Yang Mulia Kardinal Bo, Presiden Federasi Konferensi Para Uskup Asia,
Yang Mulia Kardinal Kriengsak, Uskup Agung Bangkok, yang menjadi Tuan Rumah yang ramah,
Saudaraku para kardinal, para Uskup Agung, para Uskup, para pejabat terhormat dari Pemerintah Thailand, para anggota sidang ini: tamu terhormat, delegasi dan perwakilan dari Asia dan sekitarnya, para imam dan suster yang terhormat, staf tambahan dan semua orang yang bergabung di sini, baik secara langsung maupun virtual.
Salam hangat untuk anda semua. Secara khusus, saya ingin menyapa anda yang mengikuti acara ini secara online. Selamat datang dan terima kasih karena telah bergabung dengan kami.
Hari ini akan menjadi sebuah langkah penting dalam perjalanan Federasi Konferensi Para Uskup Asia, sebuah tengara bagi FABC. Kita berkumpul dalam semangat Sinode untuk menyelenggarakan Sidang Umum pertama. Kita telah mengadakan beberapa Sidang Umum – 11 kali. Kita bertemu setiap beberapa tahun sekali. Setiap peserta memiliki kenangan dari setiap pertemuan yang kaya itu. Pertemuan terakhir terjadi di Kolombo. Sebelumnya, terjadi di Vietnam, dan sebelumnya lagi terjadi di Manila, di Korea Selatan, dan pada tahun 2000 di tempat ini, Baan Phu Waan, Samphran di Bangkok.
Baca juga: Pesan Video Paus Fransiskus untuk Sidang Umum FABC 50
Sebagian besar dari kita pasti menyadari bahwa Sidang Umum ini sudah dilaksanakan selama bertahun-tahun. Izinkan saya menjelaskan hal itu secara singkat terutama untuk menunjukkan bagaimana Sinodalitas dan Persaudaraan itu nampak dalam fase persiapan sehingga kita dapat berada di tempat ini hari ini dengan sukacita, harapan, antusiasme, dan harapan. Dengan demikian, kita juga dapat mendokumentasikan sejarah Sidang.
Semua peserta di acara-acara besar gerejawi baru-baru ini akan ingat bagaimana para Uskup di Amerika Selatan dalam refleksi mereka selalu mengacu pada Puebla, Medellin, dan sekarang Aparecida. Sampai saat ini cukup langka bahwa ada dokumen Gereja yang muncul dari Amerika Selatan tanpa mengacu pada Aparecida. Nama-nama ini menjadi acuan pada semua Konferensi penting sepuluh tahunan yang diselenggarakan oleh CELAM, Federasi Konferensi Para Uskup Amerika Latin – FABC yang setara dengan Amerika Latin – . Paus Fransiskus, saat itu Kardinal Bergoglio dari Buenos Aires, adalah arsitek utama Dokumen Akhir Aparecida. Seberapa besar pengaruh dokumen itu terhadap Paus nampak dalam banyak kutipan Aparecida di dalam Evangelii Gaudium. Ketika berbicara di salah satu pertemuan kita, Bapa Suci mengungkapkan bahwa Evangelli Gaudium, di antara dokumen pertama yang dikeluarkan olehnya, menguraikan prioritas pastoral yang ingin ia tetapkan bagi Gereja saat ini. Oleh karena itu, muncul pertanyaan: bukankah sudah waktunya bagi FABC juga untuk melakukan hal serupa di Asia? Apa yang membantu Amerika Selatan pasti dapat membantu Asia. Apakah Konferensi semacam itu tidak akan membantu Gereja-Gereja kita di Asia untuk memperbaharui dan menghidupkan kembali semangat pastoral kita sehingga Gereja dapat menjadi seperti apa yang dikehendaki Tuhan? Gereja yang bekerja dengan penuh semangat bagi Asia yang lebih baik.
Setelah membicarakan hal ini dengan presiden CELAM terdahulu, terutama yang paling banyak dikenang, dan baru-baru ini berpulang kepada Tuhan, yaitu Kardinal Claudio Hummes, kami mengumpulkan banyak usulan tentang bagaimana menyelenggarakan Konferensi seperti itu. Mengingat bahwa konferensi itu merupakan Konferensi Internasional, maka untuk mengadakannya diperlukan persetujuan dari Takhta Suci. Saya mengajukan usulan ini kepada Paus Fransiskus yang mendukung dengan antusias dan mendorong dengan sepenuh hati serta mendorong kami untuk melanjutkan rencana Sidang Umum untuk Asia. Gagasan itu secara resmi dipresentasikan pada Rapat Komite Inti dan disetujui dengan suara bulat. Sekarang ini, kami tinggal menyelesaikan detail-detailnya dan mulai mendiskusikan kebutuhan material, menyempurnakan konsep, dan merencanakan logistik.
Saya berbagi gagasan ini dengan Kardinal Tagle, yang pada saat itu masih berada di Manila, dan kemudian kami membicarakannya dengan anggota Kantor Urusan Teologi FABC. Gagasan-gagasan ini kemudian mengkristal dan mengarahkan kami untuk mengadakan peringatan 50th Pertemuan Para Uskup Asia Pertama ketika Santo Paus Paulus VI berkunjung ke Manila. Pada akhirnya, kami menemukan kesempatan khusus untuk menggemakan perayaan itu, yang kemudian diberi nama FABC 50.
Setelah itu terjadi gerakan cepat. Uskup Allwyn D’silva ditunjuk sebagai Sekretaris untuk Sidang Umum ini dan para anggota atau Kantor Urusan Teologis menjadi Panitia Inti Pertama yang bersamanya kami memulai mengadakan curah gagasan. Kami memilih Misereor dan Presidennya, Mgr. Pirmin Spiegel dan juga mantan Presidennya, Mgr. Josef Sayer yang bersama dengan Dr. Ulrich Fusser yang beberapa kali secara khusus datang ke Roma untuk mendiskusikan gagasan tersebut dengan saya dan menindaklanjutinya. Peran mereka dalam mencari dukungan dan membagi pengalaman pribadi di Amerika Latin dengan CELAM sangat penting pada tahap awal ini. Demikian juga bantuan almarhum Fr. Raymond O’Toole, yang saat itu menjadi Sekretaris Jenderal FABC yang dengan cermat menyiapkan bahan yang kami butuhkan untuk diskusi. Ia secara teratur memberikan saran praktis yang baik.
Uskup Allwyn mulai bekerja dengan cepat dan mengorganisir Pertemuan Regional. Kesimpulan mereka diringkas dalam Makalah Konsultasi sehingga Sidang Umum dapat kita selenggarakan dengan baik pada tahun 2020 untuk menandai Yubileum Emas FABC. Namun ketika tanggapan anda atas Makalah Konsultasi FABC mulai bermunculan, saat itu pula kita dilanda pandemi COVID 19. Situasi ini sangat memukul kami dan banyak nyawa hilang. Kami juga kehilangan beberapa konfrater kami – saudara uskup. Kami turut merasakan kesedihan dan rasa sakit, kehilangan, penderitaan, dan keterasingan yang kita semua lalui. Kita berharap bahwa pengalaman itu membuat kita menjadi lebih kuat secara rohani. (Hening)
Kami menyesuaikan diri dalam menanggapi situasi baru ini. Meskipun kami terpaksa menunda FABC 50 lebih dari sekali, rencana itu tetap dapat dilanjutkan secara online. Dari tahun 2020 hingga minggu yang lalu, Pantia Inti, yang sekarang berkembang menjadi Komite Penyelenggara yang diperluas, telah bertemu secara digital dua hingga tiga kali setiap bulan, biasanya pada hari Senin. Fr. William LaRousse, Asisten Sekretaris Jenderal FABC menyimpan catatan rinci baik sebelum dan sesudah pertemuan, sehingga dokumen itu selesai.
Dokumen Panduan FABC 50 kami dirilis pada November 2020, dan anda dapat melihat tanggapan anda tersirat dalam Makalah FABC yang diterbitkan setelahnya. Makalah ini telah membantu kita hadir ke FABC 50 dengan lebih siap untuk mendalami tema “Berjalan dengan cara yang berbeda”, seperti yang dilakukan orang Majus, yang dibimbing oleh Roh Kudus, setelah mereka bertemu dengan Kanak-Kanak Kristus.
Kita secara resmi membuka FABC 50 pada Pesta Ratu Maria, karena kita yakin akan doa-doanya untuk FABC. Kampanye doa dimulai, berdoa untuk keberhasilan Sidang Umum, khususnya pada Misa Minggu.
Mulai hari ini, 12 Oktober hingga tanggal 30, proses akan menjadi semakin intensif. Secara khusus, Uskup Anggota Sidang ini akan dengan penuh tanggungjawab mengolah tujuan monumental FABC 50 – untuk menegaskan kembali, memperbaharui dan merevitalisasi Gereja di Asia, Gereja yang hidup dan berkarya untuk Asia yang lebih baik.
Tiga hari pertama Sidang akan kita pakai untuk “mengunjungi Asia”. Semua – dua puluh sembilan negara yang tergabung dalam FABC – telah diundang untuk mempresentasikan eksposisi situasi aktual di negara masing-masing: politik, sosial, ekonomi, agama dan tantangan khusus lainnya bagi Gereja Katolik. Meskipun presentasi ini tidak disiarkan langsung karena ditujukan untuk para peserta Sidang, tetapi akan ada Sesi Talkshow yang akan disiarkan secara online pada hari Minggu. Secara detail, link akan diberikan dalam situs web FABC 50. Minggu, tanggal 16 Oktober, akan ada link “mengunjungi Asia”. Dan minggu depannya lagi, kita akan mengadakan studi mendalam selama enam hari tentang tantangan-tantangan khusus di Asia. Pada hari Minggu setelah itu, kita akan berinteraksi dengan beberapa orang di lapangan dan mereka yang terkena dampak langsung dari realitas baru di Asia.
Dari tanggal 17 sampai tanggal 22 Oktober, kita akan merenungkan dan memperdalam pemahaman kita akan realitas sekarang ini yang berdampak pada Gereja-Gereja di Asia. Kita akan melakukannya dalam dialog dengan beberapa dokumen kepausan yang terbaru. Dokumen Panduan dan konsultasi telah menyoroti situasi ini – pandemi, globalisasi, digitalisasi, urbanisasi, perubahan iklim, krisis migran, pemerintahan politik, transformasi budaya, agama dalam masyarakat kita, perubahan nilai-nilai keluarga dan isu-isu gender, masyarakat adat, kerinduan kaum muda, dan bagaimana martabat manusia kita dipengaruhi dan bagaimana Gereja juga berubah. Dalam beberapa minggu mendatang, kita akan mengaitkan realitas ini dengan refleksi atas dokumen Paus Fransiskus terbaru, khususnya Evangelii Gaudium, Fratelli Tutti, Laudato Si, Amoris Laetitia, dan Predicat Evangelium. Kita tidak hanya akan berbicara tentang realitas ini saja tetapi akan berfokus pada hal yang perlu kita pelajari supaya kita, sebagai Gereja di Asia, mampu menanggapinya. Di era digital ini, sejumlah bidang akan divoting pada saat kita mengusahakan cara bagaimana merevitalisasi kehidupan Gereja. Revitalisasi ini tentu harus terwujud dengan membuat jalan-jalan baru pada pelayanan pastoral keluarga, ibadat, pembinaan dan pelayanan digital, dialog, pembangunan perdamaian dan rekonsiliasi; memberikan perhatian lebih pada suara kaum muda, peran perempuan dalam Gereja; mewartakan Injil melalui dialog antar agama, dan memimpin serta mengelola Gereja dengan cara sinodal.
Supaya dapat berjalan secara efektif, kita akan menyelingi pertemuan, lokakarya, dan sesi dengan saat-saat hening, renungan dan pembacaan dari Kitab Suci. Paus Fransiskus mengajarkan kepada kita pentingnya keheningan. Hening selama empat menit setelah beberapa intervensi di dalam Sinode Para Uskup, yang awalnya dianggap aneh oleh banyak orang, kini telah menjadi modal yang tak ternilai, suatu keharusan bagi kita untuk menyelaraskan dan membatinkan secara pribadi apa yang baru saja dibagikan. Cara seperti ini meyakinkan kita bahwa Roh Kudus, Roh Penghibur, Parakletos, tetap membimbing kita. Roh Kudus selalu hadir bersama kita, bergerak di seluruh dunia dan menopang kita dengan nafas kehidupan-Nya. Pada hari Minggu Misi, tanggal 23 Oktober, para gembala Asia akan melakukan kunjungan virtual ke paroki-paroki di berbagai negara Asia untuk menggembleng diri kita sendiri apa artinya “berbau domba”, untuk menjamin bahwa pertimbangan kita itu tidak hanya teoretis, dan tidak menyimpang dari tugas kita membangun Kerajaan melalui pelayanan kasih.
