SUATU hari seorang pemuda yang gusar datang menghampiri seorang kakek yang bijaksana di rumahnya. Pemuda itu kemudian mengeluarkan semua amarahnya di hadapan sang kakek tentang kepahitan yang ia alami dalam hidupnya. Sang kakek pun hanya diam saja mendengarkannya. Setelah pemuda itu selesai marah, giliran sang kakek yang berbicara, ”Anak muda, coba engkau ambil segelas air.”
Pemuda itu bertanya, “Untuk apa, kek?”
Kakek itu menjawab, “Lakukan saja!”
Pemuda itu segera masuk ke dalam rumah dan keluar sambil membawa segelas air. Kemudian sang kakek memasukkan serbuk pahit ke dalam air itu dan menyuruh pemuda tadi meminumnya. Ketika pemuda tersebut meminumnya, ia langsung memuntahkan air tersebut dari mulutnya, karena sangat pahit.
Kemudian sang kakek membawa pemuda itu ke sebuah telaga yang cukup luas. Sesampainya di telaga itu, sang kakek mengulang kembali tindakannya tadi. Iapun memasukkan segenggam serbuk pahit itu ke dalam telaga dan kemudian menyuruh pemuda tersebut meminum air telaga itu. Setelah selesai meminumya, sang kakek bertanya, ”Sekarang bagaimana, apakah rasanya pahit?” Pemuda itu menggelengkan kepalanya.
Lalu kakek itu berkata, “Anak Muda, kepahitan yang kamu alami itu seumpama serbuk pahit tadi, sedangkan hatimu bagaikan segelas air dan telaga ini. Kepahitannya itu ukurannya sama, tetapi ketika engkau menempatkannya pada hatimu yang seukuran air segelas, maka engkau akan merasa pahit. Tetapi ketika engkau taruhkan di hatimu yang seluas telaga, maka engkau tidak akan merasakan apa-apa. Sekarang tergantung padamu, mau di mana engkau tempatkan kepahitan hidupmu, apakah di hatimu yang sempit atau di hatimu yang luas. Mendengar ucapan sang kakek, pemuda itu segera menyadari kesalahan. Ia begitu cepat emosi.
Kalau kita menghitung pengalaman-pengalaman hidup kita, mungkin kita akan menemukan banyak kekecewaan. Ada saja alasan yang membuat kita kecewa. Hal yang kecil sekali pun dapat membuat kita kecewa. Karena itu, kita mesti memiliki kesadaran yang tinggi tentang hidup ini. Ketika kita mengalami kekecewaan dalam hidup, kita mesti masuk ke dalam hati kita. Di sana kita akan menemukan begitu banyak kebaikan. Dalam lubuk hati kita yang terdalam, kita akan berjumpa dengan diri kita sendiri yang begitu kaya akan hal-hal baik.
Karena itu, kita mesti tidak henti-henti berusaha untuk menimba harta yang begitu berharga dari dalam lubuk hati kita. Kekecewaan itu sebenarnya hanyalah hal yang begitu kecil yang ada di dalam hati kita. Yang lebih banyak ada di dalam hati kita adalah kebaikan dan cinta. Inilah yang semestinya kita tumbuh dan kembangkan. Inilah yang semestinya kita hidupi dalam pergulatan hidup kita sehari-hari.
Sebagai orang beriman, mari kita berusaha untuk senantiasa menumbuhsuburkan kebaikan yang kita miliki. Ingat, hal-hal negatif yang kita punyai itu begitu sedikit. Karena itu, janganlah kita biarkan hal-hal negatif itu menguasai diri dan hidup kita. Tuhan memberkati.
Imam religius anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ); sekarang Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Palembang dan Ketua Signis Indonesia; pengelola majalah “Fiat” dan “Komunio” Keuskupan Agung Palembang.