Beranda KWI KOMSOS KWI Sarung Lambang Siaga Melayani Tersampir di Bahu 5 Diakon Baru Keuskupan Sibolga

Sarung Lambang Siaga Melayani Tersampir di Bahu 5 Diakon Baru Keuskupan Sibolga

Lima diakon tertahbis di Keuskupan Sibolga/ Fotografer : Elvina Simanjuntak

SAMBIL mengelilingi kelima diakon yang baru ditahbiskan pada Rabu (18/10) di Gereja St. Petrus Sipeapea, Tapanuli Tengah, kelima wakil umat Paroki Tarutungbolak itu menari bergoyang sembari menyampirkan sarung (mandar) yang dibawa di masing-masing bahu para diakon usai memutarinya tiga kali.

Doa-doa dan berkat dalam Bahasa Batak Mandar terucap dengan permohonan agar para diakon yang ditahbiskan Uskup Sibolga Mgr. Ludovicus Simanullang menjadi pelayan yang rajin, sigap dan penuh dedikasi melayani umat Allah.

Doa Litani, penyerahan diri seutuhnya

Kepada para diakon, yakni Fr. Sixtus Swicang Zalukhu Pr, Fr. Konradus Purba OFM.Cap, Fr. Adrianus Simatupang OFM.Cap, Fr. Thomas Lumbangaol OFM.Cap, Fr. John Gabriel Simamora OFM.Cap, Pimpinan (Kustos) Kapusin Wilayah Sibolga Pastor Joseph Sinaga OFM.Cap, menegaskan bahwa menjadi diakon berarti menjadi pelayan (Yunani : diakonos).

“Pelayan berbeda dengan budak atau doulos dalam bahasa Yunani. Doulos menjadi pelayan karena kekerasan dan penindasan, dia berada di bawah kuasa seorang tuan yang berhak memerintah,”ujar Joseph dalam sambutannya.

Menurut Joseph, doulos melakukan apa saja yang dikehendaki sang tuan. Sedangkan diakonos menjadi pelayan karena kerelaan, bersedia memberi diri dan bekerja dengan gembira melayani orang lain. “Doulos bekerja karena ketakutan, diakonos bekerja karena cinta kasih,”ujar Joseph menegaskan.

Sigap melayani
Dalam budaya Batak, upacara pemberian sarung atau mandar biasanya dilakukan pada perayaan pernikahan. Sarung diberikan pada pengantin pria oleh mertua (orangtua pengantin perempuan), mengukuhkan bahwa sang pria (menantu) telah resmi menjadi boru (keluarga dari garis anak perempuan yang dalam struktur adat Batak punya peran dan tanggung jawab sebagai pelayan /parhobas bila keluarga perempuan mengadakan perhelatan).

Utusan umat menari membawa sarung yang akan disampirkan di bahu para diakon

Para parhobas ini lazimnya menggunakan sarung yang dililitkan di pinggang wujud kesigapan dan kerelaan melayani semua tamu di pesta. Kadang sarung juga digantung di leher.

Dengan pemberian sarung itu, diharapkan pengantin pria kelak menjadi boru dan parhobas yang aktif, sigap, penuh dedikasi menyukseskan perhelatan yang diadakan mertua. Meski begitu, parhobas tak hanya bekerja saat pesta. Dalam hidup sehari-hari, para menantu ini diharapkan dapat melayani kebutuhan keluarga sesuai kemampuannya.

Demikian juga dengan para diakon yang kelak menjadi imam ini. Mereka telah bersumpah hidup selibat, menikah dengan Gereja. Mereka laksana menantu laki-laki yang mempunyai tugas dan kewajiban sebagai parhobas yang harus sigap melayani umat.

Ibu2 seksi konsumsi yang paling sibuk melayani tapi tidak mau ketinggalan mempersembahkan lagu

Menghayati hidup doa
Monsinyur Ludovicus Simanullang dalam kotbahnya menyatakan kegembiraannya atas bertambahnya jumlah pelayan gereja tertahbis yang akan memperkuat barisan para pelayan pastoral di Keuskupan Sibolga.

Uskup juga mengharapkan agar kelima diakon itu sungguh menjadi pelayan Tuhan yang baik dan setia khususnya melayani umat yang miskin dan sengsara, sebagaimana menjadi tugas khas bagi diakon.

Para diakon diingatkan agar benar-benar menghayati dan disiplin serta taat dalam doa sebab itulah yang menjadi sumber kekuatan. “Dengan menjalankan doa harian para diakon juga menjalankan satu tugas yang lain, yakni mewakili semua umat beriman untuk menaikkan doa pada Tuhan setiap hari,”ujar Monsinyur.

Uskup juga gembira atas suksesnya acara tahbisan. Ini menjadi awal yang baik bagi kelima diakon untuk memulai pelayanan. Sebagaimana dikatakan pepatah Jerman ‘sebuah awal yang baik adalah setengah dari seluruh pekerjaan’.

“Pepatah Batak juga menyebutkan ‘sala mandasor, sega luhutan,’ artinya, bila salah dalam memulai atau meletakkan dasar maka keseluruhan pekerjaan akan rusak. Maka sekali lagi, proficiat bagi para diakon yang baru dan selamat melayani di tempat penugasan,”ujar Uskup.

Para diakon dengan kain sarung di bahu, memberi sambutan

Tarian dan Nyanyian
Yang menarik, empat dari lima diakon berasal dari Keuskupan Agung Medan yang memilih menjadi anggota Ordo OFM Kapusin Kustodi Sibolga. Hanya satu orang berasal dari Keuskupan Sibolga yakni Diakon Sixtus Zalukhu, Pr.

Upacara tahbisan ini terdiri dari perayaan ekaristi, tahbisan dan ramah tamah. Dihadiri 400-an tamu, acara berlangsung sederhana namun khidmat. Sangat terasa suasana kegembiraan dan persaudaraan yang hangat.

Atraksi tarian dan nyanyian usai misa dipersembahkan berbagai komunitas, kelompok Remaja Paroki, Komunitas Pastor Paroki Tarutungbolak, para suster, para Postulan Kapusin, Uskup bersama Vikjen dan Pastor Dekanus Tapanuli, ibu-ibu dari Seksi Konsumsi, anak-anak asrama dan tentu saja para diakon yang baru ditahbis.

Penulis : Elvina Simanjuntak (Karyawan di Pusat Pastoral Keuskupan Sibolga)