ELEUTHERIUS menjadi Paus pada tahun 175 hingga hari kematiannya pada tanggal 24 Mei 189. Ia berasal dari Nicopolis, Barat laut Yunani. Ia melayani umat sebagai diakon selama masa kePausan Santo Anisetus dan Soter.
Ia dikenal sebagai Paus yang dengan gigih melawan bidaah Montanisme, sebuah aliran bidaah dari Timur, yang sudah lama berkembang di Roma. Beberapa sumber secara salah menyatakan bahwa Eleutherius menerima berbagai keyakinan Montanisme dan terlambat mengambil tindakan tegas terhadap penganut aliran itu. Eleutherius juga mengeluarkan beberapa dekrit untuk melawan aliran Gnostisisme dan Marcionisme. Ia meninggal pada tanggal 24 Mei 189 dan dikuburkan di bukit Vatikan.
Beata Maria dari Inkarnasi, Pengaku Iman
Kepribadian dan cara hidup Maria dari Inkarnasi membuktikan dengan jelas bahwa kesempurnaan hidup serani bisa juga dicapai oleh orang beriman di luar biara. Ibu keluarga ini sungguh saleh hidupnya dan kokoh imannya meskipun mengalami berbagai cobaan hidup yang berat.
Dalam usia 17 tahun Barbe menikah dengan Petrus Acarie, seorang pengacara terkenal. Perkawinan mereka diberkati Tuhan dengan enam orang anak. Dengan penuh cinta kasih anak-anak ini diberi pendidikan yang baik serta diberi kesempatan cukup untuk bermain-main dan bersenang-senang. Namun kebahagiaan yang meliputi keluarga ini berangsur-angsur sirna oleh bayang-bayang salib penderitaan. Salib pertama menimpa tatkala suaminya Petrus Acarie dibuang ke luar negeri oleh Raja Hendry IV dan harta miliknya disita. Sebagai seorang yang beriman teguh, Barbe tak goyah iman kepercayaannya kepada Tuhan. Ia sungguh-sungguh yakin bahwa suaminya tidak bersalah; oleh karena itu ia mengajukan perkara suaminya ke pengadilan. Hasil yang diperolehnya memuaskan: Petrus suaminya dibebaskan dan diizinkan kembali ke tanah airnya.
Sementara itu ibu saleh ini gembira sekali melihat bahwa semua anaknya diberkati oleh Allah dengan iman yang kokoh dan dipanggil untuk menjalani hidup bakti kepada Tuhan di dalam biara, meskipun ia tidak pernah mendesak mereka ke jalan itu. Katanya: “Saya hanya mengajarkan anak-anakku untuk selalu melaksanakan kehendak Tuhan. Panggilan Tuhan atas mereka itu semata-mata berasal dari Tuhan.” Barbe banyak kali mengalami percobaan. Pernah ia jatuh dari punggung kuda sehingga tulang pahanya patah. Ia terpaksa di bedah. Tentulah ia sangat menderita, karena teknik perbedahan pada masa itu masih sangat kuno, tanpa memakai alat pembius. Meskipun begitu Barbe menahannya dengan sabar tanpa mengeluh.
Pada tahun 1613 suaminya terkasih meninggal dunia. Tak lama berselang, Barbe memutuskan masuk biara. Ia kemudian masuk biara Karmelit sebagai suster aktif dan mendapat nama baru: Maria dari Inkarnasi. Ia menerima tugas menjadi ibu dapur untuk rekan-rekannya.
Beata Maria dari Inkarnasi adalah seorang istri yang setia, tabah dalam semua kesulitan rumah tangga, penuh cinta kasih. Ia seorang ibu Kristen yang sejati. Pengalaman-pengalaman pahitnya sama sekali tidak mengurangi semangat kerja dan perlayanannya kepada sesama. Meskipun hidup di dunia ramai, namun ia banyak di anugerahi rahmat-rahmat mistik yang tinggi. Satu-satunya tujuan hidupnya ialah “kemuliaan Allah dan kesejahteraan sesamanya”. Katanya: “Dalam melakukan apa saja, arahkan dan pusatkanlah pandanganmu kepada Allah, serta siap-sedialah menolong sesamamu tanpa mengecualikan siapa pun juga.” Maria dari Inkarnasi meninggal dunia pada tahun 1618.
Sumber: imankatolik.or,id
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.