MIRIFICA.NET, Bandung – Senin, 4 November 2019, sesudah rangkaian upacara pembuka, sidang para uskup diawali dengan apa yang disebut hari studi. Para uskup mau belajar bersama tentang tema tertentu dengan menghadirkan para narasumber berdasarkan tema yang dipilih. Kali ini tema yang dipilih adalah: “Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai”.
Menerangkan pilihan atas tema ini, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Ketua KWI, bercerita bahwa di hari terakhir kunjungan para uskup kepada Paus Fransiskus di Vatikan, Bapa suci sempat bertanya, bagaimana tentang dokumen Abu Dhabi. (The document on Human Fraternity for World Peace and Living Together yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar 4 Februari 2019.) Pertanyaan ini bagi Bapa Kardinal adalah sebuah permintaan dari Bapa Suci meminta uskup-uskup Indonesia untuk mencari jalan mengaktualkan pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam dokumen Abu Dhabi yang berjudul Persaudaraan manusia demi perdamaian dunia dan hidup Bersama.
Inilah salah satu landasan mengapa hari studi dalam sidang kali ini mendalami dokumen Abu Dhabi, dengan mendatangkan narasumber yang berkompeten. Professor Dr. Nasarudin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta dan Mgr. Tri Harsono (Uskup Keuskupan Purwekerto) mengisi session hari studi di pagi hari. Diskusi menarik yang diawali pengantar tentang dokumen oleh Mgr. Harun Yuwono (Ketua Komisi HAK KWI-Uskup Tanjungkarang), dan dimoderatori Mgr. Dr. Paulinus Yan Olla, MSF, Uskup Keuskupan Tanjung Selor). Sementara diskusi sore menghadirkan Dr. Wachid Ridwan dan dimoderatori oleh Mgr. Dr.Robertus Rubiyatmoko.
Para pembicara mengulas dengan sangat teliti isi dokumen Abu Dhabi dan mengusulkan langkah-langkah untuk mengaktualkan pemikiran-pemikiran dokumen Abu Dhabi. Dari sekian banyak pokok diskusi kedua pembicara dan para peserta sepakat untuk memberi apresiasi atas langkah kedua pemimpin besar Katolik dan Muslim untuk menandatangani dokumen tentang persaudaraan manusia: untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.
Selain Apresiasi, diskusi mengarah pada kesepahaman bahwa semua pihak harus melakukan sesuatu untuk menyebarkan nilai-nilai baik isi dokumen ini dan menindaklanjutinya dalam aktivitas-aktivitas yang membangun perdamaian dan hidup bersama. Toleransi dipandang bukan terlebih pada usaha untuk menemukan kesamaan tetapi semakin membiasakan diri hidup dalam perbedaan.
Simak juga: Sidang Tahunan KWI 2019: Berdinamika Membangun Persaudaraan Bagi Bangsa Indonesia
Imam Diosesan Keuskupan Manado. Menyelesaikan pendidikan Lisensiat Teologi Komunikasi di Universitas Santa Croce di Roma. Menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komsos KWI, September 2019 -…