LLAH tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya!” (Rm.11:29). Kemurahan hati adalah keutamaan yang tidak bergantung pada apa pun, sebuah pilihan sikap yang datang dari dalam. Bukan karena orang lain murah hati kepada saya maka saya bermurah hati kepadanya. Murah hati adalah pilihan pribadi saya karena saya mencintai sesama. Inilah semangat kemurahan hati Allah. Kemurahan hati yang demikian tidak akan pernah mengenal kata menyesal, karena tidak bersyarat.
Pernyataan St. Paulus di atas sungguh mengungkapkan kemurahan hati sejati Allah, yang didasari cinta teramat besar kepada manusia. Apa pun balasan yang diterima, kemurahan hati sejati tidak pernah menyesal dan mundur. Yesus mengundang kita untuk menghidupi kemurahan hati sejati ini. Bukan tentang apa yang bisa kita dapatkan atau tentang siapa yang pantas mendapatkan, tetapi memberi sebagai pilihan hati.
Di era komersialisasi sekarang ini, kemurahan hati sangat mungkin menjadi gratifikasi berbalut negosiasi, transaksi, dan pelancar aneka kepentingan. Kemurahan hati berubah menjadi cinta murahan.
Sabda Tuhan hari ini mengajak kita mengkritisi kemurahan hati yang bercabang, dan harapan yang seakan wajar untuk menerima ganjaran dari setiap kebaikan kita. Yesus mengajak kita untuk merasakan kebahagiaan dari tindakan memberi, bukan karena kita menerima balasan setimpal, tetapi, kata Yesus: engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasanya pada hari kebangkitan orang-orang benar” (Luk.14:14).
Tuhan Yesus, berilah aku hati yang tulus untuk mencintai dan melakukan kebaikan kepada sesama. Amin.
Renungan Harian ini diambil dari Buku “Ziarah Batin 2017”, Diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Jakarta
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.