Beranda KATEKESE Santa Yosefina Bakhita : 08 Februari

Santa Yosefina Bakhita : 08 Februari

08 Februari, Santa koleta, Santa Yosefina Bakhita, Tuhan, katekese, katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Para Kudus di Surga, putera allah, santo santa, Sukacita, teladan kita
Ilustrasi

YOSEFINA Bakhita dilahirkan pada tahun 1868 di sebuah desa di Darfur, Sudan, Afrika dalam sebuah keluarga kaya yang amat mengasihinya. Pada umur 9 tahun, anak perempuan itu diculik oleh para pedagang budak. Rasa takut yang mencekam dan penderitaan-penderitaan yang dialaminya menghapus sebagian ingatannya. Ia bahkan lupa akan namanya sendiri! Bakhita, yang berarti untung, adalah nama yang diberikan oleh para penculiknya. Bakhita diperjual-belikan berulang kali di pasar-pasar El Obeid dan Khartoum.

Ia mengalami penghinaan dan penderitaan akibat perbudakan, baik secara fisik maupun secara moral. Kelak di kemudian hari. Pada tanggal 9 Januari 1890, Bakhita pun menerima sakramen babtis dan memperoleh nama baru : Yosefina. Ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan sukacitanya pada hari itu. Matanya yang bulat bersinar-sinar, menunjukkan sukacita yang amat mendalam. Sejak hari itu ia sering terlihat mencium bejana baptis sambil berkata: “Di sinilah, aku menjadi anak Allah!”

Dengan bertambahnya hari, Bakhita semakin mengenal siapa itu Tuhan yang ia kenal dan ia kasihi, yang membimbingnya kepada-Nya melalui cara-Nya yang misterius, IA yang senantiasa menggenggam tangannya.

Pelan tapi pasti, Bakhita merasakan panggilan untuk menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Oleh karena itu, pada tahun 1893 ia masuk biara suster Canossian di Venisia, Italia. Tiga tahun kemudian, pada tanggal 8 Desember 1896, Bakhita mengucapkan kaulnya kepada Tuhan yang biasa ia sapa dengan sapaan manis “TUAN!”

Selama lima puluh tahun kemudian Sr.Bakhita tinggal bersama komunitasnya di Schio, Italia. Ia melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti memasak, menjahit, merenda dan membukakan pintu. Jika sedang bertugas menjaga pintu, Sr. Bakhita akan dengan lembut menumpangkan tangannya yang hitam itu ke atas kepala anak-anak yang setiap hari datang untuk belajar di Sekolah Canossian dan mencurahkan perhatiannya kepada mereka. Karena kulitnya yang hitam legam, semua orang lebih suka memanggilnya “Madre Moretta” (Mama Hitam).

Suaranya yang hangat, dengan nada dan irama lagu daerah asalnya, menyenangkan hati anak-anak, menghibur mereka yang miskin dan menderita serta membesarkan hati mereka yang datang mengetuk pintu biara.

Kerendahan hatinya, kesederhanaannya dan senyumnya yang senantiasa menghiasi wajahnya, membuat semua orang suka kepadanya. Saudari-saudarinya dalam komunitas mengaguminya karena sikapnya yang menyenangkan, kebaikan hatinya dan keinginannya yang kuat agar Tuhan semakin dikenal dan dikasihi.