Kol 1: 24-2:3; Luk 6:6-11
PADA suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.
Renungan:
Hukum Hari Sabat adalah salah satu hukum yang berlaku mutlak untuk orang Israel. Mereka tidak boleh bekerja pada Hari Sabat karena Hari Sabat adalah Hari Tuhan. Hari sabat adalah hari untuk beristirahat dan berdoa. Menyembuhkan orang dianggap sebagai pekerjaan. Maka tidak diperkenan untuk melakukannya.
Yesus diamat-amati oleh Ahli-ahli Taurat dan Orang-orang Farisi kalau-kalau Yesus menyembuhkan orang yang mati tangan kanannya. Pengamatan itu dilakukan agar menjadi alasan untuk mempersalahkan Yesus karena melawan Hukum Sabat. Yesus menerobos Hukum Sabat itu. Ia menyembuhkan orang sakit itu. Yesus “melawan” Hukum Sabat itu karena melihat nilai kemanusiaan jauh lebih mulia dari sekedar hukum. Menyembuhkan orang berarti menyelamatkan orang dan hal itu adalah perbuatan baik.
Hukum memang perlu dijalankan sebagai dasar etika dalam hidup bersama. Namun hukum tidak boleh memasung orang dalam sebuah pelaksanaan yang kaku. Hukum harus membebaskan orang agar orang bisa hidup dalam tataran moralitas yang dewasa. Perbuatan baik, apalagi usaha menyembuhkan orang atau menyelamatkan orang lain adalah tindakan moral yang jauh di atas hukum.
Dalam hidup sehari-hari kadang-kadang kita terpasung dalam rumusan-rumusan atau pelaksanaan hukum yang membelenggu orang. Namun kita lupa bahwa nilai kebebasan dan moralitas kemanusiaan jauh melebihi hukum itu. Mari kita belajar dari Yesus, Sang Guru kita, untuk melakukan perbuatan baik walaupun terkesan bahwa perbuatan itu melawan hukum.***(Rm. Mateus Mali, CSsR).
Kredit Foto: Hukum Allah, mirrifica.net
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.