LUSIA dilahirkan pada akhir abad ketiga di Syracuse, pulau Sicilia. Orangtuanya berasal dari kalangan bangsawan Kristen yang saleh dan kaya-raya. Ayahnya meninggal ketika Lusia masih kecil. Lusia secara diam-diam berjanji kepada Yesus bahwa ia tidak akan pernah menikah agar ia dapat menjadi milik-Nya saja.
Namun Ibunya, Eutychia, telah mengatur sebuah pernikahan untuknya. Selama tiga tahun Lucia berhasil menunda rencana pernikahan yang diatur ibunya itu. Untuk mengubah pikiran ibu Lusia mengajak ibunya yang sedang sakit untuk berdoa memohon kesembuhan di makam Santa Agatha, dan secara ajaib penyakit hemoragik panjang ibunya disembuhkan. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kesembuhannya, ibunya mengijinkan Lusia memenuhi panggilan hidupnya.
Tetapi Paschasius, pemuda kepada siapa ibunya pernah menjanjikan Lusia; amat marah karena kehilangan Lusia. Dalam puncak kemarahannya, ia melaporkan Lusia sebagai seorang pengikut Kristus kepada Gubernur Sicilia. Gubernur memerintahkan agar Lusia ditangkap dan dibuang ke tempat pelacuran. Tetapi ketika para penjaga pergi untuk menjemputnya, mereka tidak bisa membawa lucia pergi karena Tuhan menjadikan tubuh wanita suci ini menjadi demikian berat. Bahkan walau mereka sudah mengikat Lusia pada seekor lembu; namun lembu tersebut tetap tidak dapat menyeret Lucia.
Gubernur memerintahkan untuk menyiksa dan membunuhnya. Santa lusia kemudian mengalami penyiksaan yang sangat hebat. Ia dianiaya dan kedua matanya dicongkel keluar. Bundel kayu diletakan dikelilingnya lalu dibakar agar Lusia tersiksa dalam api yang bernyala-nyala. Namun sungguh ajaib; Lusia sama sekali tidak merasa kepanasan dalam perapian itu. Karena itu Seorang algojo kemudian menghunus pedangnya lalu menusukkannya ke arah leher perawan suci ini sampai ia meninggal.
Lusia menjadi martir bagi Yesus pada tahun 304. Namanya tercantum dalam doa “Nobis quoque peccatoribus” dalam Kanon Misa.
Sumber: katakombe.org
Inspirasimu: Santo Simon Phan Ðac Hòa : 12 Desember
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.