HARI ini tidak sama dengan hari kemarin. Sukacita dan kegembiraan hari kemarin karena Kelahiran Yesus Kristus, seolah sirna seketika dengan tragedi iman Pembunuhan Diakon Stefanus yang dirayakan Gereja hari ini.
Satu-satunya sumber informasi terpercaya tentang Stefanus adalah Kisah Para Rasul bab 6 dan 7. Di dalamnya Stefanus ditampilkan sebagai orang beriman yang kokoh dan penuh Roh Kudus dan salah satu orang yang diangkat oleh Keduabelasan untuk memangku jabatan diakon atau pelayan meja, barangkali sebagai pengurus rumah tangga jemaat. Ia, seorang Kristen Yahudi yang tinggal di Yerusalem dan bisa berbahasa Yunani. Ia pandai berpolemik dan sangat radikal dalam pandangannya mengenai tradisi-tradisi dan lembaga-lembaga Yahudi. Ketika berada di hadapan Sanhendrin, ia dengan tegas membantah semua tuduhan kaum Farisi dan membela karya misionernya di antara orang-orang Yahudi. Pembelaannya diperkuat dengan mengutip kata-kata Kitab Suci yang melukiskan kebaikan hati Yahweh kepada Israel dan ketidaksetiaan Israel sebagai “bangsa terpilih” kepada Yahweh. Oleh karena itu, ia diseret ke luar tembok kota Yerusalem dan dirajam sampai mati oleh pemimpin-pemimpin Yahudi yang tidak mampu melawan hikmatnya yang diilhami Roh Kudus.
Senjata utama untuk melawan musuhnya ialah cintanya akan Tuhan. Cinta itu demikian kuat mendorongnya untuk bersaksi tentang Kristus meskipun ia harus menghadapi perlawanan yang kejam dari musuh-musuhnya. Bahkan sampai saat terakhir hidupnya di dalam penderitaan sekian hebatnya, ia masih sanggup mengeluarkan kata-kata pengampunan ini: “Tuhan, janganlah dosa ini Engkau tanggungkan kepada mereka itu.”
Laporan tentang pembunuhan Stefanus itu menyatakan bahwa Saulus (yang kemudian menjadi Paulus, Rasul bangsa kafir) hadir di sana dan memberi restu terhadap pembunuhan itu. Namun apa yang terjadi atas Saulus di kemudian hari? Sebagai pahala besar bagi Stefanus ialah bahwa Saulus musuhnya yang utama serta penghambat ulung Gereja, bertobat dan menjadi Paulus, Rasul terbesar bagi kaum kafir. Stefanus mati sebagai martir, kira-kira pada tahun 34.
Sumber: www.imankatolik.or.id
Kredit Foto: santostefanusmartirpertama, id-id.facebook.com
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.