Anysia hidup di Tesalonika menjelang akhir abad kedua. Tesalonika adalah kota purbakala di mana St. Paulus sendirilah yang pertama-tama mewartakan iman kepada Yesus. Anysia adalah seorang Kristen dan setelah kedua orangtuanya meninggal, ia mempergunakan kekayaannya untuk menolong kaum miskin papa.

Pada masa itu, terjadi penganiayaan yang kejam terhadap umat Kristiani di Tesalonika. Gubernur terutama sekali telah bertekad untuk mencegah semua umat Kristiani berkumpul bersama untuk merayakan Misa. Tetapi, pada suatu hari Anysia berusaha untuk menghadiri pertemuan tersebut. Sementara ia melewati suatu pintu gerbang yang disebut Kasandra, seorang serdadu memperhatikannya. Ia segera menghalangi langkah Anysia serta menyelidiki kemanakah Anysia hendak pergi. Karena amat ketakutan, Anysia melangkah mundur sambil membuat tanda salib di keningnya. Melihat itu, serdadu tersebut mencengkeramnya serta mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan kasar. “Siapa kamu,” teriaknya. “Dan kemanakah kamu hendak pergi?” Anysia menarik napas panjang dan menjawab, “Aku adalah hamba Yesus Kristus,” katanya. “Aku hendak pergi ke perjamuan Tuhan.”

“Oh ya?” serdadu itu mengejek. “Aku akan mencegahnya. Aku akan membawamu untuk memuja para dewa. Hari ini kami memuja dewa matahari.” Pada saat yang sama serdadu itu merenggut kerudungnya. Anysia berusaha melawan sekuat tenaga sehingga orang kafir itu menjadi semakin marah. Akhirnya, dalam puncak kemarahan, ia mencabut pedangnya dan menebaskannya ke tubuh Anysia. Anysia pun jatuh tergeletak di kaki sang serdadu. Ketika penganiayaan telah berakhir, umat Kristiani Tesalonika mendirikan sebuah gereja di tempat di mana St. Anysia telah menyerahkan nyawa bagi Kristus. Anysia wafat sekitar tahun 304.

Bagaimana aku dapat menumbuhkan rasa syukurku atas karunia sakramen-sakramen yang aku terima dalam hidupku?

diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”