MIRIFICA.NEWS, BENGKULU – Menjelang bagian praktik dari penyiaran pewartaan via radio, peserta diajak Errol Jonathans untuk menelaah wawancara. “Wawancara adalah proses tanya jawab,” ujar Errol yang lalu meminta peserta berdua-dua melakukan proses wawancara. Yang satu menjadi interviewer, penanya informasi; yang satunya menjadi interviewee, yang diwawancarai. Selama lima menit, penanya diberi kesempatan untuk mengenali objek wawancara lebih dalam. “Yang ditanyakan boleh apapun,” jelas Errol. Setelah itu, mereka berganti posisi.
Wawancara selesai, para peserta lantas membagikan kesan dan kesulitan yang mereka alami: tidak dapat memahami pertanyaan, bingung konteks untuk memulai pertanyaan, improvisasi pertanyaan, penguasaan bahasa lokal saja, dll. “Ternyata, wawancara tidak mudah,” Errol menyimpulkan demikian dari sharing para peserta pelatihan.
“Inilah basis dari seluruh kegiatan jurnalisme, wawancara itu kegiatan bertanya dan menjawab,” tegas Errol. Berikut tujuan wawancara:
- Mendapatkan informasi awal.
- Membutuhkan suara ‘insert’ (voice actuality) bagi program radio.
- Untuk memperjelas informasi.
- Menegaskan jawaban sumber.
- Kebutuhan data yang ditel.
- Kebutuhan jawaban ringkas.
- Mendorong sumber bicara terus terang.
- Menyambung kesenjangan relasi dengan media.
- Sebagai informasi.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.