ZAKHEUS adalah pemungut cukai yang bertindak tidak adil terhadap sesama. Tetapi ia juga korban dari kebencian masyarakat. Ia diberi label orang berdosa dan seakan selamanya ia harus membawa label atau cap itu ke mana pun ia pergi. Seakan tidak ada lagi kemungkinan atau kesempatan baginya untuk bertobat dan menjalani hidup yang lebih baik. Dengan kata lain, Zakheus adalah orang yang dikerdilkan oleh kebencian dan label yang diberikan masyarakat kepadanya. Perjumpaan Zakheus dengan Yesus adalah kritik bagi cara kita memperlakukan orang yang bersalah.
Zakheus bukan orang yang menikmati kejahatannya. Ia ingin dibebaskan, tetapi tidak dimungkinkan oleh stigma dan perlakukan masyarakat. Tetapi, ia tetap ingin mengalahkan kekerdilannya dengan memanjat pohon untuk bertemu Yesus. Ia berusaha keras melampaui batas dirinya untuk bertemu dengan Yesus. Bukanlah ini suatu tanda pertobatan?
Lalu, perjumpaan dengan Yesus mengubah segalanya. Yesus tidak mengatakan sesuatu yang luar biasa. Ia hanya memberi Zakheus kesempatan untuk mewujudkan niat pertobatannya. Kemudian, terjadilah sukacita itu. Zakheus bertobat dan berbagi sukacita dengan orang miskin dan semua roang yang pernah menjadi korban kejahatannya. Penghakiman dan kebencian hanya akan membuat orang terpenjara, sedangkan belas kasih dan pengampunan memerdekakan manusia.
Tuhan Yesus, curahkanlah semangat belas kasih kepadaku supaya aku tidak mudah menghakimi sesama, melainkan menerima setiap orang dengan kasih. Amin.
Renungan Harian ini diambil dari Buku “Ziarah Batin 2017”, Diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Jakarta
Kredit Foto : Zakheus
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.