PAUS Fransiskus ingin menggarisbawahi peranan lembaga hidup bakti dengan mencanangkan Tahun Hidup Bakti: Oktober 2014 – November 2015.
Dokumen Lumen Gentium no 43 – 47 tentang Hidup Religius dan Dekrit Perfectae Caritatis tentang Hidup Bakti dianggap telah memungkinkan pembaruan Hidup Bakti dengan buah-buah yang baik.
Tantangan ke depan adalah: kualitas kehadiran Hidup Religius sebagai Mistikus dan Nabi dalam zaman sekarang; baik dalam pembinaan calon anggota baru; maupun ongoing formation bagi para anggota agar menjadi mistikus dan nabi yang menggarami dan menerangi dunia di sekitarnya.
Duc in altum
Menjadi mistikus dan nabi adalah landasan supaya bisa menjadi penjala manusia. Bersandar pada ajakan Yesus untuk betolak ke tempat yang lebih dalam, kita menyadari pentingnya melakukan perjalanan rohani tanpa batas untuk mengalami persahabatan dengan Yesus. Sebab di sanalah sumber kehidupan mistik dan kenabian kita.
Dan belajar dari pengalaman Petrus sebagai nelayan yang berpengalaman dan tidak dapat menangkap ikan seekor pun, namun bersandar pada Sabda Kristus Petrus menebarkan jala dan menangkap banyak ikan. Kita menyadari bahwa karya-karya kita tidak akan menghasilkan apapun bila berdasarkan kekuatan sendiri. Dengan iman yang rendah hati Petrus berseru: Domine, in Verbo tuo laxabo rete! Tuhan atas perintah-Mu, kutebarkan jalaku. Dan Petrus menangkap banyak ikan.
Romo Patrisius Pa SVD dalam khotbah tadi mengatakan bahwa yang penting bukan banyaknya ikan yang ditangkap, melainkan perubahan yang terjadi di dalam diri Petrus. Petrus mengalami mujizat yang besar dan tersungkur di kaki Yesus. Ia mengalami pertobatan dan transformasi total, bukan sekadar revolusi mental.
Petrus menjadi sadar bahwa dengan keahlian, pengalaman dan kekuatannya sendiri sebagai nelayan, ia tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya dengan rahmat Tuhan ia bisa menghasilkan banyak. Petrus merasakan pengalaman mistik yang berasal kari kekuatan Yesus sendiri, sehingga ia dimampukan untuk menjadi penjala manusia. Demikianlah hendaknya kita menyadari dan menghayatinya dalam hidup dan karya-karya kita.
Di sinilah terletak pengalaman mistik dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi nabi yang sejati.
Paus Fransikus atas pelbagai cara mengingatkan hakekat perutusan Gereja yang bersadar pada kuasa Yesus: Gereja bukan Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional (NGO); Gereja bukan pekerja sosial; Gereja bukan partai politik atau sistem Politik. Kalau kita tidak berpusat pada Yesus, maka kita tidak membawa umat kemana-mana. Tanpa Yesus, kita tidak mempunyai tujuan yang jelas dan kita hanya tinggal di tempat.
Teladan Paus Fransiskus
Bagaimana caranya untuk menjadi mistikus dan nabi yang outentik: kesesuaian antara kata dan perbuatan.
- Jadilah dirimu sendiri seperti yang sudah biasanya, tidak perlu dibuat-buat, tidak perlu memakai topeng, tidak perlu rekayasa dan jaga image.
- Waktu Paus Fransiskus terpilih menjadi Paus, dunia menjadi terheran-heran dan terkejut-kejut karena: Paus baru kembali ke penginapan Santa Marta. Ia tidak naik ke Istana Paus. Paus pilih naik bus bersama para kardinal sama seperti ketika berangkat untuk konklav. Dalam bus pun Paus tidak duduk di bangku terdepan. Lalu Paus pergi ke Penginapan (hotel) untuk membayar sewa kamar ketika belum masuk ke Rumah Santa Marta. Orang menyangka bahwa Paus hanya akan sementara saja di Rumah Santa Marta. Ternyata Paus memutuskan untuk tetap tinggal di situ dan misa harian di Kapela Santa Marta bersama umat dan para karyawan Vatikan yang biasa misa di situ.
