Beberapa penguasa tidak menghargai apa yang dilakukan Paus Martin. Salah seorang di antaranya adalah Kaisar Konstans II dari Konstantinopel. Ia mengirim prajuritnya ke Roma untuk menangkap Martin dan membawanya ke Konstantinopel. Demikianlah para prajurit menangkap paus. Mereka menyergapnya tepat di Katedral Lateran dan menaikkannya ke atas kapal. Paus Martin jatuh sakit, tetapi mereka tetap melanjutkan penjalanan. Pada bulan Oktober 653, paus dijebloskan ke dalam penjara di Konstantinopel selama tiga bulan lamanya. Ia hanya diberi sedikit makan dan minum setiap harinya. Ia bahkan tak diijinkan membasuh diri. Paus Martin dihadapkan ke pengadilan, dihinakan di depan umum dan dijatuhi hukuman mati. Tetapi kemudian ia dikembalikan ke penjara yang sama selama tiga bulan lamanya. Patriark Paulus dari Konstantinopel memohonkan pengampunan bagi nyawanya. Jadi, sebagai ganti hukuman mati, paus dibuang ke pengasingan. Paus Martin dibawa dalam sebuah kapal yang membawanya menyeberangi Laut Hitam. Pada bulan April 654, kapal mendarat di semenanjung Rusia yang disebut Crimea.
Paus Martin mengalami shock hebat akibat penderitaan yang ia alami selama penahanannya. Ia sendiri menuliskan kisahnya mengenai hari-hari yang menyedihkan itu. Paus mengatakan bahwa ia merasa teramat sedih telah dilupakan oleh sanak saudara dan warga Gereja di Roma. Ia tahu bahwa mereka takut kepada kaisar. Tetapi setidak-tidaknya, demikian katanya, mereka dapat mengirimkan jagung, minyak dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Tetapi, itu tidak mereka lakukan. Mereka mengabaikan paus karena takut.
Pembuangan paus berlangsung selama dua tahun lamanya. Ia wafat sekitar tahun 656. Karena penderitaan dahsyat yang dialaminya, Paus Martin dimaklumkan sebagai martir. Sejauh ini, ia adalah yang terakhir dari para paus yang dianggap martir.
Dapatkah aku menghargai karunia orang-orang lain dan mengucap syukur atasnya, ataukah aku jatuh ke dalam perangkap iri hati?
Ilustrasi: S. Martin I, conversandocon.wordpress.com
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.