KITA berkumpul di Malino, Sulsel ini karena pengalaman iman akan Allah. Pengalaman iman akan Allah itu adalah pengalaman mistik. Kita masing-masing memiliki pengalaman pribadi akan Allah yang memanggil kita.
Dari pengalaman iman, dimana kita merasa terpanggil itulah, kemudian kita masuk biara atau masuk seminari, dan bertahan sampai sekarang. Dengan pengalaman iman yang sama dan tetap tinggal di dalam hati kita itulah, kita tetap setia dalam panggilan, bahkan anda sekalian dipilih Tuhan untuk menjadi provinsial kongregasi dan terekat anda masing-masing.
Dalam misa pembukaan tadi kita mendengarkan: “Roh Tuhan ada padaku, sebab Allah telah mengurapi aku. Aku diutus-Nya untuk membawa kabar baik kepada orang-orang miskin”.
Injil Lukas mencatat bahwa itu adalah pengalaman mistik Yesus yang dinyatakannya di Bait Allah. Yesus mengatakan, “Ayat-ayat itu telah digenapi, ketika kamu mendengarnya”.
Kita juga adalah orang-orang yang telah diurapi dalam pembaptisan. Kita sudah mendapat karunia Roh Kudus, dan rahmat baptis itu telah berkembang menjadi rahmat panggilan religius di dalam diri kita. Seperti Yesus kita juga diutus untuk membawa kabar baik kepada orang-orang miskin.
Yesus itu orang Asia
Tadi kita diingatkan bahwa Yesus adalah orang Asia. Ia lahir, hidup dan berkarya; wafat dan bangkit di Palestina. Namun kita mengenal Yesus dari versi Eropa, karena Yesus pergi terlebih dahulu ke Eropa, sebelum ke Asia.
Tetapi itu hanya bahasa kiasan. Karena Yesus tidak pergi ke mana-mana. Para murid-lah yang pergi ke Eropa, khususnya Rasul Paulus dan Petrus yang pergi ke Roma.
Roma memang sengaja dipilih oleh Paulus untuk menjadi tujuan terakhir pewartaan Injilnya, karena Roma adalah tempat tinggal Kaisar dan pusat dunia pada waktu itu. Kalau kita mengikuti perjalanan misi St. Paulus yang ke-3 (yang terakhir) memang ia dengan sengaja mencari segala cara untuk bisa sampai di Roma, walaupun ia mengalami sangat banyak kesulitan.
Setelah Roma berhasil ditaklukkan, terlebih ketika tahun 313 Kaisar Konstantinus menjadi Kristen dan mengeluarkan Edik Milan yang menyatakan agama kristiani menjadi agama Kekaisaran Romawi, maka pelan-pelan seluruh Eropa menjadi Kristen.
Misionaris ke Indonesia
Dari para misionaris Eropa , khususnya periode pertama, St. Fransiskus Xaverius tahun 1500-an. Sayang peninggalan misi Portugis dan Spanyol itu disapu bersih oleh VOC Belanda yang protestan, sehingga nanti baru 1804, misi katolik di Indonesia dimulai lagi ketika dua imam praja dari daerah Limburg di Belanda Selatan, P. Nellisen Pr dan P. Franken Pr, (kemudian menjadi Mgr. Nellisen dan Mgr. Franken, yaitu Praefek Apostolik pertama dan kedua di Batavia).
Kedua imam praja belanda itu mengawali gelombang misionaris misionaris para Imam praja selama 50 tahun, sampai sekitar tahun 1850-an sebelum digantikan oleh para Jesuit. Selama kurang-lebih 50 tahun berikutnya, para misionaris Jesuit berkarya di seluruh kepulauan Indonesia.
Baru sekitar tahun 1900san, Jesuit menarik diri untuk berfokus di pulau Jawa, dan tarekat-tarekat lain: SVD, Fransiskan, SCJ, MSF, MSC dll.
Yang kebetulan saja tahun tahun 1903 MSC mengambil alih misi di Maluku dan 1905 di Papua. Mohon dicek untuk tarekat para suster tahun-tahun permulaan misi tarekat anda di Indonesia.
Gereja Katolik Indonesia “wajah Asia”
Setelah orang-orang Indonesia mengenal Yesus versi Eropa itu, kita Gereja katolik Indonesia segera membawa kembali Yesus dalam wajah Asia, bahkan dalam wajah Indonesia. Seperti Yusuf, yang dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir, ketika saudara-saudaranya itu bertemu dengan Yusuf untuk membeli makanan di Mesir akibat kekeringan di Israel, Yusuf berkata: Jangan takut, aku adalah Yusuf saudaramu. Demikian pula kita mendengarkan kata-kata Yesus kepada kita: Jangan takut, Aku adalah Yesus, Orang Asia, saudaramu.
Mungkin gambaran Yesus yang kita miliki masih berwarna Eropa, namun penghayatan kita atas Yesus sudah berbau Indonesia. Karena setiap orang hanya bisa menghidupi imannya atas cara budayanya sendiri, tidak bisa lain. Karena Yesus sendiri juga hanya mamakai budaya Yahudi dalam berinkarnasi, bukan dalam budaya lain.
Kini, dalam kesadaran untuk menjadi mistikus dan nabi seperti Yesus yang orang Asia itu, kita juga ingin menghidupinya sesuai dengan keadaan dan zaman kita dewasa ini. Pengalaman Yesus akan Allah yang khas karena relasi pribadi dan intim dengan Bapa, kini, berkat rahmat baptisan, boleh menjadi pengalaman setiap orang kristiani.
Karena rahmat baptisan itu, maka terbentuklah kelompok-kelompok umat atau jemaat-jemaat baru. Dari situlah lahir Gereja-gereja lokal. Kita mendengarkan tadi bagaimana Allah bekerja untuk membentuk Gereja Lokal di K.A Makassar ini baik data-data tentang jumlah umat dan jenis karya, maupun pengalaman iman pribadi seorang umat yang diungkapkan oleh bapak Julius tadi. Ingin melihat dan mengenal gereja lokal adalah alasan dipilihnya Malino sebagai tempat Sidang Koptari ini.
Gereja lokal adalah tanda nyata atau sakramental kehadiran karya Allah di tengah-tengah manusia. Karena dinamika terbentuknya sebuah Gereja lokal selalu dimulai oleh perjumpaan pribadi antara pewartaan Sabda dan jawaban iman dari hati manusia. Maka, mengenali Gereja lokal berarti kita menangkap dengan intuisi batin kita bagaimana Allah terus berkarya untuk menyelamatkan umat-Nya.
Dalam motu proprio Porta Fidei untuk mencanangkan Tahun iman, Paus Benedictus XVI memberi contoh bagaimana pintu iman dibukakan kepada Lidya, seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang waktu itu mendengarkan khotbah Paulus di kota Filipi. Allah membuka hatinya dan ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus.
Demikian, kita percaya bahwa Allah terus menerus membuka hati manusia yang mendengarkan Sabda untuk menjadi percaya. Yang diperlukan adalah pewarta Sabda, yaitu kita semua, untuk dengan setia memberikan kesaksian iman melalui cara hidup dan karya kita. Dan di sinilah betapa penting dimensi mistik dan nabi dalam hidup dan karya –karya kita.
Ini adalah catatan refleksi sidang konferensi nasional KOPTARI hari pertama. Sidang berlangsung di Malino, Sulse, 1-5 September 2014.
Baca juga: 64 Pemimpin Suster se-Indonesia Sidang Tahunan di Malino, Sulsel dan Konferensi Nasional KOPTARI di Malino, Sulsel
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.