dengan harapan anak panah itu mengenai si kijang. Ketika mereka menyibak semak belukar, mereka mendapati Giles duduk terluka oleh anak panah.
“Siapakah engkau dan apa yang engkau lakukan di sini?” tanya raja. St Giles menceritakan kisah hidupnya kepada mereka. Setelah mendengarnya, mereka mohon pengampunan. Raja mengutus para tabibnya untuk merawat luka santo kita. Meski Giles memohon agar ditinggalkan seorang diri, raja sungguh merasa kagum kepadanya hingga raja kerap datang menjenguknya. Giles tidak pernah menerima hadiah-hadiah raja. Tetapi, pada akhirnya, ia setuju raja mendirikan sebuah biara besar di sana. Giles menjadi pemimpin biaranya yang pertama. Biara ini menjadi begitu terkenal hingga seluruh kota datang ke sana. Ketika St Giles wafat, makamnya di biara menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi para peziarah.
“Tuhan tidak mengukur kemurahan hati kita dengan berapa banyak yang kita berikan, melainkan berapa banyak yang kita tinggalkan.” ~ Uskup Agung Fulton Sheen
Teks: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Kredit Foto: St. Gilles, jesus-passion.com
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.