- Dunia juga heran ketika Paus menaiki tangga pesawat dengan menenteng tas hitam ketika mengadakan perjalanan pertama ke Brasil. Yang tidak heran adalah Paus sendiri dan semua orang di Argentina yang sudah lama mengenal Kardinal Jorge Mario Bergoglio. Karena dia memang sudah biasa begitu. Dengan penampilan Paus Fransiskus yang seperti itu, yang aneh bukan Paus Fransiskus, tetapi orang-orang yang heran itu sendiri yang sudah punya konsep tertentu tentang bagaimana menjadi Paus. Ternyata dengan tampil seperti biasanya dan apa adanya, Paus Fransiskus sudah banyak membuat perubahan.
- Hati-hati dengan rasa puas diri. Kita dianggap sebagai orang-orang baik dan orang-orang suci oleh umat. Dan dengan diam-diam kita mengaminkannya. Biar pun tanpa kata dan tanpa sadar, secara implisit kita berdoa seperti orang Farisi di bait Allah dalam perumpaan Yesus itu: “Ya Tuhan, terimakasih bahwa aku tidak seperti pemungut cukai itu.” Ada rasa puas diri dan kesombongan rohani terselubung di dalam doa itu. Sikap itu akan menghalangi kita untuk berubah, untuk membuat transformasi total dan untuk bertobat, metanoia. Paus Fransiskus mengatakan: juga Paus adalah orang berdosa.
- Kita adalah orang-orang berdosa yang diutus. Kesadaran diri menjadi mistikus dan nabi mengandung suatu godaan dan bahaya rasa puas diri yang semu. Untuk mengatasi hal itu kita perlu menepuk dada seperti Petrus: “Tuhan… pergilah daripadaku, sebab aku ini orang berdosa.” Yesus tidak pergi meninggalkan Petrus, Yesus mengangkat Petrus menjadi penjala manusia.
- Hambatan lebih berat adalah kelainan atau penyimpangan perilaku psikologis. Menyadari adanya hambatan-hambatan kepribadian yang bisa muncul di dalam diri kita sendiri yang mengganggu pelaksanaan kesaksian sebagai mistikus dan nabi dalam perutusan. Diperlukan bantuan atau terapi psikologis untuk anggota-anggota tertentu yang membutuhkannya. Diperlukan pusat-pusat penyegaran rohani seperti “Sumur Jakob” di tempat-tempat lainnya.
- Memilih dan memutuskan untuk melakukan tindakan simbolik (symbolic action). Kekuatan tindakan simbolik sebenarnya terletak pada posisi sosial dan ekklesial dari pelakunya. Kalau suatu tindakan simbolik tertentu dilakukan oleh Paus sebagai Gembala Universal, atau Jokowi sebagai Presiden Indonesia, maka efeknya besar karena posisi sosial dan ekklesial yang tinggi. Sebaliknya, tindakan simbolik yang kita lakukan, efek sosialnya juga kecil kerena posisi sosial kita yang terbatas. Maka kalau mau memilik tindakan simbolik, perlu dipikirkan efektivitas dan pengaruh sosial dari tindakan simbolik itu. Dan siapa yang akan melakukannya: diserahkan kepada regio secara lokal, atau bersama secara nasional.
Dalam arti tertentu dan dalam batas-batas tertentu sebenarnya kehadiran biara-biara, karya-karya sosial, pendidikan dan kesehatan, bahkan pakaian biarawan-biarawati itu sendiri sudah merupakan tindakan simbolik yang memberikan tanda kehadiran Gereja di tengah masyarakat. Inilah pastoral kehadiran yang perlu lebih disadari untuk dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Jadi, dengan meningkatkan kualitas kehadiran dengan: lebih ramah, lebih gembira, lebih rendah hati, lebih melayani, lebih tenang dan damai, maka kehadiran simbolik itu menjadi tindakan simbolik yang berkualitas, yang bergaram dan membawa terang.
Kredit foto: Dok. Romo Albertus Sujoko MSC dan Ilustrasi (Ist)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.