SIDANG Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2016 resmi ditutup siang ini (10/11). Berpusat di Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), seluruh komisi rampung mengevaluasi semua program dan merancang rencana untuk tahun depan.
Mgr. Ignatius Suharyo, Ketua KWI dan Mgr. Antonius Bunyamin, Sekjen KWI, dan RD Guido Suprapto, Sekretaris Komisi Kerawam KWI, menyampaikan hasil sidang yang perlu diketahui seluruh umat melalui sebuah konferensi pers.
Sebagai pendahuluan, Mgr. Suharyo menyampaikan “KWI bukan sebuah partai politik atau perusahaan yang punya cabang di seluruh Indonesia, tapi himpunan para uskup Indonesia untuk memikirkan apa yang terbaik untuk umat Katolik dan bangsa Indonesia,” buka Mgr. Suharyo. “KWI bukan superbodi keuskupan, justru setiap keuskupan punya tanggungjawab langsung kepada gembala tertinggi Gereja. Bukan seperti NU, Muhammadiyah, atau partai politik,” lanjutnya.
Dalam Gereja Katolik, ada pembedaan. Pertama, hierarki. Uskup dan kaum berjubah punya peran kepemimpinan untuk keuskupan. Sedangkan kaum awam punya tanggungjawab: menyucikan dunia. Cara untuk memenuhinya adalah masuk ke konteks ekonomi dan politik. “Itu tugas umat awam, demikian juga dalam bidang kebudayaan dan lain-lain. Maka itu tidak ada kaum berjubah yang jadi bupati atau tokoh politik, tidak boleh,” ujarnya.
Dalam sidang tahun ini, diterbitkan tiga dokumen: pesan natal dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan KWI, seruan “Stop Korupsi!”, dan ajakan “Pilkada yang Bermartabat sebagai Perwujudan Kebaikan Bersama”. Bagaimana hubungan ketiga tema ini?
Judul pesan natal PGI-KWI adalah “Hari ini Telah Lahir Bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di Kota Daud” (Luk 2:11). “Dikatakan dengan bahasa iman, hari ini. Bila kita mengembangkan demokrasi yang elegan misalnya, kita juga mengembangkan keselamatan,” ajak uskup Jakarta tersebut.
Beliau menegaskan, kalau Yesus Kristus sudah turun ke dunia, berarti Yesus mau terlibat dalam hiruk pikuk dunia; di mana waktu itu, Yerusalem dijajah bangsa Romawi, dan itu adalah sejarah konkrit. Mgr. Suharyo bertanya untuk umat Kristiani yang hidup pada saat ini, apa hiruk pikuk dunia kita? Korupsi.
Sebagai awam, kita perlu membarui demokrasi ini dari dalam. Kemudian Gereja Katolik Indonesia juga masuk dalam pilkada serentak untuk bertanggungjawab, mendorong umat semua untuk menggunakan hak pilihnya.
Mgr. Suharyo menekankan, ditutupnya sidang tahunan bertepatan pada Hari Pahlawan bukanlah kebetulan. “Ini sepenuhnya Kerahiman Allah. Justru, di sinilah umat harus diingatkan -melalui seruan ini- untuk ambil bagian membangun bangsa menjadi kokoh, berpolitik yang bermartabat, menyucikan dunia,” tutup Mgr. Suharyo.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.