IDAK semua orang mengerti apa karunia yang diberikan Allah kepadanya. Boleh jadi, sampai orang menutup mata, ada banyak karunia yang belum disadari, dan dikembangkan. Maka, tidak mudah untuk menjawab pertanyaan “apa yang sudah kulakukan dengan karunia yang diberikan Allah?” Setiap orang mesti terlebih dahulu sadar akan karunia yang dimiliki.
Dalam Injil hari ini, Yesus menceritakan kisah orang yang abai dengan karunianya. Karunia yang dimaksud adalah “status” orang terpilih untuk diundang ke perjamuan. Para uNdangan ini malah asyik dengan diri sendiri.
Sebagai orang Kristiani, lepas dari semua karunia khusus dan personal yang dimiliki masing-masing orang, kita semua diberi karunia dasar: orang-orang terpilih yang diberkati dan dikasihi Allah, para undangan istimewa Allah. Tetapi St. Paulus melontarkan pertanyaan untuk apa dan siapa karunia itu? Seberapa penting maknanya bagi kita?
Karunia mengandaikan tanggung jawab. Maka, merujuk kepada refleksi St. Paulus, kita dipanggil untuk senantiasa membuka diri dan menyadari bahwa kita adalah bagian dari kesatuan yang mesti saling menopang dengan orang lain. Kasih membuka gerbang sehingga aneka karunia dapat saling berjumpa dan menyempurnakan kemanusiaan.
Allah maha belas kasih, mampukan aku untuk selalu terbuka kepada sesama dan saling menopang supaya terjadilah kehendak-Mu di atas bumi ini. Amin.
Renungan Harian ini diambil dari Buku “Ziarah Batin 2017”, Diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Jakarta
Kredit Foto : Ilustrasi (ist)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.