KOMISI Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menengok sejarah dan belajar hidup berbangsa dengan para pendiri bangsa ini. Bangsa Indonesia diperjuangkan dan didirikan oleh tetesan darah dan pengorbanan jiwa para pahlawan dari berbagai agama, suku dan bahasa.
Demikian disampaikan Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KKP KWI) Romo PC. Siswantoko dalam rilis yang diterima, Minggu (14/5/2017).
Siswantoko mengatakan, para pahlawan itu telah menanggalkan berbagai perbedaan, apalagi egoisme kelompok demi membela dan merebut bumi pertiwi dari tangan para penjajah. Mereka tetap hidup sesuai dengan agama, suku dan bahasanya tetapi mereka juga menghargai dan menghormati agama, suku dan bahasa lain yang ada diluar mereka.
“Bangsa ini didirikan tidak untuk satu agama dan suku tertentu maka sudah selayaknya semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di negeri ini,”ujar Siswantoko.
Pernyataan ini keluar menanggapi situasi akhir-akhir ini. Menurut Siswantoko, kehidupan berbangsa kita sedang terkoyak dengan munculnya isu-isu radikalisme, sektarianisme dan kepentingan politik jangka pendek. Masyarakat yang masih belajar hidup berdemokrasi dengan mudah digiring masuk dalam sekat-sekat agama, etnis, dan aliran politik yang berbeda-beda.
“Relasi sosial terpecah, kebersamaan sebagai sesama warga bangsa renggang, gelombang demonstrasi dan gejolak sosial datang silih berganti. Belakangan energi bangsa ini terkuras habis untuk menyatukan dan menguatkan semangat keindonesiaan yang dari hari ke hari kian pudar,”ujar Siswantoko seperti dikutip dari rilis.
Berbagai kekawatiran akan masa depan Pancasila, kebinekaan dan NKRI kian membesar dan kegelisahan massal terasa di seantero negeri ini.
Mengutuk politisasi agama
Dalam situasi seperti ini, Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KKP KWI) juga mengutuk segala bentuk politisasi agama. Dinamika politik yang terjadi cenderung menggunakan agama sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik jangka pendek.
Keagungan agama yang merupakan sumber kedamaian dan ketentraman, inspirasi dan pencerahan dalam hidup, menurut Siswantoko telah tereduksi sebagai pengumpul suara dan legitimasi kekuasaan. Bahkan dengan kian menguatnya politik identitas, agama telah menjadi pemisah dalam masyarakat.
“Politisasi agama telah merusak agama sebagai ranah yang suci, baik, adil dan damai. Agama harusnya dapat memurnikan dunia politik dan tidak sebaliknya justru membuat politik tampak kotor dan kurang beradab,”kata Siswantoko.
KKP KWI juga mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap semua pihak yang ditengarai akan merongrong Pancasila, kebinekaan, UUD 1945 dan memecah belah masyarakat dengan berbagai isu. Pemerintah tidak boleh takut, apalagi kalah dengan kelompok-kelompok yang membawa ideologi, ajaran, dan doktrin yang bertujuan untuk menghancurkan bangsa ini.
Kelompok ini dari waktu ke waktu kian berani tampil dan menggunakan ruang publik untuk menunjukkan identitas dan menyebarkan ideologi mereka. Pemerintah harus tegas, independen dan berani pasang badan untuk menghalau kekuatan-kekuatan tersebut yang telah mulai masuk ke berbagai lapisan masyarakat.
Menjaga independensi
Terakhir KKP KWI berharap kepada para penegak hukum agar benar-benar menjaga independensi dan tidak terpengaruh dengan berbagai tekanan dalam memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
“Keadilan bukan buah tekanan apalagi pesanan tetapi merupakan hak bagi semua warga negara, oleh karena itu para penegak hukum seperti polisi, hakim dan jaksa harus benar-benar berdiri di atas semua agama, suku, dan golongan,”tegas Siswantoko.
Penegak hukum yang tidak tahan tekanan hanya akan melahirkan ketidakadilan dan ketidakadilan akan melahirkan penderitaan bagi masyarakat dan tidak stabilnya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI