ADA sebuah ungkapan klasik yang mengatakan bahwa masa lalu merupakan guru terbaik. Kita mungkin dapat belajar dari guru-guru hebat, tetapi pelajaran paling baik tentang hidup ini datangnya dari masa lalu, dari sejarah atau dari apa yang telah terjadi. Semua hal baik atau pun buruk yang pernah terjadi, selalu mungkin menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi hidup kita. Karena itu, sikap yang paling penting adalah kesediaan untuk menarik diri, melihat dan belajar menimba kearifan dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Kisah dalam Alkitab pun sebagian besar berisi peristiwa masa lampau. Di dalamnya kita menemukan variasi pengalaman anak manusia dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah. Karena itu, sikap yang paling utama adalah kesediaan untuk membaca dan merenungkan sabda Tuhan. Di sana segalanya telah tertulis dan beragam pelajaran tentang kehidupan dapat ditemukan.
Kisah Injil hari ini menampilkan orang-orang Farisi yang meminta tanda pada Yesus. Mereka hanya mau mencobai Yesus. Sebagai Farisi mereka tentu sudah banyak membaca Kitab Suci, dan seharusnya mereka sudah mengetahui dan belajar banyak tentang kehidupan dari sana. Namun, anehnya mereka masih meminta tanda pada Yesus. Karena itu, Yesus menegaskan bahwa pada angkatan itu tak akan diberi tanda. Apa artinya tanda bagi mereka? Bagi orang-orang Farisi, tanda hanya memiliki tujuan untuk mencobai Yesus. Semoga kita semakin bertekun untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan, dan menemukan pelajaran-pelajaran berharga bagi hidup kita.
Sebagai orang beriman kepada Yesus, kita tak perlu lagi tanda untuk menjalin relasi kasih dengan Tuhan dan sesama kita. Sebab, kasih itu sendiri adalah tanda agung dengan puncaknya Yesus sendiri rela mati di kayu salib karena kasih yang teramat agung itu bagi keselamatan kita.
Semoga semua hal yang aku alami, ya Tuhan, dan semua hal yang Kausampaikan dalam Kitab Suci, membuat aku semakin teguh dalam pertobatan dan tekun dalam berbuat kasih tanpa membutuhkan tanda lagi. Amin.
Sumber: ZIarah Batin 2019, OBOR Indonesia
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.