KATA mistik dan mistikus (orangnya) berasal dari kata Yunani mysterion atau mysterium (Latin).
Kata mystagogy (pendalaman iman) dan mystic (pengalaman iman) juga berkaitan dengan mysterion itu. Kata mysterion sendiri tidak bisa dilepaskan dari pasangannya yaitu sacramentum atau sakramen.
Dalam teologi hal tersebut menjelaskan Ef 1: 9: “Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya (sacramentum voluntatis)kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus.”
Mysterion adalah rencana keselamatan universal (voluntas salvifica universalis Dei) yang tersembunyi di dalam kehendak Allah.
Sacramentum adalah pernyataan dari rencana keselamatan Allah itu sejauh dinyatakan kepada kita melalui penciptaan dunia ini dan inkarnasi Yesus Kristus.
Jadi pengalaman mistik berkaitan dengan kesadaran untuk memahami atau menangkap misteri karya penyelamatan Allah yang sedang terjadi di tengah-tengah pengalaman hidup manusia. Dalam bahasa Yesus, misteri itu disebut “Kerajaan Allah”.
Pengalaman mistik dalam hidup sehari-hari adalah kemampuan atau kepekaan untuk menangkap atau membaca tanda-tanda “Kerajaan Allah” itu sedang berkarya untuk menyelamatkan manusia.
Mistik dalam kehidupan Sehari-hari
Karl Rahner SJ (1904-1984) memperkenalkan istilah “mistik kehidupan sehari-hari” (the mysticism of everyday life). Ia adalah seorang teolog besar pada masa sebelum, selama dan sesudah Konsili Vatikan II (1962–1965).
Mistik adalah sebuah pengalaman nyata dan sederhana tentang kehadiran Allah. Kehadiran Allah berarti rahmat. Dalam refleksi Karl Rahner, pengalaman mistik tidak bisa dilepaskan dari pengalaman rahmat. Rahmat itu pada akhirnya juga sama dengan Sacramentum, yaitu tanda nyata bahwa Allah sedang bekerja menyelamatkan manusia.
Apa itu rahmat?
Menurut Rahner, rahmat adalah komunikasi diri Allah atau pernyataan diri Allah atau pemberian diri Allah secara universal. Allah mengkomunikasikan diri-Nya atau menyatakan diri-Nya kepada semua orang. Rahmat itu bukanlah semacam berkat atau anugerah ilahi yang dicurahkan kepada orang ini atau orang itu, pada suatu saat dan bukan pada saat lain. Rahmat tidak bercorak sporadis dan parsial, melainkan total dan universal.
Menurut Rahner, semua orang tidak peduli agamanya, bahkan beragama atau tidak, dilingkupi oleh rahmat yang sama. Oleh karena itu, semua pengalaman yang manusiawi, semua pengamalan hidup yang positif atau negatif, yang baik atau buruk, tidak terlepas dari rahmat Allah. Rahmat Allah ada di dalam inti keberadaan manusia itu sendiri. Karena Allah tidak bisa memberikan hal lain kecuali diri-Nya sendiri sepenuh-Nya, maka setiap pribadi manusia pada dasarnya adalah “manusia mistik” (homo mysticus).
Hubungan eksistensial antara setiap pribadi manusia dengan Allah menjadi landasan bahwa setiap pengalaman, biarpun secara implisit dan tersirat saja, namun secara asali (primordial) atau kodrati (natural) adalah pengalaman akan Allah.
Rahner menyatakan, “… di dalam diri setiap orang… ada semacam pengalaman yang samar, tak bernama, tak bisa dirumuskan juga, bahkan mungkin sengaja ditekan, tidak mau diperhatikan atau mau diabaikan… dan pengalaman itu mengarah kepada Allah. Pengalaman keterarahan kepada Allah itu dapat ditekan, tetapi tidak bisa dihancurkan, dan itulah pengalaman mistik…atau pengalaman yang disebut oleh para mistikus klasik sebagai “ kontemplasi tercurah/terberi” (infused contemplation/ contemplatio infusa).
Dalam pengertian rahmat dan mistik seperti itu, Rahner menuntun kita untuk berani memegang sebagai kebenaran atau menghayati secara sadar dan sungguh-sungguh bahwa pengalaman mistik itu adalah pengalaman keseharian biasa, bukan pengalaman rohani yang langka, yang harus diperoleh melalui latihan meditasi yang sulit dan lama.
Pengalaman mistik adalah pengalaman rahmat. Rahmat adalah komunikasi diri Allah sepenuhnya kepada setiap manusia. Pengalaman yang seperti itulah yang menjadi landasan hidup iman harian setiap orang dalam iman, pengharapan dan cinta kasih.
Kredit foto: Ilustrasi pengalaman mistik tentang Pertobatan Saulus dan Alm. Karl Rahner SJ
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.