ALOYSIUS (Luigi) Gonzaga, santo pelindung pemuda pemudi Katolik, dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1568 di Lombardia Italia. Ia merupakan anak sulung dari keluarga pangeran Castiglione. Karena ia begitu penuh semangat hidup, ayahnya berangan-angan agar kelak ia menjadi seorang perwira militer yang hebat.
Ketika Luigi baru berumur lima tahun, ayahnya mengajaknya ke kemah para tentara. Di sana, Luigi kecil ikut berarak dalam barisan. Suatu hari, ia bahkan berhasil mengisi dan menembakkan senapan ketika pasukan tentara sedang beristirahat. Ia juga belajar umpatan dan kata-kata kasar dari para prajurit. Ketika mengetahui apa arti kata-kata tersebut, Aloysius merasa menyesal bahwa ia telah mengucapkannya.
Setelah remaja, Aloysius dikirim ke istana-istana para raja dan pangeran. Kelicikan, kedengkian dan kecemaran merupakan hal biasa di sana. Tetapi, dari semuanya itu hanya membuat Aloysius lebih berhati-hati dan tetap hidup sesuai tanggung jawab Kristianinya.
Ketika Aloysius berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk menjadi seorang imam Yesuit. Ayahnya sangat menentang keinginannya itu. Tetapi, setelah tiga tahun, akhirnya ia mengijinkannya juga.
Tinggal didalam biara, pangeran muda Aloysius wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan kasar. Ia juga melayani di dapur dan mencuci piring-piring kotor. Dan ia tidak pernah mengeluh. Ia biasa mengatakan, “Aku ini sepotong besi yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku tobat.”
Pada awal tahun 1591, terjadilah wabah penyakit pes dan kelaparan di Italia. Aloysius mengumpulkan dana dengan mengemis di Roma bagi daerah-daerah yang terkena wabah. Aloysius bekerja langsung merawat orang-orang sakit, mengangkut orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke rumah sakit, memandikan mereka dan memberi mereka makan serta mempersiapkan mereka untuk penerimaan sakramen-sakramen. Keadaan jasmaninya berontak ketika berhadapan dengan penyakit, darah dan segala yang kotor berbau. Sekalipun demikian Aloysius mengatasi rasa jijik itu untuk membantu mereka yang membutuhkan pertolongan. Ia melayani orang-orang sakit hingga akhirnya penyakit pes itu menyerangnya juga.
St.Aloysius Gonzaga wafat ketika baru berusia 23 tahun dan dimakamkan di Gereja Anunciata, di samping Kolese Roma. Di kemudian hari, jenazahnya dipindahkan ke Gereja Santo Ignatius. Di sana jenazahnya semayamkan sampai hari ini. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.