Ada seorang tawanan di kamp Konsentrasi Soviet di Siberia. Sebagai seorang tawanan, ia biasa bekerja keras. Pria malang itu dibangunkan setiap pukul empat pagi. Mereka memberinya sepotong roti dan secangkir susu segar. Itulah yang membuat ia bertahan hidup.
Dari pengalamannya, hanya sepotong roti itu saja diberikan kepadanya untuk hidup satu hari. Karena itu, ia berpikir lebih baik menyimpan roti ini sebagian, karena mungkin ia akan memerlukannya nanti malam.
Ia berkata dalam hati, “Saya tidak dapat tidur karena saya lapar. Mungkin kalau saya memakannya malam nanti saya dapat tidur.”
Demikianlah terjadi. Setelah menjalani kerja seharian sebagai tahanan, dia naik ke tempat tidur.
Ia berkata pada dirinya sendiri, “Malam begitu dingin. Malam ini kalau saya terbangun karena lapar, saya punya sepotong roti. Saya akan memakannya dan kemudian tidur lagi.”
Hidup itu ternyata penuh dengan perhitungan. Apalagi di saat-saat sulit. Orang mesti berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Kisah di atas menunjukkan betapa berharganya sepotong roti bagi hidup manusia. Tawanan itu mesti menyimpannya untuk menyambung hidupnya. kalau ia tidak berbuat demikian, kekuatannya untuk bekerja akan hilang. Kalau tidak ia lakukan, ia bisa mati kelaparan.
Hidup yang berharga itu mesti selalu diperjuangkan. Dalam hidup-Nya selama di dunia ini, Yesus selalu menghargai kehidupan. Orang yang sakit Ia sembuhkan. Orang yang lumpuh, ia sembuhkan. Bahkan orang yang sudah mati ia bangkitkan kembali. Hal ini mau mengungkapkan betapa hidup begitu bernilai. Hidup itu menjadi yang utama dalam segala-galanya.
Karena itu, Yesus mengingatkan manusia agar tidak mengikatkan hidup pada hal-hal yang dapat binasa. Hal-hal yang dapat binasa itu tidak menjamin kelangsungan hidup manusia. Tidak memberikan jaminan akan hidup yang abadi. Sebaliknya, manusia mesti mengikatkan hidupnya pada Tuhan. Manusia mesti menyandarkan hidup pada Yang Mahakuasa. Hanya Tuhan yang memberikan hidup ini kepada manusia. Di tangan Tuhan pula hidup manusia akan berakhir.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa menyerahkan hidup kita kepada Tuhan. Di tangan Tuhanlah hidup kita memiliki makna yang mendalam. Tuhan yang mampu memberi kita kebahagiaan yang abadi itu. mari kita berusaha untuk senantiasa menyandarkan hidup pada Tuhan.
Ilustrasi: Sandarkan Hidup pada Tuhan (foto dari thewriteconversation.blogspot.com)
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.