TARBULA hidup sekitar abad ke-4, berasal dari Persia (saat ini wilayah Iran). Pada masa itu, langit sangat kelam bagi para Kristiani di Iran, berbagai penganiayaan yang kejam dilancarkan. Simeon, seorang Uskup kota Seleukea, dibunuh secara mengerikan dalam aksi penganiayaan. Selang waktu berselang, Tarbula yang merupakan seorang biarawati dan adik Uskup Simeon, dituduh sebagai biang keladi penyakit membahayakan yang menyerang permaisuri raja, oleh karenanya ia pun ditangkap.
Terhadap tuduhan percobaan pembunuhan karena pembalasan dendam sangat keras di halau oleh Tarbula, dengan tegas ia menyatakan bahwa ketaatannya kepada perintah Kristus mengenai larangan membunuh dan membalas dendam jauh lebih besar daripada rasa sakit kehilangan kakaknya, Simeon. Walaupun berulangkali diinterograsi oleh Mereptes seorang hakim yang mengadilinya, keteguhan hatinya tergambar dari setiap jawaban yang ia lontarkan, bahwa dengan lantang Tarbula yakin jika kakanya Simeon yang telah dibunuh kini hidup dalam kemuliaan surgawi bersama Kristus Tuhan kami.
Sang hakim secara diam-diam jatuh cinta pada paras cantik Tarbula dan bertekad menikahinya. Hakim itu memberikan sebuah tawaran kebebasan jika ia mau menjadi isterinya. Mendengar hal itu Turbula dengan tegas mengatakan bahwa dirinya merupakan mempelai Kristus, dan tidak akan pernah menerima cinta sang hakim. Keteguhan serta ketegasannya yang sama ia ditunjukkan pula kepada Raja Sapor II, tatkala sang raja mengajaknya dalam upacara kurban persembahan kepada dewa matahari.
Oleh karena itu, Turbula dengan dua wanita lainnya bersama-sama dibawa ke area penyiksaan dan dibunuh secara keji oleh kaki tangan raja. Dirinya dikenang sebagai salah satu martir yang mempersembahkan diri bagi Gereja. Perayaan peringatan bagi dirinya dikenang setiap tanggal 22 April.
(katakombe.org)
Inspurasimu: Santo Anselmus : 21 April
Staf Komisi Komunikasi Sosial, Konferensi Waligereja Indonesia, sejak Januari 2019-…