IMAM Perancis yang kudus ini telah berangan-angan untuk menjadi seorang martir semenjak ia masih kecil. Ia bersekolah untuk menjadi seorang imam. Kemudian ia masuk seminari untuk para misionaris di Paris, Perancis. Keluarganya, yang sangat ia kasihi, teramat sedih memikirkan bahwa kelak, setelah menjadi imam, ia akan meninggalkan mereka. Pada masa itu perjalanan tidaklah semudah seperti sekarang ini. Theophane sadar bahwa perjalanannya menyeberangi samudera luas ke Timur hampir dapat dipastikan akan memisahkannya dari keluarganya sepanjang hidupnya.
“Saudariku tersayang,” demikian tulisnya dalam salah satu suratnya, “betapa aku menangis ketika membaca suratmu. Ya, aku sadar sepenuhnya akan penderitaan besar yang aku timbulkan bagi keluarga kita. Aku pikir, terlebih-lebih lagi betapa dahsyat penderitaan itu bagimu, adikku terkasih. Tetapi, tidakkah kamu berpikir bahwa aku mencucurkan banyak air mata juga? Dengan mengambil keputusan demikian, aku sadar bahwa aku akan menyebabkan penderitaan teramat besar bagi kalian semua. Siapakah yang mencintai keluarganya lebih daripada aku? Seluruh kebahagiaanku di dunia ini berasal dari sana. Tetapi Tuhan, yang telah mempersatukan kita semua dalam ikatan cinta kasih mesra, ingin menarikku dari sana.”
ayangnya Pastor Vernard kemudian dikhianati oleh seorang umatnya. Ia ditangkap pada tanggal 30 November 1860. Dia diadili karena kejahatan menjadi seorang Kristen, dan diberi banyak kesempatan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyangkal imannya akan Kristus. Dengan tegas ia menolak. Ia lalu dirantai dan dimasukkan dalam kurungan selama dua bulan.
Sikapnya yang lemah lembut meluluhkan hati semua orang, bahkan para sipir penjara. Ia berhasil menulis sepucuk surat kepada keluarganya di mana ia menulis, “Semua orang di sekitarku adalah orang yang beradab serta sopan. Banyak dari antara mereka yang mengasihiku. Dari pejabat tinggi hingga prajurit yang terendah sekali pun, semua menyesalkan bahwa hukum negara menjatuhkan hukuman mati. Aku tidaklah mereka siksa seperti saudara-saudaraku yang lain.”
Namun demikian, simpati mereka tidaklah dapat menyelamatkan nyawanya. St. Theophane wafat sebagai martir dengan cara dipenggal kepalanya pada tanggal 2 Februari 1861. Saat hukuman mati telah dilaksanakan dan para algojo telah pergi, kerumunan umat berebut mencelupkan saputangan mereka pada darahnya (sebagai relikwi).
Baca selengkapnya: katakombe.org
Inspirasimu: Santa Veridiana : 02 Februari
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.