MONIKA lahir di Tagaste, Afrika Utara dalam sebuah keluarga Kristen yang saleh. Ketika berusia 20 tahun, ia dinikahkan dengan Patrisius, seorang pemuda kafir yang cepat panas hatinya. Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan juga putranya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras Monika mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya. Namun semuanya itu ditanggung Monika dengan sabar, sambil tekun berdoa memohon campur tangan Tuhan. Bertahun – tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Baru pada saat – saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat – saat kritis suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikan di kota Kartago. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat itu. Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama Deodatus. Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke Italia. Namun ia sama sekali tidak bisa luput dari doa dan air mata ibunya.
Monika berlari meminta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: “Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidup, demikian pula anakmu, yang bagimu telah kaucurahkan banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu.” Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan hatinya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milan.
Di Milan, Monika dan putranya bertemu dengan Uskup Santo Ambrosius yang kudus. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Santo Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya. Hal ini terlukis di dalam kesaksian Agustinus sendiri perihal percakapan mereka tentang perjalanan kembali ke Afrika :
“Kami berdua terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik, sambil melupakan liku – liku masa lalu dan menyongsong hari depan. Kami bertanya – tanya, seperti apakah kehidupan para suci di surga… Dan akhirnya dunia dengan segala isinya ini tidak lagi menarik bagi kami. Ibu berkata: “Anakku, bagi ibu sudah ada sesuatu pun di dunia ini yang memikat hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama. Sebab, segala harapan ibu di dunia ini sudah terkabul”.
Dalam tulisan lain, Agustinus mengisahkan pembicaraan penuh kasih antara dia dan ibunya di Ostia Roma :
“Sambil duduk di dekat jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibu berkata : “Anakku, satu – satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal itu sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepadaNya dalam pengabdian yang tulus kepadaNya. Sekarang apa lagi yang aku harapkan?”
Beberapa hari kemudian, Monika jatuh sakit. Kepada Agustinus, ia berkata: “Anakku, satu – satunya yang kukehendaki ialah agar engkau mengenangkan daku di Altar Tuhan.”
Wanita yang luar biasa ini wafat pada tahun 387 M di Ostia, Roma. Kisah hidupnya membuktikan kepada kita bahwa doa yang tak kunjung putus, akan selalu didengarkan Tuhan.
Sumber: katakombe.org
Inspirasimu: Santa Teresa dari Kanak-kanak Yesus : 26 Agustus
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.