Beranda KATEKESE Santa Teresa dari Kalkuta : 05 September

Santa Teresa dari Kalkuta : 05 September

05 September, Bunda Maria, gereja katolik, gereja Katolik Indonesia, Katekese, Katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, martir, Para Kudus, Para Kudus di Surga, Pengaku Iman, Santa Teresa dari Kalkuta, Santa Rosa dari Viterbo, Santo Gregorius Agung, Santo Brocardus, Santo Giles, Santo Raymundus Nonnatus, Umat Katolik, Yesus Kristus
Ilustrasi: catholicnewsagency.com

TERESA dari Kalkuta adalah seorang yang penuh cinta kasih, seorang kudus di abab modern ini. Selama lebih dari 45 tahun, ia berkarya dari India, melayani mereka yang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sambil membimbing ekspansi Konggregasi Misionaris Cinta Kasih dari India ke seluruh dunia. Konggregasi yang didirikannyanya terus berkembang dan pada akhir hidupnya, Santa Teresa telah menjalankan 610 misi di 123 negara, yang menjalankan berbagai karya amal seperti Panti jompo, Rumah penampungan para penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah.

Konggregasi Misionaris Cinta Kasih

Pada tanggal 10 September 1946, Teresa mengalami “panggilan” saat bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya.

“Saya meninggalkan biara dan membantu orang miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini adalah sebuah perintah. Kegagalan akan mematahkan iman.”

Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari Calcutta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Ibu Teresa menerima “inspirasi”, “panggilan dalam panggilan”-nya. Pada hari itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan cinta kasih dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya. Ibu Teresa  lalu mengadopsi kewarganegaraan India dan menghabiskan beberapa bulan di Patna untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus.

05 September, Bunda Maria, Gereja Katolik Indonesia, katekese, katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Minggu Biasa XXII, Para Kudus, Para Kudus di Surga, rosario, Santa Teresa dari Kalkuta, Santa Rosa dari Viterbo, Santo Gregorius Agung, Beato Yohanes da Lau, Santo Giles, Santo Raimundus Nonnatus, Santo Pammakius, santo santa, Santo Simforianus, Santo Yohanes Eudes, Santo Yosef dari Calasanz, teladan kita, umat katolik
Ilustrasi: istimewa

Pada tanggal 21 Desember untuk pertama kalinya Ibu Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi keluarga-keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC.  Setiap hari Ibu Teresa memulai hari barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Yesus dalam “mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”.

Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi seorang, para pengikutnya yang pertama. Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang yang “termiskin di antara kaum miskin”. Teresa menulis dalam buku hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami keraguan, kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis dalam buku hariannya:

“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang penggoda… Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”.

05 September, Bunda Maria, Gereja Katolik Indonesia, katekese, katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Minggu Biasa XXII, Para Kudus, Para Kudus di Surga, rosario, Santa Teresa dari Kalkuta, Santa Rosa dari Viterbo, Santo Gregorius Agung, Beato Yohanes da Lau, Santo Giles, Santo Raimundus Nonnatus, Santo Pammakius, santo santa, Santo Simforianus, Santo Yohanes Eudes, Santo Yosef dari Calasanz, teladan kita, umat katolik
Ilustrasi: istimewa

Teresa mendapatkan izin dari Vatikan pada tanggal 7 Oktober 1950 untuk memulai sebuah  kongregasi, yang kemudian menjadi Konggregasi Misionaris Cinta Kasih yang mempunyai misi untuk merawat orang – orang  “yang lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang.”

Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan wabah kelaparan.

Pada tahun 1952, Ibu Teresa  membuka Home for the Dying pertama diatas lahan yang disediakan oleh pemerintah kota Kalkuta. Dengan bantuan para pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka masing-masing; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Sakramen minyak suci.  “Sebuah kematian yang indah,” katanya, “adalah untuk orang-orang yang hidupnya diperlakukan seperti binatang, mati seperti malaikat – dicintai dan diinginkan.”

05 September, Bunda Maria, Gereja Katolik Indonesia, katekese, katolik, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Minggu Biasa XXII, Para Kudus, Para Kudus di Surga, rosario, Santa Teresa dari Kalkuta, Santa Rosa dari Viterbo, Santo Gregorius Agung, Beato Yohanes da Lau, Santo Giles, Santo Raimundus Nonnatus, Santo Pammakius, santo santa, Santo Simforianus, Santo Yohanes Eudes, Santo Yosef dari Calasanz, teladan kita, umat katolik
Ilustrasi: istimewa

Ibu Teresa  segera menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang menderita penyakit kusta, dan menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar (Kota Kedamaian). Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan beberapa klinik kusta yang terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan obat-obatan, perban dan makanan.  Ibu Teresa  merasa perlu untuk membuat rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955, ia membuka Nirmala Shisu Bhavan, sebagai rumah perlindungan bagi para yatim piatu dan remaja tunawisma.

Pada tahun 1960-an, Konggregasi ini telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Ibu Teresa  kemudian memperluas pelayanan konggregasinya di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster. Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970, konggregasi ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara baik di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 2007, Anggota Konggregasi Misionaris Cinta Kasih telah berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 5.000 biarawati di seluruh dunia, menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di 120 negara.

Baca selengkapnya: katakombe.org

Inspirasimu: Santa Rosa dari Viterbo : 04 September