Baca juga: Pembukaan Peringatan 50TH Federasi Konferensi Para Uskup Asia
Dikuatkan oleh pengalaman itu, kita akan menggunakan beberapa hari pada minggu berikutnya untuk melihat dan menggabarkan jalan-jalan baru bagi Gereja yang berkarya untuk Asia yang lebih baik. Seorang ahli akan memandu kita dengan menggunakan metodologi baru. Saya tidak dapat menekankan betapa pentingnya peran kita dalam Sidang Umum ini. Kita berusaha untuk menjadi dan tetap menjadi Gereja Asia yang profetis, relevan dan responsif dalam melayani orang Asia. Kita tidak dapat melakukan hal ini tanpa persekutuan dengan anda semua orang Asia, tanpa partisipasi aktif dari mereka yang menjadi anggota sidang ini dan tanpa mengeratkan misi kita untuk memperluas karya evangelisasi yang diperbarui dan dibagikan. Saya tahu bahwa semua orang akan berdoa sepanjang waktu ini untuk keberhasilan Sidang Umum FABC 50. Terima kasih dan teruslah berdoa dengan lebih sungguh-sungguh selama fase ini.
Kita membutuhkan bimbingan Roh Kudus untuk melangkah maju dengan penuh keberanian dan ketekunan: dengan kebijaksanaan dan visi, mengidentifikasi prioritas Gereja di Asia dan merestrukturisasi FABC sesuai kebutuhan. Semoga kita memiliki keberanian untuk merelakan hal-hal yang perlu diubah, memiliki kebijaksanaan untuk menemukan jalan-jalan baru dalam melaksanakan misi kita dan memiliki kekuatan untuk berjalan di sepanjang jalan baru ini.
Pada tanggal 30 Oktober, FABC 50 akan selesai, dengan membawa visi baru tentang cara Gereja di Asia melalui Pesan dan Dokumen terakhir. Rencana restrukturisasi FABC juga akan selesai, atau setidaknya arah untuk restrukturisasi itu akan ditetapkan. Kardinal Luis Tagle ditunjuk sebagai utusan oleh Bapa Suci, dan ia akan secara resmi menutup Sidang kita. Namun izinkan saya untuk menegaskan bahwa penutupan ini bukan saat kita berhenti dan bubar. Perjalanan kita masih terus berlanjut. Tahun depan, kita akan secara lebih jauh merenungkan jalan dan arah baru yang muncul dalam Sidang Umum ini baik selama Pertemuan Komite Inti tahunan FABC maupun selama Sinode Kontinental Asia, yang akan berlangsung pada bulan Maret 2023. Pernyataan Akhir FABC 50 akan digarap dalam beberapa bulan mendatang dan kita akan berkomitmen untuk merevitalisasi Gereja di Asia melalui jalan-jalan baru di dekade dan tahun-tahun berikutnya.
Sahabat-sahabatku yang terkasih, izinkan saya meminta anda untuk mendoakan Doa FABC secara khusus pada semua Misa Minggu sampai akhir Sidang. Dan marilah kita selama waktu-waktu berahmat ini, merayakannya bersama dengan menyanyikan Song of Asia. Semoga hati Gereja Asia berdenyut bersama berkumandangnya Song of Asia.
Semoga Tuhan mengarahkan hati, pikiran, dan diri kita serta mengizinkan kita untuk menjadi co-creator masa depan yang damai, gembira, dan penuh harapan. Semoga Maria, Bunda Gereja, dan pasangannya yang terberkati, Santo Yosef, Sang Pekerja, menjadi perantara bagi kita. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita sebuah Gereja Asia yang direvitalisasi, yang akan muncul setelah Sidang Umum ini. Semoga Allah Tritunggal memberkati kita masing-masing saat kita merayakan FABC 50! Selanjutnya kita berjalan bersama dalam Sinodalitas di dalam Sidang Umum FABC 50 dan kami yakin bahwa akan ada perubahan bagi Asia. Saya berharap anda menikmati tinggal di Baan Phu Waan! Terima kasih.
Baca juga: Surat Gembala Uskup Agung Jakarta, Ignasius Kardinal Suharyo pada Hari Pangan Sedunia 2022
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.