“KETIKA belajar menulis, janganlah buru-buru mengoreksi setelah selesai satu paragraf. Namun, biarkan tulisan itu mengalir hingga akhir. Setelah dianggap selesai, barulah dibaca ulang, dikoreksi untuk ditemukan kesalahan semisal ejaan, tanda baca, struktur dan lain-lain.”
Itulah salah satu tips yang disampaikan oleh A. Margana, mantan Pemimpin Redaksi Mingguan HIDUP, di sela-sela penyampaian tema Menulis Esai dalam rangkaian Pekan Komunikasi Sosial Nasional (PKSN) ke-6 di Aula Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Masih dihadiri sekitar 100-an peserta sesi pagi, Jumat, 31/5, A. Margana memperkenalkan jenis tulisan esai setelah sesi penulisan feature pada sesi sebelumnya. Esai menurutnya adalah tulisan prosa berupa opini tentang peristiwa, isu atau masalah yang berlangsung di masyarakat. Pada esai, penulis menampilkan pendapatnya terkait isu atau masalah tersebut.
Dalam bagian pertama esai, penulis akan menampilkan suatu pertanyaan atau tesis. Pertanyaan itu dibahas dalam tubuh tulisan, dan kemudian pada bagian akhir tulisan, penulis memberikan jawaban atau solusi atas pertanyaan yang telah disodorkan di bagian awal.
Umumnya, esai dibuat dengan empat teknik penulisan. Penulis pertama-tama harus menentukan tema yang biasanya merupakan isu update atau hal penting lain yang sedang menjadi perhatian umum. Tema yang bagus akan memengaruhi bagusnya isi tulisan.
Setelah tema ditemukan, penulis akan melakukan riset, meneliti objek tulisan, yaitu dengan datang ke suatu lokasi, menghimpun informasi dari tokoh atau sumber tertentu. Dari riset tersebut, kemudian penulis akan mulai menentukan gagasan utama yang dilanjutkan dengan membuat outline atau kerangka tulisan. Setelah semuanya dicapai, barulah penulis bisa mulai menulis.
Mendapatkan tiga jenis tulisan, hard news, feature, dan esai, umumnya para peserta menilai bahwa tulisan esai adalah tulisan yang paling sulit dibuat. Di samping tuntutan akan pengetahuan yang luas, tetapi juga adanya riset itulah yang dirasa memberatkan bagi mereka.
“Dari penulisan berita, feature, dan esai yang saya pelajari, paling mudah adalah jenis tulisan berita hard news. Sedangkan yang paling susah adalah jenis esai, karena harus melakukan penelitian atau riset yang mungkin sangat panjang. Orang biasa atau yang sedang belajar seperti saya, pasti belum bisa menghasilkan tulisan yang bagus,” demikian ungkap Delvi Lusia, salah satu peserta dari STIKPar Toraja saat diminta kesan. (deBritto/RBE)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.