Tulisan ini hasil latihan dari salah satu peserta menulis dalam Pekan Komsos Nasional KWI, 8-9 Mei 2018 di Aula Magna, Wisma Unio, Keuskupan Palangka Raya.
MENJADI seorang katekis atau guru agama tidak pernah terpikir dalam pikiran saya. Semuanya berawal dari iseng-iseng. Saat pertama kali kuliah, saya bahkan sama sekali tidak tahu apa yang dipelajari, bingung. Meski begitu, mau tidak mau saya tetap mengikuti proses belajar mengajar.
Saya pun lulus dan mulai melayani masyarakat pedalaman. Pengalaman demi pengalaman saya jalani. Hingga suatu kali saya rasakan panggilan hati itu ketika melayani salah satu stasi di Palangka Raya, Stasi Hajak. Tempat ini merupakan salah satu yang masih dalam lingkup Paroki Muara Teweh, Barito Utara, Kalimantan Tengah. Dari paroki ke stasi sekurangnya butuh waktu 45 menit. Di tempat ini, tak ada katekis sama sekali.
Di tempat inilah saya datang dengan misi mengajar agama. Mulai dengan cara membaca kitab suci, bernyanyi hingga cara berdoa dan bagaimana bersikap saat berdoa. Terlihat wajah bahagia dan senang anak-anak atas kehadiran saya.
Semangat membagikan pengetahuan dan pengalaman iman sedikit demi sedikit makin membara dalam hati. Rasanya berkat Tuhan begitu melimpah saat melayani anak-anak. Meski hanya digaji Rp.250.000 sebulan saya mulai mencintai tugas menjadi katekis.
Penulis: Sopia, Guru Agama Katolik SDN 1 Hajak, Paroki Santa Maria de La Salette, Muara Teweh
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.