“Berani benar engkau menganut agama yang diancam oleh kaisar dengan hukuman mati!” tuntut sang gubernur. Tanpa ragu, prajurit muda itu menjawab, “Saya tidak mengenal dewa-dewi tuan. Yesus Kristus, Putra Tunggal Allah, Dia-lah Tuhan-ku. Jika tuan menganggap jawaban saya sebagai suatu penghinaan, silakan tuan potong lidah saya. Setiap bagian tubuh saya siap menderita jika Tuhan menghendaki pengurbanan yang demikian.”
Para hakim kafir meloloskan Theodorus sekali itu. Kemudian, ia ditangkap kembali. Para hakim mula-mula berusaha membujuknya dengan lemah-lembut. Ketika usaha tersebut gagal, mereka berusaha menakut-nakutinya dengan menyebutkan segala siksa dan aniaya yang harus ia tanggung. Pada akhirnya, mereka menyerahkan Theodorus kepada para algojo.
Ketika prajurit yang telah disiksa dengan aniaya itu dibawa kembali ke penjara, beberapa orang mengatakan bahwa malaikat-malaikat datang untuk menghiburnya. Setelah diinterogasi tiga kali, akhirnya Theodorus dijatuhi hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup pada tahun 306. Sebuah gereja yang indah kelak didirikan untuk menghormati abunya. Banyak orang datang ke sana untuk mohon bantuan doa sang martir.
Bagaimana jika setiap hari aku hidup dalam penyerahan total kepada Yesus, seperti yang dilakukan Theodorus?
Teks: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.